DUNIA Geger, 3 Menit Kopassus Habisi Pembajak DC-9 Woyla: Benny Moerdani Sempat Siapkan 17 Peti Mati

TRIBUNJAMBI.COM --Pada Sabtu 28 Maret 1981 pesawat Garuda GA-206 `Woyla' rute penerbangan

Editor: ridwan
Kolase/Kompas.com
Korban Pesawat Woyla dan Kopassus 

TRIBUNJAMBI.COM --Pesawat Garuda GA-206 `Woyla' rute penerbangan Jakarta-Medan setelah transit di Palembang dibajak oleh 5 orang menamakan diri Komando Jihad, pada Sabtu 28 Maret 1981 .

Pesawat yang dipiloti oleh Herman Rante itu kemudian dipaksa mengalihkan penerbangan ke Colombo, Srilanka.

Tapi Herman menjelaskan bahwa bahar bakar pesawat tidak cukup dan akhirnya pesawat mendarat di Penang, lalu menuju Bandara Don Muang, Bangkok.

Pembajak menuntut pemerintah Indonesia membebaskan 80 anggota Komando Jihad yang dipenjara karena beberapa kasus.

Baca: VIRAL 6 Guru Foto Pose Dua Jari Sambil Pegang Stiker Prabowo-Sandi, Akhirnya Dipecat

Antara lain penyerangan Mapolsek Pasir Kaliki, Teror Warman di Raja Paloh dan aksi lainnya sepanjang 1978-1980. Selain itu, mereka juga meminta uang USD 1,5 juta (sekitar Rp 20 milliar saat ini).

Presiden Soeharto kemudian menjawab tuntutan itu dengan aksi militer dipimpin oleh Asintel Panglima ABRI Mayjen Benny Moerdani.

Tapi dalam keterangannya Benny menjelaskan bahwa operasi militer keberhasilannya adalah 50:50.

Artinya operasi bisa berhasil tapi akan ada jatuh korban yang banyak mengingat semua pembajak bersenjata api dan ada yang memegang granat.

Baca: Nonton Live Streaming Belgia vs Rusia di Kualifikasi Piala Eropa 2020 (EURO 2020), Pukul 02.45 WIB

Pasalnya jika sampai granat meledak dalam pesawat, korban yang jatuh akan banyak.

Lagipula saat itu seluruh kekuatan pasukan ABRI sedang menggelar latihan gabungan di Ambon. Begitu juga dengan para prajurit Kopasandha (Kopassus).

Para pasukan Kopassus yang sudah mendapatkan latihan antiteror juga sedang mengikuti Latgab di Ambon.

Sedangkan perwira paling senior di Markas Baret Merah di Jakarta tinggal Letkol Sintong Panjaitan.

Perwira menengah tersebut tak ikut ke Ambon karena kakinya sedang patah saat mengikuti latihan terjun payung. Untuk berjalan saja, Sintong harus dibantu tongkat.

Baca: Tiga Minggu Mazlan yang Hilang di Hutan Kerinci Tak Juga Ditemukan, Keluarga Terus Lakukan Pencarian

Tapi Sintong tetap harus memimpin operasi pembebasan sandera itu.

Uniknya, Sintong akhirnya memaksakan diri berjalan tanpa tongkat begitu Komandan Kopasandha Brigjen Yogie S Memet memerintahkannya memimpin operasi.

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved