CARA 3 Prajurit Kopassus Bisa Basmi Musuh di Sarangnya, Jenderal Purn Gatot Menuturkan

TRIBUNJAMBI.COM - Seperti apa Kopassus membasmi musuh di sarangnya dalam operasi Sandi Yudha, sempat

Editor: ridwan
Ist/Tribunnews.com
Ilustrasi --Mantan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo 

TRIBUNJAMBI.COM - Seperti apa Kopassus membasmi musuh di sarangnya dalam operasi Sandi Yudha, sempat diungkapkan oleh mantan Panglima TNI, Jenderal TNI (Purn) Gatot Nurmantyo.

Dilansir dalam acara Kabar Petang, Selasa (11/6/2019) malam, mantan panglima TNI itu sempat menjelaskan bagaimana tiga prajurit Kopassus mampu mengalahkan musuh meski di sarangnya

Cara Kopassus membasmi musuh di operasi Sandi Yudha itu diungkap Gatot Nurmantyo saat ia mengomentari kasus menyelundupkan senjata yang menyeret sejumlah purnawirawan TNI.

Gatot saat itu menerangkan kenapa banyak purnawirawan TNI yang memiliki senjata.

Baca: Puput Nastiti Devi Hamil? Kabar Terbaru Kekasih Ahok, Perutnya Disorot Netizen

"Ini yang harus saya jelaskan bahwa dalam konteks ini satu hal hampir semua Prajurit Koppassus dan Taipur yang melaksanakan Operasi Sandi Yudha hampir dikatakan 50 persen dia punya senjata itu tapi entah di mana sekarang karena memang salah satu tugas Operasi Sandi Yudha itu adalah melakaksanakan operasi di belakang garis lawan bukan di depan," kata Gatot Nurmantyo.

"Tempat sarangnya musuh dia beroperasi, kemudian dia melipatgandakan dan melangsungkan perlawanan dari garis dalam, jadi bayangkan dia berangkat 3 orang ke sana dengan terpisah-pisah nanti bertemu di tempat musuh kemudian dia merekrut orang-orang yang jadi musuhnya itu," ujarnya.

"Dia mempersenjatai entah dari mana senjatanya ia melakukan perlawanan dari belakang, itulah Operasi Sandi Yudha." jelas Gatot

Baca: Info BMKG - Prakiraan Cuaca 33 Kota Minggu 16 Juni, Hujan Turun di Sejumlah Wilayah

Sejarah Operasi Sandi Yudha

Berbicara tentang Operasi Sandi Yudha Kopassus, AM Hendropriyono merupakan salah satu prajurit baret merah yang pernah menjalankan operasi tersebut

Dilansir dari Kompas.com dalam artikel 'Hendropriyono Ungkap Operasi Sandi Yudha', sepak terjang Hendropriyono dalam operasi tersebut dia ungkap dalam buku yang berjudul 'Operasi Sandi Yudha Menumpas Gerakan Klandestin'

Buku itu mengisahkan pengalaman lapangan Hendropriyono menumpas Pasukan Gerilya Rakyat Sarawak (PGRS) dan Pasukan Rakyat Kalimantan Utara (Paraku) yang dibentuk semasa Konfrontasi Ganyang Malaysia (1963-1966) oleh intelijen Indonesia era Presiden Soekarno.

Baca: Ingat Kuburan Band? Kabar Terkini Ada yang Alih Profesi, Lihat Wajah Asli di Balik Make Up Tebal

"Ini kita (TNI) melatih Tentara Nasional Kalimantan Utara dan PGRS di Surabaya, Bogor, dan Bandung. Akhirnya, setelah pergantian pemerintah, Presiden Soeharto memutuskan berdamai dengan Malaysia dan gerilyawan tersebut diminta meletakkan senjata. Karena PGRS tidak menyerah, terpaksa kita sebagai guru harus menghadapi murid dengan bertempur di hutan rimba Kalimantan," kata Hendropriyono.

Pada awal 1960-an, rezim Orde Lama bersama Presiden Macapagal dari Filipina mempertanyakan pembentukan Malaysia yang dinilai sebagai pemain neokolonialisme Inggris.

Macapagal sempat mengusulkan pembentukan Maphilindo, semacam federasi Malaysia, Filipina, dan Indonesia yang memiliki kesamaan kultural Melayu.

Soekarno jauh lebih progresif dan memilih berkonfrontasi langsung dalam sebuah perang tidak resmi melawan Malaysia dan Persemakmuran Inggris (British Commonwealth).

Baca: Posisi Cawapres Maruf Amin di Anak BUMN Dinilai Tak Bisa Diskualifikasi Jokowi

Perang tidak resmi tersebut berlangsung sengit, terutama di rimba Kalimantan dari perbatasan Kalimantan Barat-Kalimantan Timur dengan Sarawak dan Sabah.

Kerasnya pertempuran itu bisa ditemukan dalam beragam artefak perang dan temuan jenazah di hutan belantara Kalimantan.

Beberapa tahun silam, misalnya, Kolonel Fred Dangar dari misi militer Kedutaan Besar Australia di Jakarta bersama Mabes TNI berhasil mengidentifikasi sisa kerangka dua prajurit Australia, termasuk seorang di antaranya anggota pasukan elite Special Air Service Regiment.

Situasi politik yang berubah 180 derajat membuat TNI harus melucuti bekas muridnya yakni PGRS dan Paraku

Baca: Siapa Sebenarnya Zara Larsson? Collab dengan BTS, Lilitkan Kondom di Kaki, Bikin Tenar

Setelah peristiwa Mangkok Merah akhir 1967, yakni kerusuhan masyarakat Dayak-Tionghoa, Letnan Satu (Inf) Hendropriyono yang baru menyelesaikan pendidikan komando di Batujajar, Bandung, kebagian tugas bergerilya menghabisi dua kelompok gerilyawan itu.

Sandi Yudha adalah satuan intelijen tempur dari Resimen Para Komando Angkatan Darat, yang kini dikenal sebagai Komando Pasukan Khusus.

Tugas utama pasukan Sandi Yudha dalam perang nonkonvensional tersebut, menurut Hendropriyono, tidak terikat dengan konvensi internasional dan hukum humaniter perang.

Sebisa mungkin pihaknya mengambil hati lawan, sedangkan pertempuran serta tindakan keras hanya menjadi pilihan terakhir.

Baca: Sabun Cair Rp 17.500, Body Wash Rp 19.500, Daftar Promo 3 Hari Alfamart, Indomaret, Alfamidi

Saat menaklukkan Hassan, seorang komandan PGRS, Hendropriyono harus menembak lalu membanting lawan dengan gerakan bela diri.

Pertempuran lawan satu jarak dekat itu mengakibatkan pahanya tertembus sangkur dan jemarinya sobek karena menahan sangkur Hassan yang nyaris menghunjam dada.

Hendropriyono memimpin unit Sandi Yudha dengan anggota delapan orang yang selalu bergerak dalam jumlah kecil di garis belakang lawan.

Saat mengendap mendekati gubuk Hassan yang berlangsung semalaman, salah satu anggota Sandi Yudha harus membunuh dengan sangkur seorang penjaga gubuk yang bersenjata api.

Baca: Sambil Menangis Laporkan Sepeda Motor Hilang, Ujung-ujungnya Anak Ini Malah Bikin Malu Sendiri

Semua harus dilakukan dengan senyap dan penuh kejutan (element of surprise).

Selain bertempur, Hendropriyono dan pasukan Sandi Yudha juga berulang kali berhasil membuat musuh jadi bersimpati kepada Republik Indonesia.

Kalau terpaksa, penculikan dan interogasi dilakukan di lapangan.

Salah satu peristiwa yang mengharukan adalah pertemuan dengan Komandan PGRS Wong Kee Chok pada tahun 2005.

Hendropriyono dan Kee Chok berpelukan, menangis, dan saling menanyakan keadaan.

Baca: Halal Bihalal dengan Nuansa Pemadangan Kota Jambi di Cloverskylounge, Hotel Infinity

Saat peluncuran buku Operasi Sandi Yudha, Bong Kee Siaw, salah seorang komandan PGRS yang hadir, dan istrinya yang juga bergerilya disambut hangat oleh Hendropriyono.

Hendropriyono memuji Kee Siaw dan istrinya yang bersifat kesatria. Dalam sebuah pertempuran, mereka menyelamatkan dan mengobati musuh (prajurit TNI).

"Kita tidak pernah tahu kapan jadi kawan dan situasi berubah, lalu jadi lawan. Bertempurlah dengan kesatria. Jangan menyiksa lawan. Itu sifat prajurit Sandi Yudha," ujar Hendropriyono.

Baca: Santer Informasi, Sala Satu Hakim Mahkamah Konstitusi Diancam, Harus Segera Diantisipasi

Baca: 8 Pria Dekat Pevita Pearce sebelum Ariel NOAH, Ada Pengusaha yang Pernah Jadi Pacar

Artikel ini telah tayang di surya.co.id dengan judul Jenderal Gatot Nurmantyo Beberkan Cara 3 Prajurit Kopassus Bisa Basmi Musuh di Operasi Sandi Yudha,

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved