Terpaksa Gunakan Kekerasan, Kisah Kopassus Berjuang Lawan Orang Sakti Kebal Peluru dan Senjata Tajam
Satu di antaranya adalah perburuan terhadap mereka yang dianggap sebagai anggota maupun simpatisan PKI.
Terpaksa Gunakan Kekerasan, Kisah Kopassus Berjuang Lawan Orang Sakti yang Kebal Peluru dan Senjata Tajam
TRIBUNJAMBI.COM - Banyak kisah yang bisa diceritakan tentang kehebatan Kopassus Tentara Nasional Indonesia (TNI) kita.
Termasuk saat Kopassus harus berhadapan dengan Dukun PKI yang terkenal kebal peluru dan senjata tajam.
Dikutip dari buku "Sintong Panjaitan, Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando" karya Hendro Subroto, Kopassus terpaksa menggunakan cara kekerasan untuk menghentikan dukun PKI itu
Seperti diketahui, berkobarnya tragedi G30S/PKI yang menculik para jenderal pada 30 September 1965, memang berbuntut panjang.
Satu di antaranya adalah perburuan terhadap mereka yang dianggap sebagai anggota maupun simpatisan PKI.
Perburuan dan penangkapan itu dilakukan di sejumlah daerah di Indonesia yang diduga sebagai basis PKI.
Baca: Heboh Pernyataan Sikap AHY, Diprediksi Agus Harimurti Akan Bertarung dengan Prabowo di Pilpres 2024
Baca: Kandungan Merkuri di Danau Kerinci Melebihi Baku Mutu, DLH Jambi Jadwalkan Uji Ulang Triwulan III

Saat itu pada tahun 1967, perburuan terhadap simpatisan dan anggota PKI dilakukan di kawasan yang terletak antara Cepu dan Ngawi.
Kopassus hendak menumpas simpatisan PKI yang bernama Mulyono Surodihadjo alias Mbah Suro
Mbah Suro merupakan seorang mantan lurah yang dibebastugaskan akibat kesalahannya sendiri.
Setelah lengser sebagai lurah, Mbah Suro membuka praktik sebagai dukun yang mengobati orang sakit.
Namun, belakangan beredar kabar kalau Mbah Suro juga dikenal sebagai dukun kebal, hingga ia disebut sebagai Mbah Suro atau Pendito Gunung Kendheng.
Pergantian nama baru menjadi Mbah Suro juga diikuti dengan perubahan penampilannya seperti memelihara kumis tebal, dan rambut panjang.
Mbah Suro melakukan berbagai kegiatan yang berbau klenik, dan menyebarkan kepercayaan Djawa Dipa.
Mbah Suro juga sering memberi jampi-jampi atau mantra dan air kekebalan kepada para muridnya.
Banyak pengikutnya yang percaya, diri mereka telah menjadi kebal terhadap senjata tajam, dan senjata api.
Melihat Mbah Suro telah ditunggangi oleh PKI, panglima Kodam VII/Diponegoro memerintahkan untuk menutup padepokan tersebut.
Menurut Hendro, penutupan itu terpaksa dilakukan melalui jalan kekerasan.
"Pangdam terpaksa memerintahkan agar penutupan dilakukan dengan jalan kekerasan, karena segala upaya jalan damai yang ditempuh telah menemui jalan buntu," tulis Hendro dalam bukunya
Akhirnya, Kodam VII/ Diponegoro beserta satu Kompi RPKAD (Sekarang Kopassus) di bawah pimpinan Feisal Tanjung menyerbu padepokan Mbah Suro.
Mbah Suro pun berhasil ditaklukkan dalam penyerbuan itu.
Sukitman, Polisi yang Selamat dari Tragedi G30S/PKI
Sukitman, seorang polisi yang menjadi saksi hidup ketika para jenderal dibunuh secara sadis dalam tragedi pemberontakan PKI pada 30 September 1965 atau dikenal dengan G30S/PKI
G30S/PKI menjadi salah satu tragedi sejarah kelam bangsa Indonesia.
Lubang Buaya menjadi saksi bisu kekejaman para pemberontak G30S/PKI saat menghabisi para pahlawan revolusi.
Baca: Tutup Pemungutan Suara ketika WNI ada yang Belum Mencoblos Berbuntut Panjang, Bakal Datangi KJRI
Baca: Ngaku Sayang, Pelaku Mutilasi Budi Ungkap Korban Kalap Gara-gara Tak Dibayar Usai Intim
Di sanalah, jasad para pahlawan revolusi dimasukan ke dalam sebuah sumur setelah sebelumnya disiksa dan dibunuh oleh PKI
Dalam sebuah video wawancara yang diunggah oleh channel Youtube Subdisjianhubmas Pusjarah TNI, Sukitman menceritakan secara jelas kronologi peristiwa mengerikan itu.

Saat itu 1 Oktober 1965, sekitar pukul 03.00 WIB, Sukitman bersama rekannya sedang berjaga dan patroli malam.
Dengan menggunakan sepeda dan menenteng senjata, Sukitman berpatroli di Seksi Vm Kebayoran Baru (sekarang Kores 704) yang berlokasi di Wisma AURI di Jl. Iskandarsyah, Jakarta, bersama Sutarso yang berpangkat sama, yakni Agen Polisi Dua.
"Waktu itu polisi naik sepeda. Sedangkan untuk melakukan patroli, kadang-kadang kami cukup dengan berjalan kaki saja, karena radius yang harus dikuasai adalah sekitar 200 meter” kata Sukitman dalam wawancara.
Saat itu, Sukitman mendengar seperti suara tembakan yang cukup kencang.
Ia pun berinisiatif untuk menuju sumber suara itu.
Ternyata suara itu berasal dari rumah Jenderal D.I. Panjaitan yang terletak di Jln. Sultan Hasanudin.
Di situ sudah banyak pasukan bergerombol.
Belum sempat tahu apa yang terjadi di situ, tiba-tiba Sukitman dikejutkan oleh teriakan tentara berseragam loreng dan berbaret merah yang berusaha mencegatnya.
"Turun! Lempar senjata dan angkat tangan!"
Sukitman, yang waktu itu baru berusia 22 tahun, kaget dan lemas.
Sukitman segera turun dari sepeda dan melemparkan senjata lalu angkat tangan.
Dalam kondisi ditodong senjata dan tangannya diikat, lalu Sukitman dimasukkan ke dalam mobil.
"Saya didorong dilemparkan ke dalam mobil, tepatnya disamping supir di bawah kabin," ungkapnya.
Selama dibawa beberapa menit perjalanan, Sukitman masih ingat arah jalan mana ia dibawa.
Baca: KETAHUAN Suami Selingkuh dengan Janda, Istri Balas Jual Suaminya: Siasat yang Konyol dan Lucu
Baca: Hasil Drawing Piala Indonesia Babak 8 Besar, Bhayangkara FC vs PSM Makassar Menuju Semifinal
Mobil itu bergerak ke Jalan Wolter Mongisidi hingga ke arah Mampang, setelah itu Sukitman tak ingat lagi.
Hari sudah mulai pagi, dan samar-samar suasana di sekelilingnya agak terlihat.
Sukitman dibawa ke sebuah tempat yang tidak ia kenali
Pada waktu itu, Sukitman selewat mendengar ucapan "Yani wis dipateni (yani sudah dibunuh)"
Tak lama kemudian seorang tentara yang menghampiri Sukitman dan segera menyeretnya ke dalam tenda.
Tentara tersebut segera melapor kepada atasannya, "Pengawal Jenderal Panjaitan ditawan."
Tentara itu menyangka kalau Sukitman adalah pengawal jendral Panjaitan.
Meskipun waktu itu masih remang-remang, di dalam tenda Sukitman sempat mengamati keadaan sekelilingnya.
Sukitman melihat beberapa orang dalam kondisi terikat, lalu didudukkan di kursi.
Sukitman juga melihat ada beberapa lainnya yang tergeletak di bawah dengan kondisi berlumuran darah.
Lalu Sukitman dibawa keluar tenda dan didorong ke arah teras rumah.

Di teras rumah itu, Sukitman melihat ada papan tulis dan bangku-bangku sekolah tertata rapi.
Sukitman bisa melihat dengan jelas sekelompok orang mengerumuni sebuah sumur sambil berteriak, "Ganyang kabir, ganyang kabir!"
Baca: Kronologi Pak Guru Budi Tewas dan Dimutilasi Pacar Gay, Gara-gara Usai Intim Tak Dibayar
Baca: Cek Nama di Daftar DPT, Caranya Klik lindungihakpilihmu.kpu.go.id Masukkan Nama dan NIK di KTP
Ke dalam sumur itu dimasukkan tubuh manusia yang dibawa entah dari mana, kemudian langsung disusul oleh berondongan peluru.
"Istilah itu kabir maksudnya kapitalis birokrat," terang Sukitman.
Sukitman sempat melihat seorang tawanan dalam keadaan masih hidup dengan pangkat bintang dua di pundaknya, mampir sejenak di tempatnya ditawan.
"Setelah tutup matanya dibuka dan ikatannya dibebaskan, dengan todongan senjata, sandera itu dipaksa untuk menandatangani sesuatu. Tapi kelihatannya ia menolak dan memberontak. Orang itu diikat kembali, matanya ditutup lagi, dan diseret dan langsung dilemparkan ke dalam sumur yang dikelilingi manusia haus darah itu dalam posisi kepala di bawah," tuturnya.
Dengan perasaan takut dan tak karuan, Sukitman menyaksikan para pahlawan revolusi itu diberondong peluru hingga dimasukkan ke dalam sumur.
Sampai ketika orang-orang itu mengangkuti sampah untuk menutupi sumur tempat memasukkan para korbannya.
Dengan cara itu diharapkan perbuatan kejam mereka sulit dilacak.
Di atas sumur itu kemudian ditancapkan pohon pisang.
"Setiap habis memberondongkan pelurunya, jika akan membersihkan senjatanya, para pembunuh yang menamakan dirinya sukarelawan dan sukarelawati itu pasti melewati tempat saya ditawan," tambahnya.
Belakangan ia mengetahui kalau sukarelawan itu adalah pemuda Rakyat dan sukarelawati itu adalah Gerwani.
"Namun mereka bersenjata lengkap melebihi ABRI waktu itu," tuturnya.
Baca: AYAH Cabuli 5 Putri Kandungnya 10 Tahun, Ada yang Hamil: Istri Bongkar Tabiat Aneh Suami
Baca: Mobil Jaksa Kejari Tebo Jadi Korban Aksi Pecah Kaca, Laptop dan SK juga Uang Raib
Dengan demikian Sukitman bisa melihat dengan jelas siapa-siapa saja yang terlibat peristiwa yang meminta korban nyawa 7 Pahlawan Revolusi.
Ia pun sempat melihat Letkol Untung, yang mengepalai kejadian kelam dalam sejarah militer di Indonesia itu.
Berikut videonya lengkap penuturan Sukitman yang menjadi saksi sejarah kekejaman G30S/PKI. (*)

Artikel ini telah tayang di tribun-bali.com dengan judul Detik-detik Kopassus Tangkap Mbah Suro, Dukun PKI Kebal Senjata Api, Akhirnya Seperti Ini, http://bali.tribunnews.com/2019/04/13/detik-detik-kopassus-tangkap-mbah-suro-dukun-pki-kebal-senjata-api-akhirnya-seperti-ini?page=all.
Editor: Eviera Paramita Sandi