Berita Muarojambi

Polemik Tanggul Raksasa, Desa Rukam,yang Ada Sejak 1832 Ini Tak Lagi Bersahabat dengan Warganya

Polemik Tanggul Raksasa, Desa Rukam yang Ada Sejak 1832 Ini Tak Lagi Bersahabat dengan Warganya

Penulis: Dedy Nurdin | Editor: Deni Satria Budi
tribunjambi/Dedy Nurdin
Polemik Tanggul Raksasa, Desa Rukam yang Ada Sejak 1832 Ini Tak Lagi Bersahabat dengan Warganya 

Polemik Tanggul Raksasa, Desa Rukam yang Ada Sejak 1832 Ini Tak Lagi Bersahabat dengan Warganya

TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Warga Desa Rukam, Kecamatan Tanggo Rajo, Kabupaten Muarojambi, kini mulai merasakan, keberadaan tanggul setinggi delapan meter milik satu diantara perusahaan disekitar desa disebut sebagai penyebabnya.

Sejak berdirinya tanggul raksasa milik perushaan perkebunan kelapa sawit itu ditahun 2002, sampai saat ini menjadi pemicu kian sulitnya warga mencari penghidupan. Hasil ikan yang sulit, sawah yang tak lagi produktif hingga banjir yang melanda desa kini tak lagi bersahabat.

Setidaknya begitulah kondisi warga Desa Rukam saat mendengar pemaparan Datuk Syafei, mantan Kepala Desa Rukam, yang kini dipercaya sebagai Ketua Lembaga Adat.

Datuk Syafei didampingi Rudiansyah Direktur Eksekutif Walhi Jambi saat buka bersama di cafe Upnormal pada selasa (28/5/2019)
Datuk Syafei didampingi Rudiansyah Direktur Eksekutif Walhi Jambi saat buka bersama di cafe Upnormal pada selasa (28/5/2019) (tribunjambi/Dedy Nurdin)

Selasa Sore (28/5/2019), Ia didampingi Bakri, Ketua BPD (Badan Permusyawaratan Desa) Desa Rukam menceritakan kondisi desa yang sudah berdiri sejak tahun 1832 itu.

Datuk Syafei bercerita bahwa, Desa Rukam bukanlah desa transmigrasi, warga sudah membangun desa bahu membahu sejak 1832.

Sebelum ada perusahaan kehidupan warga di Desa Rukam tergantung pada hutan dan alam. Untuk hasil hutan, warga biasanya mencari rotan dan damar di hutan desa.

Baca: 2 Objek Wisata di Betara, Tanjab Barat, yang Bisa Dikunjungi saat Liburan, Ada Pemandian Air Panas

Baca: Abrasi Ancam Pemukiman Warga Desa Kuala Simbur, Tanjabtim, Belasan Rumah Sudah Hancur

Baca: Mau Lebaran Dana Desa Belum Cair, Ratusan Kades Tak Bisa Gajian Kompak Datangi Kantor Bupati Kerinci

"Tapi kebanyakan mencari ikan, karna memang desa sudah sejak dulu selalu banjir. Banjir ini lah yang membawa berkah, ikan jadi banyak," katanya.

Di Desa Rukam warga mengenal enam bulan kemarau dan 6 bulan musim basah. Dimusim basah ini masyarakat panen raya. Banjir mendatangkan potensi ikan tangkapan dari hutan yang lokasinya di belakang desa.

Ada dua jenis ikan, satu ikan rawang (darat) dan ikan Batanghari ketika banjir meluap.

"Jadi ketika banjir air dak langsung tinggi, naiknya pelan dia merawang masuk ke hutan dan rawa membawa ikan," katanya.

Baca: BERAWAL dari Pasukan yang Diremehkan di Operasi Woyla, Sosok Ini Mencetus Sat-81 Kopassus

Baca: Pasca Lebaran, Bupati Masnah Mutasi Jabatan Eselon II di lingkup Pemkab Muarojambi

Baca: VIDEO: 4 Link Live Streaming & Live Score Persebaya Surabaya vs PSIS Semarang di Indosiar, Malam Ini

"Waktu air datang Lopak, danau gambut menyimpan potensi ikan di alam hidup di ruat danau (lopak) setelah banjir semua yang beranak pinak setelah bertelur keluar. Ini lah musim panen. Bisa sampai 8 bulan," sambung Datuk Syafei.

Ketika musim kering pun kata Datuk Syafei ikan masih bisa ditemukan, bahkan desa lain pun bisa menikmatinya.

Mencari ikan di danau dan lopak serta rawa yang tergenang air. Ikan dari batanghari akan kembali ke sungai setelah bertelur dan menetas.

Pada saat musim kering warga mulai bertani. Meskipun kering air tetap tersedia di lopak, danau sehingga sawah warga tak kering dan bisa menghasilkan.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved