Ajudan Paparkan Soekarno Dikibuli Soeharto Pakai Supersemar, Ini Frasa yang Bikin 'Kecolongan'

Setelah 53 tahun berlalu, Supersemar masih menyimpan banyak misteri. Masih ada kontroversi dari sisi teks. Kalimat ini yang bikin kecolongan.

Editor: Duanto AS
Capture youtube @Ahyan Arif
Dokumen yang diklaim sebagai naskah asli Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar). Namun keberadaan Supersemar hingga kini masih menjadi misteri 

Meski demikian, isu pembubaran PKI adalah salah satu penyebab merosotnya dukungan politik untuk Soekarno.

Mengapa Soekarno tidak mau membubarkan PKI?

Sebab, Soekarno ingin memegang teguh ajaran three in one-nya, yaitu Nasakom (nasionalisme, agama, dan komunisme).

Soekarno konsisten sejak 1925 tentang Nasakom. Dalam sebuah pidato, ia menegaskan bahwa "kom" tersebut bukanlah komunisme dalam pengertian sempit, melainkan marxisme atau tepatnya sosialisme.

Bekas Komandan Detasemen Kawal Presiden Soekarno, Mangil Martowidjojo, ketika menyalami Presiden Soekarno yang genap berusia enam puluh tahun pada tahun 1961
Bekas Komandan Detasemen Kawal Presiden Soekarno, Mangil Martowidjojo, ketika menyalami Presiden Soekarno yang genap berusia enam puluh tahun pada tahun 1961 ((Ipphos))

Dalam kesempatan lain, Soekarno mensinyalir bahwa revolusi Indonesia telah dibelokkan ke kanan.

Padahal, menurut dia, revolusi Indonesia itu pada intinya adalah kiri.
Meskipun demikian, Soekarno bersaksi, "Saya bukan komunis."

Terkait kasus 1965, Soekarno mengetahui bahwa ada oknum PKI yang bersalah.

Namun, ia beranggapan kalau ada tikus yang memakan kue di dalam rumah, jangan sampai rumah itu yang dibakar.

Sidarto menuturkan, Soekarno masih memiliki peluang mengendalikan situasi pasca-Supersemar.

Ia menyebut posisi kekuatan ABRI saat itu masih 60:40 pro-Soekarno.

Masih banyak loyalis Soekarno di tubuh ABRI-Polri yang siap membela.

Para loyalis Soekarno itu di antaranya adalah Angkatan Udara di bawah KSAU Omar Dhani, Angkatan Laut di bawah KSAL Mulyadi, Polri di bawah Jenderal Pol Soetjipto Joedodiharhjo, dan Kodam Siliwangi di bawah Mayjen Ibrahim Ajie.

Kemudian, Korps KKO di bawah Letjen Hartono, Korps Brimob di bawah Anton Soedjarwo, dan sebagian besar pasukan Kodam Brawijaya yang setia membela Soekarno.

Namun, ketika para loyalis ini menyarankan untuk melawan, Soekarno menolaknya.

Soekarno tidak ingin perlawanannya memicu perang sipil dan memecah belah bangsa.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved