ALGOJO Terpidana Mati Dijuluki 'Pangeran Samber Nyawa': Istri Tidak Tahu Suami, si 'Tukang Jagal'

TRIBUNJAMBI.COM - Darshan Singh barangkali layak dijuluki "pangeran samber nyawa". Data berbicara, sejak

Editor: ridwan
Ilustrasi 

Belakangan, setelah ribut-ribut Australia - Singapura mulai reda, kepada sebuah media cetak lokal Singh mengaku, ia dijebak oleh The Australian.

"Mereka datang ke apartemen saya, mengaku sebagai teman baik sahabat saya." ucap lelaki yang tinggal di Marsiling Road, Singapura, ini. Singh bahkan mengaku foto-foto dirinya yang muncul di berbagai media, semuanya diambil tanpa izin.

Ikan lepas dari air

Namun, sebagian besar teman dekat Singh berpendapat, curhat sipir bertubuh tambun di media itu sebenarnya cermin rasa frustrasi sang algojo.

Baca: Terbongkar, Admin Akun Lambe Turah Ternyata Laki-laki! Terungkap Penghasilan & Jumlah Karyawannya

Darshan Singh yang kini tinggal bersama istri kedua dan tiga anak angkat (semuanya sudah dewasa) sudah lama ingin mundur dan menjalani hidup sebagai manusia biasa.

Ia ingin mengubur dalam-dalam masa lalunya. Mengadopsi tembang grup band Seurius, bukan hanya rocker, algojo pun manusia, yang punya rasa dan punya hati.

Tapi setiap kali mengajukan permohonan pensiun, justru pil pahit yang didapat. Pemerintah Singapura sampai saat ini masih kesulitan mencari pengganti yang bermental sekokoh Singh.

Singh bercerita, pihak penjara pernah memintanya melatih dua orang sipir - satu orang Melayu, satu lagi keturunan Cina - yang dianggap layak menggantikannya.

Sayangnya, meski telah berlatih lama di depan tiang gantungan, "Saat harus menarik tuas, tubuh mereka mendadak beku, tak bergerak sama sekali. Padahal, terpidana mati harus segera dieksekusi," jelas Singh.

Baca: Ditinggal Anggota Shalat, Ketua KPPS 4 Teluk Kecimbung Coblos Surat Suara Bersama Saksi & Panwascam

"Saking terpukulnya, satu di antara mereka, yang keturunan Cina, akhirnya mengundurkan diri sebagai sipir," kata Singh, yang sampai saat ini masih memanfaatkan Official Table of Drops bikinan tahun 1913, warisan pengadilan kolonial Inggris.

Berdasarkan angka-angka pada tabel kuno itulah, Singh menentukan panjang tali dan detail teknis lainnya, berdasarkan data tinggi dan berat badan si terpidana mati.

Singh sendiri mulai menjadi sipir sejak Singapura masih bergabung dengan Malaysia, pada pertengahan tahun 1950-an.

Setelah sang guru. Seymour (orang Inggris yang menjadi algojo tiang gantungan sebelumnya) pensiun, Singh langsung ditunjuk sebagai pengganti.

Saat itu ia baru berumur 27 tahun. "Awalnya, saya tertarik karena bonusnya Iumayan gede," ujar Singh, terakhir dibayar AS $ 312 per satu kali eksekusi.

Baca: Terbongkar Sudah, Akibat Video Panas, Reino Barack Putus Hubungan Asmaranya dengan Luna Maya

"Dari Seymour saya tahu, algojo harus mengusahakan datangnya kematian secepat mungkin, agar orang yang kita eksekusi tidak mengalami siksaan. Makanya, hitung-hitungan tinggi dan berat badan terpidana, serta panjang dan kekuatan tali harus tepat betul," tutur pria yang lebih suka mengenakan kaus oblong, celana panjang, sepatu olahraga, dan kaus kaki setinggi lutut ketika melaksanakan eksekusi ini.

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved