Badai Matahari
Badai Matahari Berdampak Negatif Bagi Manusia, Tapi Tidak Seburuk di Tayangan Film Fiksi Ilmiah
Peristiwa badai matahari yang diprediksi terjadi Jumat 15 Maret 2019 memiliki dampak negatif bagi manusia
Penulis: Suang Sitanggang | Editor: Suang Sitanggang
TRIBUNJAMBI.COM - Peristiwa badai matahari yang diprediksi terjadi Jumat 15 Maret 2019 memiliki dampak negatif bagi manusia, tapi tidak sampai seburuk yang ada dalam film fiksi ilmiah badai raksasa matahari.
Hal itu diungkapkan Dosen Astronomi ITB, Ferry Simatupang, dalam tulisan yang dikutip Tribun dari laman Wikipedia.
Ferry Simatupang menyebut, saat terjadi badai matahari, partikel-partikel energetik menghasilkan aurora yang indah, yang bisa di amati di lintang tinggi.
Baca: Badai Matahari Diprediksi Terjadi Besok, Dosen ITB Dhani Herdiwijaya Ungkap Dampak Bagi Manusia
Baca: Gara-gara Gaptek, Tak Satupun Anggota DPRD Kerinci Lapor LHKPN
Baca: Ogah Ribet dan Pusing, Prajurit TNI Lebih Nyaman Pakai Bahasa Jawa Ketika Bahas Teknis Senjata AK-47
Namun dibalik keindahan itu, bisa memberikan dampak yang relatif lebih besar dan lebih berbahaya bagi manusia.
Dampak yang dimaksud antara lain terjadinya gangguan pada jaringan listrik karena transformator dalam jaringan listrik akan mengalami kelebihan muatan.
Bisa juga terjadi gangguan telekomunikasi dan kerusakan satelit, bahkan dan menyebabkan korosi pada jaringan pipa bawah tanah.
Peristiwa gangguan besar yang disebabkan badai matahari, tulis Ferry Simatupang, yang paling terkenal ialah peristiwa tahun 1859.
Peristiwa itu dikenal dengan nama Carrington Event. Saat itu, jaringan komunikasi telegraf masih relatif baru tapi sudah luas digunakan.
Pada saat terjadi terjadi badai matahari tahun 1859, jaringan telegraf seluruh Amerika dan Eropa mati total.
Aurora yang biasanya hanya bisa diamati di lintang tinggi, saat itu bahkan bisa diamati sampai di equator.
Berdasarkan pengetahuan saat ini, badai matahari hanya akan memberikan ancaman bahaya yang rendah.
Solar flare dan CME yang terjadi di matahari, tidak akan cukup untuk menyebabkan peristiwa seperti yang digambarkan dalam beberapa film yang beredar belakangan ini.
Beberapa bintang yang diamati memang menunjukkan adanya peristiwa yang dikenal dengan istilah superflare, yaitu flare seperti yang kita amati di Matahari tapi dengan intensitas yang jauh lebih besar.
Baca: Badai Matahari Diprediksi Terjadi Besok, Dosen ITB Dhani Herdiwijaya Ungkap Dampak Bagi Manusia
Baca: Gara-gara Gaptek, Tak Satupun Anggota DPRD Kerinci Lapor LHKPN
Baca: Ogah Ribet dan Pusing, Prajurit TNI Lebih Nyaman Pakai Bahasa Jawa Ketika Bahas Teknis Senjata AK-47
Tapi peristiwa serupa diduga bukan peristiwa yang umum dan diragukan bakal terjadi pada Matahari kita, setidaknya saat ini.
Memang peristiwa solar flare dan CME belum bisa diprediksi dengan baik untuk saat ini.
Setidaknya untuk saat ini, kita bisa mengatakan dengan cukup yakin bahwa yang digambarkan dalam film-film fiksi ilmiah tentang badai raksasa matahari, tidak akan terjadi dalam waktu dekat.
Mengenal Badai Matahari
Ferry Simatupang merupakan pengajar di Program Studi Astronomi ITB, dengan latar belakang Kosmologi, Galaksi, dan Astronomi Dasar.
Ia juga menggemari hal-hal terkait UFO dan metafisika, serta penggemar berat komik amerika dan penikmat film.
Ferry Simatupang menyebut, badai matahari merupakan kejadian dimana aktivitas matahari berinteraksi dengan medan magnetik bumi.
Dijelaskannya, badai matahari ini berkaitan langsung dengan peristiwa solar flare dan CME.
Kedua hal itulah yang menyebabkan terjadinya badai matahari.
Solar flare adalah ledakan di matahari akibat terbukanya salah satu kumparan medan magnet permukaan Matahari.
Ledakan ini melepaskan partikel berenergi tinggi dan radiasi elektromagnetik pada panjang gelombang sinar-x dan sinar gamma.
Partikel berenergi tinggi yang dilepaskan peristiwa solar flare, jika mengarah ke bumi, akan mencapai Bumi dalam waktu 1-2 hari.
Sedangkan radiasi elektromagnetik energi tingginya, akan mencapai Bumi dalam waktu hanya sekitar 8 menit.
CME merupakan pelepasan material dari korona yang teramati sebagai letupan yang menyembur dari permukaan Matahari.
Baca: Badai Matahari Diprediksi Terjadi Besok, Dosen ITB Dhani Herdiwijaya Ungkap Dampak Bagi Manusia
Baca: Gara-gara Gaptek, Tak Satupun Anggota DPRD Kerinci Lapor LHKPN
Baca: Ogah Ribet dan Pusing, Prajurit TNI Lebih Nyaman Pakai Bahasa Jawa Ketika Bahas Teknis Senjata AK-47
Dalam semburan material korona ini, sekitar 2×1011 – 4×1013 kilogram material dilontarkan dengan energi sebesar 1022 – 6×1024 joule.
Material ini dilontarkan dengan kecepatan mulai dari 20 km/s sampai 2000 km/s, dengan rata-rata kecepatan 350 km/s.
Untuk mencapai Bumi, dibutuhkan waktu 1-3 hari.
Matahari memiliki siklus keaktifan dengan periode sekitar 11 tahun.
Siklus keaktifan ini berkaitan dengan pembalikan kutub magnetik di permukaan Matahari.
Keaktifan Matahari ini bisa dilihat dari jumlah bintik matahari yang teramati.
Saat keaktifan Matahari mencapai maksimum, kita akan mengamati bintik matahari dalam jumlah paling banyak di permukaan Matahari.
Pada saat keaktifan Matahari mencapai maksimum inilah, angin matahari lebih kencang dari biasanya dan partikel-partikel yang dipancarkan juga lebih energetik.
Peristiwa solar flare dan CME dalam skala besar juga lebih dimungkinkan untuk terjadi.
Dengan kata lain, saat keaktifan Matahari mencapai maksimum, bumi akan lebih banyak dipapar dengan partikel-partikel bermuatan tinggi (lebih tinggi dari biasanya) dan radiasi elektromagnetik energi tinggi.
Dhani Herdiwijaya Bahas di ITB
Masyarakat sedang penasaran dengan badai matahari yang diprediksi akan terjadi pada Jumat 15 Maret 2019, sebagaimana peringatan dari Met Office, instansi yang memberi layanan cuaca di Inggris.
Disebutkan, bahwa dampak dari badai matahari bisa melumpuhkan sinyal ponsel, tangkapan TV digital, akurasi GPS, dan yang lainnya.
Beberapa hari sebelum prediksi badai matahari itu terjadi, Dr Dhani Herdiwijaya MSc dalam kuliah umum Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Bandung (ITB) juga membahas soal badai matahari.
Kuliah umum itu diadakan di Auditorium CC Timur ITB, Kampus Ganesha, dilansir Tribun Jambi dari laman webstite ITB.
Pada laman ITM dituliskan, Dhani Herdiwijaya menyampaikan kuliah umum dengan judul "Cuaca Antariksa dan Dampaknya terhadap Teknologi dan Kesehatan".
Ia menyampaikan materi itu seiring kemajuan teknologi dan rasa penasaran manusia yang amat tinggi, dan penelitian mengenai iklim dan cuaca di antariksa sudah banyak dilakukan.
Menurut Dhani Herdiwijaya, sejarah mencatat pernah terjadi peristiwa besar yang sangat merugikan ketika badai matahari terjadi di antariksa.
"Ini terjadi di Inggris, listrik dan telekomunikasi terputus, saat itu mereka masih bingung penyebabnya," ungkap Dhani Herdiwijaya.
"Tetapi akhirnya sadar bahwa sebabnya bukan berasal dari bumi melainkan di luar bumi, yaitu badai matahari," katanya.
Peristiwa tersebut memiliki dampak luas. Hal itulah yang mengawali keseriusan manusia dalam memahami cuaca di antariksa. (dikutip dari berbagai sumber)
Baca: Badai Matahari Diprediksi Terjadi Besok, Dosen ITB Dhani Herdiwijaya Ungkap Dampak Bagi Manusia
Baca: Gara-gara Gaptek, Tak Satupun Anggota DPRD Kerinci Lapor LHKPN
Baca: Ogah Ribet dan Pusing, Prajurit TNI Lebih Nyaman Pakai Bahasa Jawa Ketika Bahas Teknis Senjata AK-47