Survei Terbaru Tsunami Selat Sunda, Tinggi Ombak Capai 13,4 Meter & Meningkatnya Kasus Gigitan Ular
Survei yang dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan itu menemukan bahwa tinggi rayapan tsunami pada Sabtu (22/12/2018) itu mencapai 13,4 meter.
Tri menambahkan, hasil riset selama enam tahun yang dilakukannya, menunjukkan bahwa setiap bencana ada ancaman gigitan ular.
"Setiap disaster (bencana) ada risiko snakebite, misal banjir di Sampang, gempa di Lombok, erupsi Gunung Raung, erupsi Gunung Merapi, erupsi Gunung Agung, dan sebagainya," ujar dia.
Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan dr Achmad Yurianto memberikan imbauan kepada masyarakat untuk berhati-hati ketika membersihkan lingkungan sekitar.
"Kalau mulai bersih-bersih pada awalnya jangan menggunakan tangan langsung, gunakan kayu dahulu pastikan tidak ada ular, baru pakai tangan. Karena tsunami, sarang ular terusik dan menyebar, berpindah tempat ke tumpukan sampah atau puing," kata Achmad.
Untuk menjawab hal itu, Kompas.com menghubungi ahli reptil LIPI Amir Hamidy.
"Kita harus tahu dulu jenis ularnya, karena kan ular itu tipikal habitatnya beda-beda," ujar Amir melalui sambungan telepon.
Amir mengaku belum mengetahui jenis ular yang menyerang pasca-tsunami tersebut.
Baca Juga:
Surat Pribadi Peninggalan Sang Legenda Marylin Monroe, Begini Isi Suratnya
Berkirim Foto Seksi dengan Narapidana, Oknum Polwan Dipecat! Berikut 3 Kasus Sama di Tahun 2018
Terlibat Kasus Chat P0rno, Oknum Polwan Dipecat Karena Berkirim Foto Seksi ke Napi Lapas Lampung
Untuk itu, dia menjelaskan bahwa mungkin kurang detail dalam memberi keterangan.
Meski begitu, Amir menjelaskan bahwa fenomena munculnya ular pasca-bencana sebenarnya hal yang normal.
"Kalau misalnya ada kerusakan atau perubahan lingkungan karena tersapu ombak kemudian membuat hewan keluar dari tempat persembunyiannya itu wajar," kata Amir.
"Mau banjir, mau air laut. Tapi kalau air laut, ular itu akan menghindari karena kan (menggandung) garam," imbuhnya. Dia juga menambahkan, garam sebenarnya tidak terlalu efektif dalam mengusir ular.
"Tapi ular itu menghindari air laut, kecuali ular yang bisa berenang," ucap herpetolog tersebut. "Bisa jadi, ini karena reaksi tsunami atau air laut yang naik ke daratan," sambungnya.
Meski memberi keterangan tersebut, Amir menyampaikan bahwa harus dilihat dulu apakah jenis ular yang menyerang.
"Bisa jadi, itu adalah ular laut yang terbawa kedaratan lalu saat ombak balik tidak ikut kembali," kata Amir
"Atau memang ular-ular di sekitar pantai, yang istilahnya memang sudah ada di situ tapi habitatnya terbasuh air laut kemudian keluar. Dan imbasnya konflik dengan manusia," tambahnya.