Kenakan Baju Preman, Jenderal TNI Cuma Diam saat Dibentak Keras Bintara Marinir Karena Salah Parkir

Bagi mereka yang melihat wajahnya, bisa saja tak sadar bila ia sosok Jenderal TNI, namun bila orang menyebut namanya sungguh bukan rahasia lagi.

Editor: Andreas Eko Prasetyo
Benny Moerdani saat Operasi Seroja di Timor Timur 

Moerdani yang saat itu telah berpangkat mayor jenderal, mengendarai mobilnya tanpa mengenakan seragam dinas.

Dia berkendara ke kantor yang terletak di kawasan Medan Merdeka Barat.

Setiba di lokasi, ia langsung memarkirkan kendaraannya di lokasi terdekat dari pintu masuk.

Baca Juga:

 Polisi Tembak Kepala Sendiri di Mapolsek, Ini Isi Postingan Terakhir Istri Bripka Poltak

KONDISI Terkini Ibu Ani Yudhoyono Dibocorkan Anaknya, AHY Tuliskan Pesan Ini Soal Kekuatan Sang Ibu

Khasiat Bawang Putih yang Sangat Baik Bagi Tubuh, Peneliti Ungkap Manfaatnya

Waktu Pendaftaran & Finalisasi SNMPTN 2019 Diperpanjang, Manfaatkan Peluang & Klik Link untuk Daftar

Potret Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang Setia Temani Ibu Ani Yudhoyono yang Dirawat di Singapura

 Dituduh Coba Bunuh Soekarno Tapi Tak Pernah Terbukti, Kisah Intelijen Indonesia Berlapis Topeng

Lokasi parkir itu merupakan tempat khusus bagi perwira tinggi militer.

Tanpa pikir panjang, seorang penjaga berpangkat bintara yang berasal dari satuan marinir menghardiknya.

Sang jenderal dibentak-bentak bintara.

Penjaga itu meminta Benny memindahkan mobilnya ke lokasi parkir lain.

Benny Moerdani
Benny Moerdani 

Namun yang terjadi, Benny Moerdani diam saja.

Dia tidak marah dan hanya diam mengikuti perintah marinir tersebut.

"Mungkin memang salah saya sendiri, kok waktu itu pakai pakaian preman," ujar Benny.

Kolonel Zulkifli Lubis dituduh

Kisah intelijen yang kuat menutupi jati diri adalah Kolonel Zulkifli Lubis.

Jauh sebelum Benny Moerdani, Kolonel Zulkifli Lubis telah ditunjuk sebagai komandan intelijen pertama di Badan Istimewa (BI).

BI merupakan badan intelijen pertama yang didirikan pemerintah pada Agustus 1945 di bawah Badan Keamanan Rakyat (BKR). Kemudian BI bertransformasi menjadi Badan Rahasia Negara Indonesia (Brani) pada 1946.

Harian Kompas pernah menulis sosok kontroversial itu pada 28 Juni 1992, beberapa hari setelah ia wafat akibat sakit.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved