Kopassus Pernah Menyamar sebagai Pengawal Presiden Filipina Pakai Baju Adat Barong Tagalog
Tapi nasib sial menghampiri Ninoy Aquino. Belum juga keluar dari bandara di Manila, ia sudah ditembak mati oleh sniper anak buah Jenderal Fabian Ver
Tapi Corzaon juga menghadapi berbagai ancaman kudeta tapi tak pernah berhasil.
Pemerintahan Corazon juga dirundung berbagai macam pemberontakan, jadi pemerintah melawan dua hal langsung yaki kudeta dan pemberontakan separatis.
Tahun 1987 Filipina ketiban giliran menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-3.
Dalam KTT itu pemimpin-pemimpin negara di Asia Tenggara akan bertemu di Manila.
Namun keadaan keamanan Filipina yang tak menentu dan rawan membuat para pemimpin ASEAN enggan menghadiri pertemuan tersebut dengan alasan keselamatan.
Indonesia sebagai 'tetua' ASEAN yang melihat hal ini kemudian mengambil inisiatif.

Maka bertolaklah gugus tugas TNI ke Filipina, dari TNI AL dikerahkan fregat KRI Zakarias Yohannes-332 dan KRI Sorong-911.
Marinir juga tak mau ketinggalan, dua batalion disiagakan di Teluk Manila dan siap siaga melancarkan operasi pendaratan amfibi memasuki Manila jika diperintahkan.
TNI AU menyiagakan jet tempur A-4 Skyhawk bermuatan bom Mk.82 untuk berjaga-jaga membom para pengacau jika menganggu jalannya KTT.
Satuan ini juga mempersiapkan ambulans udara dadakan di perut pesawat angkut C-130 Hercules untuk pertolongan medis sewaktu-waktu.
Dari TNI AD, dua pekan sebelum KTT berlangsung satu tim dari Kopassus tiba di Filipina.
Tim Kopassus itu awalnya bertugas melatih para pengawal presiden Filipina.
Meski sudah menjalani pelatihan singkat namun performa dan kemampuan para pengawal presiden Filipina dinilai kurang mumpuni.
Mau tak mau tim Kopassus harus diterjunkan langsung untuk memberikan pengawalan ketat kepada Corazon Aquino.
Walhasil tim Kopassus ini menyamar menjadi Paspampres Filipina dengan mengenakan pakaian tradisional Barong Tagalog.