Pilpres 2019

Penjelasan Mahfud MD, Bila Real Count KPU Beda dengan Verifikasi C1, Maka Ini yang Terjadi

Mahfud MD menjelaskan hasil yang dianggap sah, dalam penghitungan suara. Bila real count KPU berbeda dengan verifikasi C1, maka ini yang terjadi.

Editor: Duanto AS
(KOMPAS.com / WIJAYA KUSUMA)
Mahfud MD saat akan memasukan surat suara ke kotak suara di TPS di Yogyakarta, Rabu (17/4/2019). 

Mantan Ketua MK Mahfud MD menjelaskan hasil yang dianggap sah, dalam penghitungan suara. Bila real count KPU berbeda dengan verifikasi C1, maka ini yang terjadi.

TRIBUNJAMBI.COM - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, menjelaskan mengenai hasil yang sah atau yang dianggap benar antara hasil real count KPU dengan rekapitulasi surat suara Pilpres 2019.

Hal itu diungkapkannya melalui cuitan di Twitternya, @mohmahfudmd, Minggu (21/4/2019).

Mulanya seorang pengikutnya menanyakan bagaimana keputusan pemenang pilpres, apabila pada hasil real count KPU memiliki hasil yang berbeda dengan verifikasi C1.

"Nah skr begini Prof, misal saja hasil real count KPU yg pake Situng memenangkan salah satu calon.

Baca Juga

 Foto Luna Maya Belum Mandi Bikin Kesengsem, Close Up Hingga Pori-pori Wajah Kelihatan

 Video Viral Warga Ramai-ramai Bakar Pemberian Caleg untuk Masjid

 Setelah Ratusan Tahun Jadi Misteri, Akhinya Sosok Raja Hayam Wuruk dan Gajah Mada Bisa Dilukis

 Kisah Cinta Rien Wartia Trigina (33) dan Andre Taulany (45), Awalnya Seperti Om-om, Akhirnya Nempel

 Siapa Sebenarnya Rien Wartia Trigina? Ini Kisah Cinta dan Postingan IG yang Berbuntut Laporan Polisi

Tapi ternyata pas 22 Mei setelah verifikasi C1 yg tercopy 6x itu, mayoritas memenangkan calon yg lain, bisa gak tuh Prof?," tanya @wisanggenisena.

Menjawabi hal itu lantas Mahfud MD mengatakan hasil suara yang dimenangkan adalah hasil hitung manual dengan form C1.

Yang mana hasil hitung tersebut akan dilaksanakan pada 25 April-22 Mei 2019.

Dan siap di publikasikan pada 22 Mei 2019.

"Yang dimenangkan adalah verifikasi atau hasil hitung manual dgn form C1 yg berbentuk kertas dan dihitung bersama tgl 22 Mei itu."

Sedangkan untuk syarat memenangkan pilpres 2019, kali ini, tiga pakar hukum memiliki perbedaan pendapat.

Mahfud MD

Melalui cuitan di Twitternya, @mohmahfudmd, Minggu (21/4/2019), Mahfud merujuk kepada Undang-undang Dasar 1945 dan Undang-undang.

Yakni pemenang pilpres adalah mereka yang berhasil mendapatkan suara 50 persen + satu (51).

Selain itu, minimal mendapatkan 20 persen di setiap provinsi yang kalah, dalam jumlah total keseluruhan provinsi.

"Bunyi UUD dan UU yg sekarang sama: Pemenang Pilpres adl yg mendapat suara 50% + 1 dan minimal 20% di lebih dari separo jumlah provinsi (artinya: mendapat suara mininal 20% di 18 provinsi).

Kalau kurang dari itu, barulah pemilu diulang," tulis @mohmahfudmd.

Sehingga Jokowi-Ma'ruf atau Prabowo-Sandiaga harus meraup suara lebih dari 51 persen, dan memenuhi syarat lainnya yaitu memenangkan suara di 1/2 jumlah provinsi alias 17 provinsi.

Dan pada 17 provinsi yang kalah suara, setidaknya memiliki minimal 20 persen suara untuk memenangkan Pilpres.

Refly Harun

Pakar Hukum dan Tata Negara, Refly Harun memiliki perbedaan pendapat.

Hal itu disampaikan Refly Harun melalui akun Twitter miliknya, @Reflyharun, Sabtu (20/4/2019).

Menurutnya, apabila jumlah kontestan hanya dua paslon, maka pengambilan syarat tidak melihat dari persebaran suara.

Sehingga siapa yang mendapatkan jumlah suara terbanyak makan menang.

Ia pun menulis hal itu berdasarkan putusan MK.

"Kalau jumlah pasangannya cuma dua, tidak dibutuhkan syarat persentase dan persebaran suara. Siapa yang mendapatkan suara yang terbanyak, dia yang menjadi calon terpilih. Putusan MK 3 Juli 2014," tulisnya.

Keputusan Mahkamah Konstitusi Tahun 2014 dengan nomor putusan 50/PUU-XII/2014, disampaikan, "bahwa pasangan calon presiden hanya 2, maka yang berlaku adalah suara terbanyak, tanpa melihat sebaran pemilih lagi".

Putusan MK ini pernah dipakai di Pilpres 2014.

Yusril Ihza Mahendra

Senada dengan Refly Harun, Pakar hukum tata negara dan juga Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra juga sepakat dengan peraturan MK.

Yusril tetap mengacu pada putusan MK, yang memutusakn jika hanya dua paslon maka tidak perlu melihat persebaran suara.

"Jangan lupa masalah itu sudah diputus MK tahun 2014. MK memutuskan kalau pasangan capres hanya dua, maka yang berlaku adalah suara terbanyak, tanpa memperhatikan sebaran pemilih lagi," kata Yusril di Jakarta, Sabtu (20/4/2019), seperti yang dikutip TribunWow.com dari TribunJatim.com, Minggu (21/4/2019).

"Kalau ada lebih dari dua pasangan, maka jika belum ada salah satu pasangan yang memperoleh suara seperti ketentuan di pasal 6 UUD 1945, maka pasangan tersebut belum otomatis menang. Maka ada putaran kedua," jelasnya. (TribunWow.com/ Roifah Dzatu Azmah)

Artikel ini telah tayang di Tribunwow.com dengan judul "Soal Kemungkinan Beda Hasil Real Count KPU dengan Rekapitulasi C1, Mahfud MD Beberkan Hasil yang Sah"

Subscribe Youtube

 Kopassus, Kopaska dan Denjaka Bergabung, Perompak Somalia Dihabisi di Garis Pantai, Sukses Besar

 Manra Lihat Istri Ternyata Main Kuda-kudaan dengan Tetangga, Suami Lagi di Acara Pernikahan

 Ibu Dosen Sajikan Racun Tikus untuk Sang Kekasih, Politikus Golkar Tewas di Pinggir Jalan Raya

 Ranty Maria Ngaku Punya Rahasia Cinta Segitiga, Dua Orang Pria Ini yang Terkait

Sumber: TribunWow.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved