Dili 1999, Pangkoopsau Ditodong Senjata Pasukan INTERFET, 80 Paskhas Genggam Granat Siap Mati
Saat senjata pasukan Interfet mengarah ke Pangkoopsau II, Paskhas langsung bereaksi. Granat tangan sudah siap jika pertempuran jarak dekat
Mereka juga akan menembak mati bagi mereka yang melawan.

Namun, ketika menyadari pasukan Paskhas merupakan pasukan resmi, Interfet membatalkan diri untuk melucuti senjata.
Itu mengingat pasukan Paskhas juga dalam posisi siap melaksanakan pertempuran.
Kemampuan pasukan Paskhas bisa mengendalikan operasi Bandara Komoro dengan profesional, secara diam-diam justru membuat pasukan Australia merasa segan.
Di kalangan pasukan negara-negara Persemakmuran Inggris, mereka memang memiliki pasukan terlatih yang bisa mengoperasikan bandara atau pangkalan udara, yakni pasukan khusus SAS (Special Air Service).
Rupanya kualifikasi pasukan Paskhas yang setingkat SAS itulah yang membuat pasukan Australia makin segan.
Meski begitu, pasukan Interfet tetap selalu dalam posisi siap tempur terhadap setiap personel bersenjata.
Saling todongkan senjata
Ketegangan kembali terjadi ketika Pangkoopsau II, Marsda TNI Ian Santosa, yang tiba dengan pesawat C-130 Hercules di Bandara Komoro turun dari pesawat.
Pangkoopsau II disertai sejumlah pasukan Paskhas bersenjata lengkap.
Sebenarnya, kedatangan itu untuk berkoordinasi dengan pejabat tertinggi pasukan INTERFET, Mayjen Peter Cosgrove.
Rombongan Pangkoopsau II tiba-tiba mendapat adangan sejumlah pasukan Interfet dalam posisi senjata ditodongkan dan siap tembak.
Melihat reaksi tak bersahabat itu, pasukan Paskhas pengawal Pangkoospau pun bereaksi cepat dengan cara menodongkan senjata.
Mereka siap baku tembak dalam jarak dekat.
Granat tangan bahkan sudah diraih, sehingga kalau baku tembak dalam jarak dekat itu terjadi, Paskhas yang jumlahnya lebih sedikit bisa menimbukan korban sebanyak mungkin.
Dalam situasi seperti itu, kehormatan untuk menjaga kewibawaan Pangkoopsau dan bangsa serta negara memang tidak bisa ditawar-tawar lagi.