OC Kaligis Ajukan PK Kedua, Alasannya Karena Artidjo Alkostar Pensiun, hingga Tanggapan ICW
Otto Cornelis Kaligis alias OC Kaligis mengungkapkan alasan mengapa mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung.
OC Kaligis Ajukan PK Kedua, Alasannya Karena Artidjo Alkostar Pensiun, hingga Tanggapan ICW
TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA - Otto Cornelis Kaligis alias OC Kaligis mengungkapkan alasan mengapa mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung.
Menurut dia, upaya PK kedua tersebut diajukan karena sudah tidak ada Artidjo Alkostar, mantan hakim agung.
"Sekarang sudah tidak ada," kata OC Kaligis, ditemui di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (25/3/2019).
Baca: Hanya Pisau Komando Kopassus, Hendropriyono Bikin Petinggi Kelompok PGRS Berdarah-darah
Baca: CERITA Pilu Seorang Ibu Ingin Anaknya Disuntik Mati, di Luar Dugaan Ternyata Ini Alasannya
Baca: 27 Rajab Isra Miraj, Begini Shalat yang Dilakukan Nabi Muhammad SAW Sebelum Turun Perintah 5 Waktu
Dia menilai, putusan Artidjo Alkostar tidak mengacu pada fakta hukum.
"Artidjo tidak pernah mau melihat fakta hukum dan artinya mengenai undang-undang yang berlaku, dia enggak pernah. Jadi sekarang banyak PK yang turun setelah, pak Artidjo putusanya amburadul nih," kata dia.
Para ahli hukum, kata dia, juga sudah menyoroti mengenai putusan Artidjo.

"Bukan cuma saya yang katakan, Ketua MK, Hamdan Zulva mengatakan ada 17 putusan Artidjo yang mesti di eksaminasi, Yusril juga mengatakan demikian, semua ahli mengatakan putusan Artidjo tidak punya kualitas hukum, itu saja," tambahnya.
Sebelumnya, Otto Cornelis Kaligis alias OC Kaligis mengajukan upaya hukum peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA), pada Senin (25/3/2019). PK dilayangkan melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Terpidana kasus suap majelis hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan itu mengajukan PK, karena ingin bebas dari jeratan hukum.
Ini merupakan upaya pengajuan PK kedua.
Baca: Review Gadget - Dijual Seharga Rp 1,7 Juta & Rp 2 Jutaan Spesifikasi Samsung Galaxy A10 & Galaxy A20
Baca: Tes Kepribadian, Dari Foto Profil di Medsos Bisa Cerminkan Seseorang, Coba Sekarang Apakah Sesuai!
MA menerima PK yang diajukan sehingga memotong pidana penjara yang semula 10 tahun menjadi 7 tahun.
Pertimbangan PK itu dikabulkan karena OC Kaligis dinilai sudah berusia lanjut.
Namun, dia menilai, putusan PK pertama dijatuhkan MA belum memenuhi harapan.
"Saya mencari keadilan, harapannya dapat bebas," kata OC Kaligis ditemui di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (25/3/2019).
Seharusnya, kata dia, vonis PK pertama dengan Nomor 176/2017 OC Kaligis dihukum sama seperti pelaku utama yakni Muhammad Yagari Bhastara alias Gary yang dijatuhkan hukuman dua tahun penjara.
"Sesuai fakta persidangan, saya sama sekali tak berperan di pemberian uang THR. Perkara ini bukan perkara suap, karena diberikan advokat Gary setelah ada putusan PTUN Medan," tambahnya.
Untuk diketahui, OC Kaligis diproses hukum atas perbuatan menyuap majelis hakim dan panitera PTUN di Medan sebesar 27.000 dollar AS dan 5.000 dollar Singapura.
Uang itu didapat OC Kaligis dari istri mantan Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho, Evy Susanti, yang ingin suaminya aman dari penyelidikan oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara.
Evy memberikan uang sebesar 30.000 dollar AS kepada OC Kaligis untuk diserahkan kepada hakim dan panitera PTUN Medan.

ICW Duga 21 Terpidana Korupsi Ajukan PK Karena Hakim Agung Artidjo Alkostar Pensiun
Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat sekurangnya ada 26 narapidana korupsi tengah mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung sejak 9 Maret 2018 sampai 13 Desember 2018.
Dari 26 narapidana korupsi tersebut ada 21 narapidana korupsi yang mengajukan PK setelah Hakim Agung Artidjo Alkostar pensiun pada Selasa (22/5/2018).
Mereka antara lain Mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari, Mantan Menteri Agama Surya Dharma Ali, Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Alam Jero Wacik, Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar, Anggota DPR RI Dewie Yasin Limpo, dan sejumlah orang lainnya dari berbagai latar belakang.
"Hampir keseluruhan narapidana yang mengajukan PK tersebut justru mendaftarkan permohonannya sesaat setelah Hakim Artidjo purna tugas per tanggal 22 Mei 2018. Tercatat ada 21 narapidana," kata Kurnia di Kantor ICW, Kalibata Jakarta Selatan pada Rabu (13/3/2019).
Ia mengatakan, rekam jejak Artidjo terkait penanganan kasus korupsi perlu diapresiasi.
ICW mencatat, sejak 2009 sampai 2018 ada Artidjo telah menyidangkan 842 pelaku korupsi dengan mayoritas putusan tergolong sangat berat.
Selain itu Artidjo juga telah menolak 10 permohonan PK narapidana korupsi.
"Atas dasar itu maka menjadi mudah membangun teori kausalitas atas tindakan narapidana yang sedang mengajukan PK saat ini," kata Kurnia.
Meski Kurnia menyadari bahawa PK memang hak narapidana yang dijamin oleh undang-undang, namun ia mengatakan di sisi lain PK juga dimanfaatkan oleh pelaku korupsi sebagai jalan pintas agar terbebas dari jerat hukum.
"Data ICW menyebutkan bahwa sejak tahun 2007 sampai tahun 2018 ada 101 narapidana yang dibebaskan, 5 putusan lepas, dan 14 dihukum lebih ringan daripada tingkat pengadilan pada fase Peninjauan Kembali," kata Kurnia. (Tribunnews)