Identitas Ali Kalora dan 10 MIT yang Dikejar, 'Tinggal Turunkan Raider Atau Kopassus, Selesai'
Satuan Tugas (Satgas) Tinombala Polda Sulawesi Tengah masih melakukan pengejaran terhadap 10 anggota Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di Poso, Sulteng,
Identitas 10 Anggota MIT Pimpinan Ali Kalora yang Sedang Diburu Aparat, 'Tinggal Turunkan Raider Atau Kopassus, Selesai"
TRIBUNJAMBI.COM - Identitas Ali Kalora CS yang tergabung di dalam kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) terungkap.
Aparat keamanan kini tengah memburu Ali Kalora dan kelompoknya yang diperkirakan berjumlah 10 orang ini.
Satuan Tugas (Satgas) Tinombala Polda Sulawesi Tengah masih melakukan pengejaran terhadap 10 anggota Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di Poso, Sulteng, pimpinan Ali Kalora.
Awalnya, anggota kelompok MIT yang diburu polisi terkait dugaan mutilasi penambang dan penembakan anggota polisi berjumlah 7 orang.
Kemudian, bertambah menjadi 10 orang.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo menyebutkan identitas 10 orang tersebut.
Mereka adalah Ali Kalora alias Ali Ahmad, Qatar alias Farel, Abu Alim, Kholid, M Faisal alis Namnung, Nae alias Galuh, Basir alias Romzi, Alhaji Kaliki, Rajif Gandi Sabban alias Rajes, dan Aditya alias Idad.
“Hasil DPO awal yang diketahui ternyata ada tambahan 3, Ali Kalora kan asli Poso sebagian besar dari NTB (Nusa Tenggara Barat) tambah lagi dari Maluku. Dari Maluku itu juga masih didalami masuknya melalui lewat mana,” kata Dedi, di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (3/1/2019).
Dedi mengungkapkan, kelompok Ali Kalora sering melakukan intimidasi kepada warga, bahkan hingga melakukan pembunuhan.
Sub Satuan Tugas (Satgas) Tinombala di bidang penyidikan sudah melakukan pemeriksaan beberapa saksi terkait kasus mutilasi yang dilakukan kelompok MIT di Parigi Moutong, Sulawesi Tengah.
Sejumlah saksi mengungkapkan kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) Poso pimpinan Ali Kalora sudah melakukan intervensi di Desa Salubanga, Kecamatan Sausu, Kabupaten Parigi Moutong sejak Sabtu (29/12/2018).
Baca: Kejahatan Ali Kalora Cs: Mutilasi & Penembakan, RI Disarankan Turunkan Unit Raider atau Kopassus
Baca: Viral Ali Kalora Pimpinan Teroris Poso, 3 Fakta Kekejamannya, Rekannya Tewas di Operasi Tinombala
“Saksi kunci menyebutkan memang sudah lihat gelagat-gelagat kelompok (MIT Ali Kalora) tersebut dari tanggal 29 (Desember 2018). Jadi tanggal 29 sudah ada upaya intimidasi terhadap korban, tapi menghilang lagi,” ujar Dedi.
Dedi menjelaskan, berdasarkan keterangan saksi, kelompok MIT Ali Kalora memiliki pola strategi dalam melakukan mutilasi terhadap penambang emas RB alias A (34) di Parigi Moutong, Sulawesi Tengah.

“Tanggal 30 (Desember 2018) saksi sudah melihat memang kelompok ini dibagi menjadi kelompok kecil masing-masing lima orang, lima yang action, lima yang awasi mereka,” kata Dedi.
“Ini polanya mereka, jadi mereka tidak mungkin sepuluh-sepuluh turun ke lapangan. Lima maju eksekusi, lima jadi parimeter mengawasi juga tim pelindung sampai dengan eksekusi tanggal 30 (Desember 2018) kurang lebih 08.00 WITA,” lanjut dia.
Dedi mengatakan, berdasarkan keterangan saksi kunci itu, diketahui anggota kelompok Ali Kalora yang mengeksekusi korban berjumlah empat orang.
Tiga di antaranya berinisial I, N, AD. Meski begitu, satu eksekutor lagi tak dikenali oleh saksi kunci.
"Satu lagi dari saksi tak kenal nama, tapi ciri fisik dikenal. Dia adalah DPO dengan ciri-ciri pendek dan gemuk. Ini empat pelakunya yang melakukan eksekusi terhadap korban saudara Anang," tutur Dedi.
Menurut Dedi, saksi kunci berada di tempat yang dekat dengan korban RB saat peristiwa mutilasi berlangsung.
"Dia (saksi kunci) ada di sekitar korban. Sama-sama pekerja," ujar Dedi. Sebelumnya, aparat yang tengah membawa jenazah RB alias A (34), warga sipil korban mutilasi di kawasan Desa Salubanga, Sausu, Parimo, Sulteng, ditembaki sekelompok orang bersenjata yang diduga kelompok Ali Kalora, pada 31 Desember 2018.
Baca: Inilah Bocoran Perkiraan Harga Avanza Xenia Terbaru, Selisih Rp 5 Juta Dari Saat Ini
Baca: Hoaks Tujuh Kontainer Surat Suara Tercoblos yang Sempat Diunggah Andi Arief, Polisi Buru Penyebarnya
Baca: Fakta Ratusan Mahasiswa Indonesia Disuruh Kerja Paksa di Taiwan, Disuruh Makan Daging Babi
Penembakan dilakukan saat salah seorang petugas hendak menyingkirkan kayu dan ranting pohon yang menghalangi jalan.
Kontak tembak aparat dengan kelompok teroris tak terhindarkan sehingga menyebabkan dua petugas yakni Bripka Andrew dan Bripda Baso, terluka.
Kirim Raider Atau Kopassus Selesai
Mutilasi RB (34), warga Desa Salubanga, Parimo, Sulawesi Tengah, pada 28 Desember 2018, kemudian disusul penembakan atas dua anggota kepolisian pada 31 Desember 2018 lalu, memberikan pesan bahwa kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) masih eksis.
Tak menyoal pimpinan terdahulunya Santoso tewas, kemudian penerusnya Basri juga tertangkap, kelompok yang kini dipimpin eks anak buah Santoso, Ali Kalora, itu masih bisa leluasa bergerilya di pegunungan tropis Poso.
Belum diketahui pasti dari mana sumber persenjataan mereka.
Namun, yang pasti, mereka mampu bertahan hidup di hutan dengan berburu ditambah sokongan logistik dari para simpatisan yang bermukim di bawah pegunungan.
Peneliti the Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya menilai, penanganan Ali Kalora dkk oleh aparat keamanan Indonesia terkesan berlarut-larut.
Seharusnya, aparat keamanan langsung sigap menuntaskan riak sekecil apa pun yang ditimbulkan Ali cs.
"Usulan saya, kalau memang mau ingin cepat tuntas dengan pendekatan keamanan yang kini jadi pilihan dominan, maka seharusnya kirim saja pasukan TNI dari unit Raider atau Kopassus untuk memburu Ali Kalora dan kawan-kawannya, selesai," ujar Harits kepada Kompas.com, Kamis (3/1/2019).
Baca: Survei Terbaru Tsunami Selat Sunda, Tinggi Ombak Capai 13,4 Meter & Meningkatnya Kasus Gigitan Ular
Baca: AM Hendropriyono, Intelijen & Ujung Tombak Serangan Kopassus Dalam Perburuan Grilyawan di Kalimantan
Bahkan, semestinya setelah sukses melumpuhkan Santoso dan Basri, Operasi Tinombala tidak dihentikan hingga seluruh generasi penerusnya ditangkap habis.
Harits melanjutkan, Ali Kalora cs memang sudah lama bergerilya di pegunungan Poso.

Mereka pun hampir pasti menguasai medan di sana.
Namun, melihat pola serangan Ali Kalora yang hit and run, dapat dipastikan ketersediaan amunisi mereka tidak terlalu banyak.
Harits mengatakan, ini dapat menjadi celah bagi aparat keamanan untuk terus memukul mundur dan memaksa mereka menyerah.
Apalagi, jika keputusan menurunkan pasukan elite TNI Angkatan Darat (AD) tersebut ditambah dengan memutus suplai logistik ke kelompok mereka dari para simpatisan, Harits yakin eksistensi Ali Kalora cs akan terhenti.
"Ketahanan eksistensi mereka sangat bergantung kepada suplai logistik. Suplai ini bisa saja didapat dari simpatisan atau jejaring mereka di bawah," ujar Harits.
TNI-Polri juga dinilai jauh lebih unggul dari sisi jumlah personel, logistik, alat utama sistem persenjataan (alutsista), dan pengetahuan di bidang strategi tempur, terutama pertempuran teknik gerilya di hutan.
"Jadi, memang ini memerlukan keputusan politik yang tegas, agar tidak berlarut-larut dan Operasi Tinombala juga tidak berlangsung berjilid-jilid. Ingat, operasi militer terlalu lama itu juga dapat kontra produktif terhadap kehidupan sosial, ekonomi, dan psikologi masyarakat," lanjut dia.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "10 Anggota MIT Ali Kalora yang Diburu Polisi"
Baca: Penderitaan Penumpang Pesawat Woyla Sebelum Kopassus Datang, Mau ke Toilet pun Pintu Harus Dibuka
Baca: Ramalan 12 Zodiak Soal Keuangan Selamat Tahun 2019, Leo Bakal Ketiban Rezeki di Bulan Maret