15 Tradisi Unik, Ada yang Berebut Daging Ayam hingga Mengadu Telur

TRIBUNJAMBI.COM, DENPASAR - Ada banyak tradisi di Bali. Tradisi ini sangat erat kaitannya dengan pelaksanaan

Editor: ridwan
kompas.com
Ilustrasi--Taman Ujung di Karangasem, Bali. 

TRIBUNJAMBI.COM, DENPASAR - Ada banyak tradisi di Bali. Tradisi ini sangat erat kaitannya dengan pelaksanaan upacara agama dan seakan tak bisa dipisahkan.

Selain unik, tradisi ini juga khas dan menjadi ciri setiap wilayah di Bali, termasuk juga di Karangasem.

Berikut 15 tradisi yang ada di Kabupaten Karangasem.

1. Gocek Taluh

Gocek taluh artinya mengadu telur. Tradisi ini digelar di Desa Selumbung, Kecamatan Manggis, Karangasem, Bali.

Dilaksanakan di pinggir jalan desa sore hari yang biasa dilakukan saat Tilem sasih Kasa.

Baca: Capres dan Caleg di Jambi Tak Berjalan Seiringan, Ini Kata Pengamat

Sebelum dilaksanakan prosesi megocek taluh, pagi harinya ada tradisi masegeh.

Masegeh ini merupakan tradisi menuntun anak sapi (godel) keliling desa yang diikuti oleh warga laki-laki dengan membawa pohon bongkot (kecomrang) dihias.

Godel ini nantinya dipotong dan digunakan sebagai sarana caru atau sarana upakara.

Sorenya barulah tradisi gocek taluh dimulai.

Alas gocek taluh yakni pelepah pisang yang ditekuk segitiga.

Dua orang warga yang membawa telur ayam kampung akan menggelindingkan telur dari masing-masing ujung pelepah pisang tertekuk tersebut.

Baca: Kroscek Aset Pemda Dijadikan Lokasi PETI, Tim Aset Pemkab Merangin Tunggu Perintah Sekda

Telur akan bertemu dan beradu.

Telur yang pecah dianggap kalah dan yang utuh adalah pemenangnya.

2. Narat

Tradisi narat atau daratan juga ada di Desa Selumbung, Kecamatan Manggis, Karangasem.

Tradisi ini merupakan rangkaian dari pelaksanaan Usaba Puseh yang dilaksanakan setiap setahun sekali selama enam hari.

Dalam sekali Usaba Puseh, daratan digelar dua kali yakni hari ketiga dan hari terakhir.

Tradisi narat ini dilakukan oleh warga yang dalam kondisi kerauhan dengan memikul joli yang dihias dengan daun braksok dan keris.

Baca: Sejumlah Guru Dipanggil Bawaslu, BKPSDM Tebo Tunggu Laporan Bawaslu Terkait ASN Foto Bersama Caleg

Saat suara gambelan bertalu-talu dan kencang, mereka akan berlari dan menebas tangan, punggung, maupun dada dengan keris.

Kemudian dilanjutkan dengan ngurek.

3. Gebug Ende

Tradisi ini ada di Desa Seraya Barat, Karangasem.

Dalam aksinya, para peserta diadu satu lawan satu, dengan membawa alat berupa potongan rotan dan dibekali sebuah pengaman berupa tameng yang disebut ende.

Saat diadu, para peserta mencoba memukul sekujur badan lawan dengan keras.

Saat sang lawan terkena pukulan, ia akan terlihat bahagia.

Baca: Dulu Kaya Raya Bergelimang Harta, Begini Kondisi Terkini Ken Ken Wiro Sableng Menyedihkan

Gebug Ende merupakan tradisi meminta kesuburan alam atau memohon hujan.

Tradisi ini dilaksanakan saat musim kemarau.

4. Magered Pandan atau Makare-kare

Tradisi yang ada di Desa Tenganan Pegringsingan ini sudah tak asing lagi di Bali.

Dua orang lelaki akan 'bertarung' di panggung.

Tangan kanan menggenggam seikat daun pandan berduri, tangan kiri memegang perisai atau tameng dari rotan.

Tradisi dilaksanakan setiap tahun sekali serangkaian dengan upacara Sasih Sembah yang digelar pada bulan Juni bertepatan dengan Usaba Kapat.

Magered Pandan, Mekare-kare atau Perang Pandan ini merupakan penghormatan kepada Dewa Indra sebagai Dewa Perang.

Baca: Fenomena Super Blood Wolf Moon Bisa Diabadikan Malam Ini Lewat Ponsel, Ini Cara Mengambilnya

5. Magibung

Magibung merupakan tradisi yang sangat khas dari Karangasem.

Tradisi magibung ini artinya makan bersama.

Nasi dalam satu wadah lengkap dengan lauknya yakni lawar, timbungan, maupun sate dimakan oleh lima hingga enam orang.

Tradisi ini juga bertujuan untuk mempererat prrsaudaraan dan memupuk kebersamaan yang biasanya dilaksanakan saat ada upacara agama maupun saat nguopin (menjenguk) orang yang memiliki hajatan atau upacara.

6. Terteran

Perang api atau Terteran ini merupakan rangkaian dari Aci Muu-muu atau Ngusaba Dalem di Desa Jasri.

Terteran ini dilaksanakan dua tahun sekali bertepatan dengan Hari Pengrupukan atau sehari sebelum Nyepi.

Tradisi ini digelar di jalan raya utama Jasri yang biasanya dimulai pukul 18.00 Wita.

Baca: Rumahnya Ditawar Lebih 1 Triliun, Pria Palestina Ini Menolak, Alasannya Bikin Terharu

Saat pelaksanaan lampu penerang jalan dipadamkan sehingga hanya akan terlihat ai yang berterbangan dilempar dari dua arah.

Tujuan dilaksanakannya tradisi ini adalah untuk mengusir sifat-sifat negatif dari sang Bhuta Kala.

7. Sabat-sabatan Biu

Mesabat-Sabatan Biu merupakan tradisi yang ada di Desa Adat Tenganan Dauh Tukad.

Tradisi ini menggunakan sarana pisang, dimana para peserta akan saling lempar menggunakan buah pisang.

Digelar setiap setahun sekali yakni saat Ngusaba Ketiga.

Makna dari tradisi ini yakni menjaga kebersamaan antara pemuda desa dan mengajarkan pemuda untuk dapat mengedalikan emosi sehingga saat terjadi sabat-sabatan biu tidak sampai terjadi permusuhan.

Baca: Kemesraan Brad Pitt & Charlize Theron di Sudut Bar, Ini 7 Kesamaan dengan Sang Mantan Angelina Jolie

8. Usaba Sumbu

Usaba sumbu ini digelar setiap tahun di Desa Pakraman Timbrah, Karangasem.

Rangkaian upacara ini berlangsung seminggu, mulai dari Usaba Sumbu Kaja hingga Usaba Sumbu Kelod.

Dalam Aci Usaba Sumbu Kaja, warga mempersembahkan ribuan babi guling ke Pura Panti Kaler.

Setiap kepala keluarga menghaturkan masing-masing satu babi guling.

Aci Usaba Sumbu dilaksanakan setiap Sasih Kasa yang bertemu Tilem.

Dalam pelaksanaannya, desa memilih lima remaja putri untuk menyiapkan sarana sumbu (tiang dari bambu lengkap dengan hiasan).

Tiga sumbu untuk Usaba Sumbu Kaja dan dua sumbu untuk Usaba Sumbu Kelod.

Baca: Dijuluki Wanita Paling Kejam, Elizabeth Báthory de Ecsed Bunuh 612 Gadis Muda, Alasannya Awet Muda

Usaba Sumbu Kaja ditujukan kepada Ida Batara Muter Jagat dan Ida Batara Mayun.

Sedangkan Usaba Sumbu Kelod ditujukan untuk Ida Batara Sri Rambut Sedana.

Guna melestarikan tradisi ini, setiap warga selalu memelihara babi di rumahnya.

9. Usaba Dangsil

Usaba Dangsil ini digelar di Desa Pakraman Bungaya, Kecamatan Bebandem, Karangasem.

Upacara ini merupakan upacara sakral terbesar di Desa Pakraman Bungaya dan disebut sebagai tradisi Usaba tertua di Bali.

Upacara ini akan digelar ketika daha teruna mulai berkurang karena sudah menikah atau hal lainnya.

Diharapkan daha teruna tidak boleh sampai habis, karena mereka memiliki tanggungjawab yang penting di Desa Pakraman Bungaya.

Prosesi yang berlangsung sehari penuh sejak pagi hingga malam tersebut ditandai peng-arakan 7 dangsil (sarana uapakara bertingkat tingkat).

Baca: Percintaan Brad Pitt dan Charlize Theron Gara-gara Mantan, Ternyata Banyak Kesamaan dengan Jolie

Dalam upacara ini ada 47 dangsil yang dipersembahkan, dengan tujuan untuk memohon kemakmuran.

Namun, hanya 7 dangsil yang diarak dan berukuran besar yang diarak ribuan krama dari depan Pasar Desa Bungaya menuju Pura Penataran.

10. Usaba Dodol

Usaba Dodol digelar di Desa Duda, Kecamatan Selat, Kabupaten Karangasem, Bali setiap tahun.

Pelaksanaannya yakni saat Tilem Kesanga, di Pura Dalem Selat, sehingga sering disebut Usaba Dalem.

Yang unik yakni akan ada banyak dodol dalam kegiatan upacara ini.

11. Tradisi Neruna

Tradisi Neruna ada di Desa Adat Geriana Kangin, Desa Duda Utara, Selat, Karangasem.

Tradisi ini hanya diikuti oleh remaja laki-laki yang merupakan rangkaian dari Ngusaba Goreng di Pura Peseh Desa Adat Geriana Kangin.

Sejak pagi, ratusan pemuda melaksanakan persembahyangan bersama dan mempersiapkan segala sarana pendukung.

Baca: Spesifikasi dan Harga Jual Samsung Galaxy S10, Bakal Dirilis 20 Februari 2019

Selanjutnya mereka berkeliling desa dengan diiringi gambelan bale ganjur, dimana ada yang mundut sanjata dewata nawa sanga beserta kober, sedangkan sebagaian lainnya membawa keranjang yang dipergunkan sebagai penampungan jajan yang akan diambil ke seruluh rumah warga Desa Adat.

Makna tradisi ini untuk memperkenalkan lingkungan atau wewidangan Desa Adat kepada para pemuda Desa yang nantinya akan mewarisi tradisi.

12. Tradisi Ngrekes

Di Desa Pakraman Muntigunung, Kubu, Karangasem ada tradisi Ngrekes.

Tradisi ini merupakan suatu upacara keagamaan yang dilaksanakan dalam sebuah keluarga, khusunya bagi masyarakat yang sudah masuk dalam ikatan berkeluarga atau masyarakat yang sudah menikah.

Tradisi ini sudah dilaksanakan secara turun-temurun dan menjadi kepercayaan masyarakat Desa Pakraman Muntigunung untuk mengajukan permohonan keselamatan agar terhindar dari hal-hal yang tidak baik sehingga dapat hidup sejahtera dalam kehidupan ini.

Jika pada umumnya pernikahan yang dilaksanakan oleh masyarakat Bali yang beragama Hindu pasca pernikahan telah ada rentetan upacara yang dilakansanakan oleh masyarakat seperti halnya diawali dengan upacara Mebyekala- Byakaon yaitu upacara proses penyucian atau pengesahan suatu perkawinan serta melalui berbagai tahap yang disebut dengan Tri Upasaksi.

Baca: Bukan Rp80 Juta, Ternyata Segini Tarif Asli Vanessa Angel Serta Alasan Dia Main Prostitusi Online

Namun di Desa Pakraman Muntigunung dalam sebuah pernikahan memang sudah ada tahapan-tahapan upacara yang sudah dilaksanakan.

Namun uniknya setelah adanya upacar pernikahan masyarakat melaksanakan pula upacara Ngrekes yang dilaksanakan oleh masyarakat di Desa Pakraman Muntigunung dalam hal memohon keselamatan, kesejahteraan, dan kedamaian, umur yang panjang kehadapan Ida Shang Widhi.

Disamping tradisi Ngrekes yang dilaksanakan oleh masyarakat Desa Pakraman Muntigunung mengandung nilai-nilai yang amat penting dalam pelaksanaannya seperti nilai karakter antara lain nilai religius, nilai cinta damai, nilai disiplin, nilai tanggung jawab, dan nilai peduli sosial.

13. Daa Malom

Daa Malom merupakan tradisi yang dilaksanakan di Desa Ngis, Manggis, Karangasem.

Acara ini dilaksanakan sebagai rangkaian dari Usaba Pusah di Desa Ngis.

Dua orang gadis kecil yang masih suci dan belum menatruasi akan dirias.

Baca: Harus Rigid Beton, Jalan Tabir jadi Prioritas, Sukandar: Tetap Dianggarkan, Meski Dilakukan Bertahap

Mereka juga menggunakan gelungan janur yang.

Mereka berdua akan menari di tengah pura.

Tradisi ini merupakan tradisi sakral di Desa Ngis.

14. Mejurag Ajengan Kalesan atau Ajengan Takepan

Mejurag (berebut) Ajengan Kalesan atau Ajengan Takepan menjadi rangkaian acara ngejaga.

Tradisi ini merupakan acara puncak yang digelar krama Adat Ababi, Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem setiap sasih kaulu di Pura Dalem Ababi.

Mejurag ajengan takepan adalah prosesi berebut kalesan yang dibungkus dengan daun jaka.

Nasi kalesan ini terdiri dari beberapa caru.

Ada caru banteng pagarwesi, bawi butuan, dan ayam kumulanjar.

Prosesi berebut nasi kalesan ini dilaksanakan setelah persembahyangan di Pura Dalem

Baca: Kenali Gejala Awal Kanker Usus, Seperti yang Diderita Istri Ustaz Nur Maulana yang Baru Saja Wafat

Nasi yang diperoleh akan dimakan serta ditaburkan di pekarangannya.

Menurut keyakinan warga, nasi kalesan ini bisa didatangkan kemakmuran warga.

Makna dari berebut nasi kalesan yaitu bentuk syukur masyarakat Ababi ke Ida Shang Hyang Widi yang telah memberikan hasil tanaman melimpah.

Kalesan ini dianggap memberikan kesuburan untuk warga di Ababi.

15. Tradisi Merebut Be Siap Nyuh Tebel

Merebut Be Siap merupakan tradisi berebut daging ayam panggang yang dilaksanakan di Desa Nyuh Tebel, Manggis, Karangasem.

Acara ini dilaksanakan setiap tahun dalam rangkaian Aci Usaba Sambah.

Baca: Ultah Yonif R 142/KJ ke 66, Danrem 042/Gapu Beri Kejutan ke Danyon

Tradisi ini diikuti oleh kaum lelaki berkemben tanpa baju.

Mereka datang beramai-ramai ke pura sambil membawa keris.

Di halam pura mereka memperebutkan daging ayam. (tribunbali.com)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved