Aksi 22 Mei
Empat Bom Molotov Diamankan Polisi dari Bus Pengangkut Massa Aksi 22 Mei 2019
peserta aksi 22 Mei 2019 membawa bom molotov di mobil, dicegat polisi di jembatan suramadu jawa timur
TRIBUNJAMBI.COM - Polisi mencegat tiga unit mini bus yang mengangkut peserta aksi 22 Mei 2019, dan menemukan bom molotov di bus tersebut.
Tiga unit mini bus itu membawa 54 orang yang bertolak dari Jawa Timur ke Jakarta.
Mereka akan ikut aksi 22 Mei 2019 yang disebut aksi people power atau istilah baru yakni aksi kedaulatan rakyat.
Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Luki Hermawan, menyebut mobil pengakut rombongan aksi 22 Mei 2019 itu diberhentikan polisi di Jembatan Suramadu.
Saat dilakukan pemeriksaan, di bagasi belakang mobil elf hijau nopol M-7250-A, ditemukan empat buah botol bersumbu atau bom molotov.
Saat didekati oleh petugas, botol tersebut ternyata menimbulkan aroma tajam dan menyengat.
"Ini baru saja diperiksa tadi, ada kita lihat benda yang mencurigakan. Lagi didalami oleh tim penyidik," katanya saat meninjau langsung ke lokasi, Senin (20/5/2019).
Dugaan sementara, ungkap Luki, empat botol tersebut merupakan bom molotov.
Baca: Sandiaga Uno Soroti Penangkapan Lieus Sungkharisma Pendukung Prabowo-Sandi di Pilpres 2019
Baca: Jelang 22 Mei, Hasil Pleno KPU Pilpres 2019 di 32 Provinsi Jokowi vs Prabowo, Tersisa 2 Provinsi
Baca: Tersandung Dugaan Makar, Sejumlah Dokumen Disita Polisi dari Apartemen Lieus Sungkharisma
Baca: Sandiaga Uno Tegas, Tolak Ajakan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono
"Barang itu tadi, kalau saya lihat, bau botol yang berbau minyak tanah, semacam bom molotov kita akan dalami ini," lanjutnya.
Luki juga menduga, rombongan tersebut hendak berangkat ke Jakarta.
"Mereka akan rencana ke Jakarta, pimpinan rombongan sedang didalami, nanti silahkan dari minta ke Krimum," tandasnya.
Mobil saat ini diamankan di Halaman Utama Gedung Reskrimum Polda Jatim.
Seluruh penumpang berjenis kelamin laki-laki.
Mereka mengenakan sarung dan setelan busana berwarna putih lengkap dengan pecinya.
Mereka diketahui merupakan rombongan dari kawasan Lenteng, Proppo, Pamekasan.
Potensi Gangguan Keamanan
Kepala Kantor Staf Kepresidenan, Moeldoko, menganjurkan masyarakat tidak datang pada aksi 22 Mei 2019 di depan Kantor KPU.
Menurut Moeldoko, pemerintah banyak mendapatkan informasi mengenai potensi terjadinya gangguan keamanan pada tanggal tersebut.
"Intelijen kita telah menangkap upaya penyelundupan senjata. Orangnya ini sedang diproses," ungkap Moeldoko, Senin (20/5/2019).
"Tujuannya pasti untuk mengacaukan situasi," terang Moeldoko yang ditemui kompas.com di Gedung Bina Graha.
Dia menyebut bisa saja mereka melakukan tembakan di kerumunan akhirnya seolah-olah itu dari TNI-Polri.
"Itulah yang akan menjadi trigger, awalnya situasi menjadi chaos," lanjut dia.
Penegakkan hukum tersebut sekaligus mengonfirmasi informasi yang didapatkan intelijen negara sebelumnya, mengenai potensi terjadinya kerusuhan pada tanggal 22 Mei 2019.
"Keinginan awalnya begitu. Meski kalau dari analisis dari waktu ke waktu, mudah- mudahan situasi ini sudah mereda," ujar Moeldoko.
Moeldoko menegaskan, pemerintah tidak membual atas informasi itu.
Bukan pula untuk menakut-nakuti atau ingin 'menggemboskan' pengerahan massa yang akan dilakukan pada saat KPU menetapkan hasil Pemilu 2019.
Justru, wajib bagi pemerintah untuk memberitahukan informasi mengenai potensi gangguan keamanan yang akan terjadi pada tanggal tersebut.
"Kami memberikan informasi yang sesungguhnya kepada masyarakat supaya masyarakat bisa menilai, bisa menentukan harus bagaimana," ucapnya.
"Jadi, kalau memang menuju ke suatu area tertentu itu membahayakan, jangan datang," lanjut mantan Panglima TNI tersebut.
Baca: Sandiaga Uno Soroti Penangkapan Lieus Sungkharisma Pendukung Prabowo-Sandi di Pilpres 2019
Baca: Jelang 22 Mei, Hasil Pleno KPU Pilpres 2019 di 32 Provinsi Jokowi vs Prabowo, Tersisa 2 Provinsi
Baca: Tersandung Dugaan Makar, Sejumlah Dokumen Disita Polisi dari Apartemen Lieus Sungkharisma
Baca: Sandiaga Uno Tegas, Tolak Ajakan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono
Kedok Tur Jihad
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Eva Kusuma Sundari mengungkapkan, ada tokoh yang sengaja mengumpulkan massa jelang 22 Mei 2019.
Namun, tokoh tersebut tidak bertanggung jawab akan keamanan dan ketertiban, bila massa yang dikumpulkan tersebut onar.
"Upaya mobilisasi ada. Ada tokoh yang memang dengan sengaja melakukan pengumpulan massa, walaupun tokohnya itu tidak bertanggung jawab dalam keamanan," katanya saat dihubungi, Senin (20/5/2019).
Mobilisasi massa yang dilakukan, menurut Eva, dilakukan dengan beragam cara.
Ada yang berkedok tur jihad, ada juga yang melalui media sosial.
"Iya, dari sosmed yang munculkan memang ada mobilisasi. Bahkan tokoh Mbak Titiek aja malah menyuruh untuk datang, jangan khawatir," katanya.
"Modusnya bukan hanya tur jihad. Bahkan yang dari Banten sudah datang jalan kaki. Kemudian dari Surabaya tanpa nama tur jihad," paparnya.
"Itu hanya salah satu modus, tapi mobilisasi memang secara langsung banyak. Bahkan, mobil pribadi jalan untuk menghindari sweeping di terminal dan kereta," sambung Eva.
Oleh karena itu, Eva mengaku mendukung langkah kepolisian yang melakukan sejumlah tindakan menjelang pengumuman hasil Pemilu 2019 pada 22 Mei mendatang.
Kepolisian menindak sejumlah orang karena diduga akan memprovokasi unjuk rasa 22 Mei itu.
"Polisi adalah pihak yang paling expert dalam dua hal. Satu, penegakkan hukum. Dua, mereka menjaga kantibmas," ucapnya.
"Jadi, menurutku dalam dua portofolio itu polisi berhak melakukan apa saja. Dan tentu dia kan ahlinya untuk tahu jangan sampai ada problem ketertiban dan chaos," papar Eva.
Eva mengatakan, harus fair dalam menilai tindakan yang dilakukan kepolisian sekarang ini.
Harus percaya bahwa kepolisian mampu menanggulanginya.
Ia juga mengatakan unjuk rasa 22 Mei tersebut tidak dapat dicegah, namun dapat diminimalisir agar tidak chaos.
Sementara, gerakan massa yang mungkin terjadi pada 22 Mei, disebut bukan bentuk mobilisasi dari pihak tertentu.
Melainkan, murni kesadaran rakyat untuk menjaga pemilu langsung, bersih, jujur, dan adil.
"Itu rakyat yang ingin pemilu jangan sampai curang. Ini rakyat yang bergerak, bukan kita lagi," kata CEO Sekretaris Nasional Prabowo-Sandi M Taufik, di Bawaslu, Jakarta Pusat, Senin (20/5/2019).
Taufik juga menyebut, tidak ada pengerahan massa secara khusus dari Seknas Prabowo-Sandi.
Baca: Sandiaga Uno Soroti Penangkapan Lieus Sungkharisma Pendukung Prabowo-Sandi di Pilpres 2019
Baca: Jelang 22 Mei, Hasil Pleno KPU Pilpres 2019 di 32 Provinsi Jokowi vs Prabowo, Tersisa 2 Provinsi
Baca: Tersandung Dugaan Makar, Sejumlah Dokumen Disita Polisi dari Apartemen Lieus Sungkharisma
Baca: Sandiaga Uno Tegas, Tolak Ajakan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono
(sumber: surya, kompas.com, tribunnews)