Kisah Bu Tien yang Didatangi Tukang Ramal pada G30S, Lalu Dimana Pak Harto?
TRIBUNJAMBI.COM--Dua momen penting yang melatari naiknya Soeharto (Orde Baru) menggantikan rezim
Justru yang ia perlukan adalah imbalan jasa ramalannya. Ibu Tien kemudian bertanya, berapa bayarannya.
Baca: Monika Terbaring dengan Wajah Membengkak, Remaja Putri Ini Butuh Uluran Tangan, Ini Vonis Dokter
Sang pria itu menjawab, "Forty thousand (empat puluh ribu rupiah)." Akan tetapi Ibu Tien menangkapnya lain. Ia mengira sang peramal itu meminta imbalan forteen thousand (empat belas ribu).
Gara-gara itu, Bu Tien kembali masuk ke dalam kamarnya untuk mengambil uang. "Madam, not forteen but forty." Sebenarnya Ibu Tien sendiri merasa menyesal. Sebab, biaya atau ongkos meramalnya terlalu tinggi.
"Mengapa untuk hal begini saja, cuma sekedar iseng-iseng kok harus merogoh saku empat puluh ribu yang pada waktu itu tergolong jumlah yang banyak. Padahal gaji suami pas-pasan saja," kenang Ibu Tien.
Setelah uang diberikan, sang peramal itu lalu pergi.
Baca: Beredar Foto Lama Veronica Tan & Puput Nastiti, Disorot Usai Kabar Ahok BTP & Puput Sudah Menikah
Sejak itu Ibu Tien mengaku tak pernah lagi bertemu dengan sang peramal itu, meski Soeharto pada akhirnya menjadi seorang tokoh bangsa yang tampil pada 1 Oktober 1965, menghadapi kudeta PKI, lalu dipercaya menjadi presiden menggantikan Soekarno.
Soeharto terlihat risau. Hatinya gundah gulana. Sejumlah prajurit Kostrad tak henti-hentinya mendatangi Soeharto meminta pendapat. Namun, Soeharto tetap diam.
"Saya sering risau karena didatangi anak buah yang meminta pendapat dan penilaian saya. Mereka menunjukkan tarikan muka seperti mendesak ingin mendapat keterangan mengapa saya diam. Saya jawab, bahwa saya tidak buta! Saya telah melapor kepada atasan tentang keadaan.
Situasi memang serius, tetapi saya tidak mendapat reaksi apa-apa. Apalagi yang dapat saya lakukan lebih dari itu," kata Soeharto.
Baca: Pak Harto Pernah Tolak Perintah Presiden Soekarno: Kalau Diikuti Ini Bisa Berbahaya
Soeharto pada saat detik-detik menjelang meletusnya peristiwa berdarah, sedang menduduki posisi strategis sebagai Panglima Kostrad. Pangkatnya Mayor Jenderal.
Ny Siti Hartinah Soeharto --istri Soeharto-- pada saat itu sedang berkumpul di kantor Persit bersama pimpinan dan pengurus Persit tingkat pusat dan tingkat Jakarta Raya.
Ibu Tien --panggilan akrabnya-- sengaja berkumpul di markas Persit untuk mendengarkan penjelasan dari Menteri/Panglima AD Achmad Yani.
"Pak Yani dalam pertemuan tersebut menjelaskan situasi politik pada waktu itu yang makin gawat. Selama saya menjadi istri prajurit, baru pertama kali itulah saya menerima uraian politik yang menyangkut nasib negara dan bangsa. Biasanya seorang istri prajurit itu tidak diberitahu hal-hal yang bersifat rahasia," kenangnya.
Baca: Justin Bieber Berjuang Melawan Depresi, Istrinya Lakukan Tindakan Terpuji
Seusai mengikuti acara itu, Ibu Tien pulang ke rumahnya di Jalan H Agus Salim. Melihat ibunya pulang, anak-anaknya meminta dibuatkan sup kaldu tulang sapi.
Ibu Tien lalu membuatkannya. Namun, ketika dirinya sedang membawa panci berisi sup panas yang hendak ditaruh di ruang makan, tiba-tiba Hutomo Mandala Putra --Tommy Soeharto saat itu berusia empat tahun-- menabrak tangan ibunya. Akibatnya, sup itu tumpah dan mencelakai Tommy.