Ajudan Paparkan Soekarno Dikibuli Soeharto Pakai Supersemar, Ini Frasa yang Bikin 'Kecolongan'
Setelah 53 tahun berlalu, Supersemar masih menyimpan banyak misteri. Masih ada kontroversi dari sisi teks. Kalimat ini yang bikin kecolongan.
"Para loyalis ini tidak tega melihat Bung Karno. Lebih baik mati bersama-sama. Sangat berisiko, tapi mereka die hard semua," ungkap Sidarto.
Sidarto diangkat menjadi ajudan Presiden Soekarno pada 6 Februari 1967.
Saat itu, pangkat Sidarto adalah ajun komisaris besar polisi.
Dia menggantikan Komisaris Besar Sumirat yang ditahan setelah terbitnya Supersemar.
Sidarto mengawal Soekarno sebagai Presiden hanya dua pekan, 6-20 Februari 1967.
Setelah itu, kekuasaan beralih kepada Jenderal Soeharto. Sidarto tetap menjadi ajudan Soekarno meski statusnya disebut sebagai "Presiden nonaktif".
Sekitar Mei 1967, Soekarno tidak diperbolehkan masuk ke Istana sekembalinya dari berkeliling Jakarta.
Sidarto menyaksikan peristiwa itu karena baru saja mendampingi Soekarno menyantap sate ayam di pinggir pantai Priok atau Cilincing, Jakarta Utara.

Sejak saat itu, Soekarno dikenai tahanan kota dan menetap di Wisma Yaso (sekarang Museum Satria Mandala, Jakarta) sampai akhir 1967.
Pada awal 1968, Soekarno dikenai tahanan rumah dan dibatasi aktivitasnya, termasuk untuk bertemu keluarga.
Sidarto ditarik dari posisinya sebagai ajudan Soekarno oleh Polri pada 23 Maret 1968.
Kondisi kesehatan Soekarno yang semakin menurun dianggap lebih memerlukan dokter ketimbang ajudan.
Pada Juni 1970, Soekarno meninggal dunia.
IKUTI KAMI DI IG
Keluarga Sandiaga Uno di Gorontalo Deklarasi Dukungan untuk Jokowi, Bongkar-bongkaran Alasan
Camat Perempuan Teriak-teriak Selamatkan Jambret yang Nyaris Dibakar Massa, Nangis Bonyok-bonyok
Kepedihan Luna Maya, Perlakuan Reino Barack Selama 5 Tahun Pacaran hingga Beri Tulisan Terakhir
Orang-orang yang Pernah Menempeleng Soeharto Nasibnya Kemudian Hari Mengenaskan
Jenderal di Pentagon Yakin Kopassus Pakai Ilmu Hantu, Pasukan Elite AS Dibikin Klenger