AM Hendropriyono, Intelijen & Ujung Tombak Serangan Kopassus Dalam Perburuan Grilyawan di Kalimantan

Pada masanya, AM Hendropriyono menjadi ujung tombak pertempuran pasukan elite Kopassandha yang kini bernama Kopassus.

Editor: Andreas Eko Prasetyo
Kolase/TribunJambi.com
AM Hendropriyono dan Kopassus 

TRIBUNJAMBI.COM - Bila pernah mendengar kisah sosok Kopassus yang berani menantang duel satu lawan satu dengan pentolan grilyawan di Kalimantan, sosok inilah orangnya.

Abdullah Makhmud Hendropriyono atau dikenal AM Hendropriyono memiliki jejak melegenda sebagai seorang jenderal.

Pada masanya, AM Hendropriyono menjadi ujung tombak pertempuran pasukan elite Kopassandha yang kini bernama Kopassus.

Selain itu, Hendropriyono pun masuk ke ranah intelijen sebagai Kepala Badan Intelijen (BIN) pertama.

Baca Juga:

Penderitaan Penumpang Pesawat Woyla Sebelum Kopassus Datang, Mau ke Toilet pun Pintu Harus Dibuka

Meski Luka Parah & Peluru Bersarang di Tubuh Legenda Kopassus ini, Musuh Tetap Mati di Tangannya

Prajurit Kopassus dan Denjaka Ini Karirnya Melejit Setelah Pembebasan MV Sinar Kudus, Jadi Jenderal

Selama berkarir di dunia militer, AM Hendropriyono terlibat dalam sejumlah operasi yang membesarkan namanya.

AM Hendropriyono dikenal sebagai penuntas insiden bersejarah, Peristiwa Talangsari 1989.

Kala itu, AM Hendropriyono berhasil menindak potensi radikalisme dari Kelompok Warsidi di Talangsari, Lampung.

Pertempuran antara tim Kopassus yang dipimpin AM Hendropriyono pun menumbangkan Kelompok Warsidi itu.

Mantan Kepala BIN, AM Hendropriyono
Mantan Kepala BIN, AM Hendropriyono (Kolase Tribun Jabar (Tribunnews/Irwan dan Kompas/Yoga)

Sebelum Peristiwa Talangsari 1989, AM Hendropriyono pernah melakukan aksi heroik bertempur dengan Pasukan Gerilya Rakya Sarawak (PGRS) dan Pasukan Rakyat Kalimantan Utara (Paraku).

Awalnya, pemerintah Soekarno sengaja membentuk pasukan gerilya saat konfrontasi Indonesia-Malaysia, pada 1963-1966.

Kedua pasukan itu dilatih secara khusus oleh TNI di Surabaya, Bandung, dan Bogor.

Namun, ketika kekuasaan Indonesia berpindah tangan pada Soeharto, anak asuh TNI itu justru berbalik menjadi musuh.

Soeharto memutuskan berdamai dengan Malaysia.

Kemudian, pasukan gerilya itu diminta untuk menurunkan senjata.

Namun, PGRS dan Paraku rupanya mengabaikan permintaan itu.

Baca Juga:

Indro Warkop Ungkap Keadaan dari Anak Dono, Satu Diantaranya Ada yang Baru Mempersunting Pasangannya

Ramalan 12 Zodiak Soal Keuangan Selamat Tahun 2019, Leo Bakal Ketiban Rezeki di Bulan Maret

VIDEO: Live Streaming di Bein-Sport Laga Manchester City vs Liverpool, Nonton di HP dengan Cara ini

Mau tak mau, pihak TNI pun harus menertibkan aksi para gerilyawan itu.

Akhirnya, AM Hendropiyono bersama timnya bernama Sandi Yudha turun tangan bertempur di hutan rimba kawasan Kalimantan.

Sandi Yudha ini merupakan satuan intelijen tempur milik pasukan elite yang kini bernama Kopassus.

Awalnya, AM Hendropriyono berusaha keras untuk mengambil hati lawan tanpa tindakan keras.

Tim Sandi Yudha ini beberapa kali berhasil mencuri simpati mereka.

Satu di antaranya, dengan Wong Kee Chok, komandan PGRS.

Namun, tak semua bisa diselesaikan secara baik-baik.

Pada akhirnya, pilihan terakhir pun dilakukan tim Sandi Yudha, yakni menggunakan tindakan keras.

Mulai dari penculikan dan interogasi, hingga melakukan perlawanan.

Perlawanan yang membekas diingatan AM Hendropriyono, yakni berduel dengan Hassan, yang juga komandan PGRS.

Kala itu, ia bersama tim kecil sebanyak delapan orang harus mengintai gubuk Hassan semalaman.

Secara hati-hati, satu di antara timnya kemudian membunuh penjaga gubuk yang memegang senjata api menggunakan sangkur.

Kemudian, Hendropriyono pun harus menembak Hassan untuk melumpuhkan lawannya itu.

Ia bahkan membanting tubuh Hassan menggunakan jurus bela dirinya.

Duel sengit satu lawan satu itu dilakukan AM Hendropriyono untuk menumbangkan lawan.

Paha dan jari-jarinya terluka parah karena terkena sangkur Hassan.

Serangan Hassan itu bahkan nyanris mengenai dada AM Hendropriyono.

Pertempurannya di Kalimantan ia tulis dalam buku berjudul Operasi Sandi Yudha: Menumpas Gerakan Klandestin

Keandalannya dalam berbagai operasi pertempuran membuat AM Hendropriyono dipercaya sebagai Kepala BIN.

Baca Juga:

Tak Banyak yang Tahu, Ibu Tien Istri Soeharto Adalah Pahlawan Nasional, Buktinya Ada di Tempat ini

Saat Ibu Tien Sedang Mengandung, Soeharto Berjuang Hidup & Mati Jadi Panglima Mandala Lawan Belanda

Surat Pribadi Peninggalan Sang Legenda Marylin Monroe, Begini Isi Suratnya

Tidak hanya mengurus bawahannya di BIN, ia pun membetuk regenerasi melalui pendirian Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN).

Selain sekolah, AM Hendropriyono pun menggagas Sumpah Intelijen, Mars Intelijen, hingga logonya.

Dalam pendidikan, AM Hendropriyono bahkan menerangkan intelijen sebagai ilmu.

Sepak terjangnya ini menjadikan AM Hendropriyono menjadi tokoh militer dan intelijen ternama.

Ia bahkan dinobatkan sebagai guru besar intelijen pada 2014.

Hal itu membuat AM Hendropriyono menjadi profesor intelijen pertama di dunia.

Kini, AM Hendropriyono pun bergelut di dunia politik, yakni Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI).

Ia bahkan sempat menjabat menjadi ketua umum PKPI hingga April 2018.

Kisah AM Hendropriyono Duel Satu Lawan Satu dengan Pentolan Grilyawan di Kalimantan

Operasi militer Indonesia banyak dibukukan. Kisah kehebatan pasukan elit militer ini membuat dunia terkagum.

Jenderal Purn AM Hendropriyono meluncurkan buku berjudul Operasi Sandi Yudha, Menumpas Gerakan Klandestin yang diterbitkan Penerbit Buku Kompas tahun 2013.

Buku ini mengisahkan operasi militer pasukan elite Puspassus (cikal bakal Kopassus sekarang) melawan gerombolan Pasukan Gerilya Rakyat Serawak (PGRS) dan Pasukan Rakyat Kalimantan Utara (Paraku) sekitar tahun 1968-1974.

Banyak kisah menarik di dalamnya. Salah satu hal yang menarik adalah upaya penangkapan petinggi PGRS/Paraku dengan jabatan Sekretaris Wilayah III Mempawah Siauw Ah San.

Baca Juga:

Zaira Skin Care Jambi, Ini Tempat yang Menawarkan Perawatan Wajah

Pejuang Tradisional yang Jadi Tentara Bayaran Legendaris Dunia, Ini Kisah Tentara Gurkha

Rumah Dibongkar dan Diusir dari Kampung, Hukum Adat Pelaku Asusila di Daerah Ini

Tim Halilintar pimpinan Kapten Hendropriyono bisa mendapatkan info soal Ah San dari Tee Siat Moy, istrinya yang berkhianat.

Siat Moy mau membantu TNI dengan syarat Ah San tak dibunuh. Maka Hendro memimpin 11 prajurit Halilintar Prayudha Kopasandha (kini Kopassus) untuk meringkus Ah San hidup-hidup.

Mereka tidak membawa senjata api, hanya pisau komando sebagai senjata.

Hanya Hendro yang membawa pistol untuk berjaga-jaga.

Setiap personel dilengkapi dengan handy talky (HT).

3 Desember 1973 pukul 16.00, tim mulai merayap ke sasaran yang jauhnya sekitar 4,5 km melewati hutan rimba yang lebat.

Kecepatan merayap pun ditentukan. Kode hijau artinya merayap 10 meter per menit, kode kuning berarti lima meter per menit.

Sedangkan kode merah artinya berhenti merayap. Ditargetkan mereka bisa sampai di titik terakhir pukul 22.00.

Lalu melakukan operasi penyerbuan di gubuk Ah San pukul 04.00, keesokan harinya.

Ilustrasi Kopassus
Ilustrasi Kopassus (Wallpaper/Film Merah Putih memanggil)

Baru setengah jam merayap, tim sudah dihadang ular kobra.

Ada juga yang ternyata melintasi sarang kobra. Untung saat latihan komando mereka sudah praktik menjinakkan ular kobra sehingga tak ada yang kena patuk.

Di tengah kegelapan malam, anak buah Hendro juga berhasil melumpuhkan beberapa penjaga secara senyap.

Pukul 22.25 WIB, tim sudah sampai di lokasi yang ditentukan. Masih cukup lama menunggu waktu operasi.

Namun rupanya kemudian lewat HT, Intelijen melaporkan Ah San tak ada di pondok tersebut. Seluruh tim sangat kecewa.

Baru pukul 14.00 Siat Moy dan perwira intelijen Kodim Mempawah memastikan Ah San ada di pondok.

Maka kembali kegembiraan melingkupi seluruh anggota tim.

Dengan kecepatan kuning mereka terus merayap mendekati sasaran hingga akhirnya dari jarak 200 meter terlihatlah pondok kayu.

Itulah rumah persembunyian Ah San.

Baca Juga:

Perayaan Pergantian Tahun, Trafik Layanan Data Telekomunikasi Indosat Ooredoo Meningkat Signifikan

Diminta Antarkan Buah, Hendri Malah Ditangkap dan Kini Jalani Persidangan, Ini Buah yang Diantarnya

Bulog Luncurkan Program Pasokan & Stabilitas Harga Beras Medium Tahun 2019, Ini Kata Fachrori Umar

Tiba-tiba anjing-anjing penjaga pondok tersebut berloncatan ke arah tim Halilintar sambil mengonggong keras.

Hendro segera meneriakkan komando "Serbuuuuu," katanya sambil lari sekencang-kencangnya ke arah pondok.

"Abdullah alias Pelda Kongsenlani mendahului saya lima detik untuk tiba di sasaran. Dia mendobrak pintu dengan tendangan mae-geri dan langsung masuk. Saya mendobrak jendela dan meloncat masuk," beber Hendro.

Hendro berteriak pada Ah San. "Menyerahlah Siauw Ah San, kami bukan mau membunuhmu." Tapi Ah San enggan menyerah.

Dia menyabet perut Kongsenlani dengan bayonet hingga usus prajurit itu terburai.

Hendro menyuruh anak buahnya keluar pondok. Dia sendiri bertarung satu lawan satu dengan Ah San.

"Dengan sigap saya lemparkan pisau komando ke tubuh Ah San. Tapi tidak menancap telak, hanya mengena ringan di dada kanannya," Hendro menggambarkan peristiwa menegangkan itu.

Kini Hendro tanpa senjata harus menghadapi Ah San yang bersenjatakan bayonet.

Memang ada senjata yang ditaruh di belakang tubuh Hendro, tapi mengambil senjata dalam keadaan duel seperti ini butuh beberapa detik.

Hendro takut Ah San keburu menusuknya. Hendro lalu melompat dan menendang dada Ah San.

Berhasil, tetapi sebelum jatuh Ah San sempat menusuk paha kiri Hendro hingga sampai tulang. Darah langsung mengucur, rasanya ngilu sekali.

Kopassus Grup 3 Sandi Yudha
Kopassus Grup 3 Sandi Yudha 

Ah San kemudian berusaha menusuk dada kiri Hendro. Hendro berusaha menangkis dengan tangan.

Akibatnya lengannya terluka parah dan jari-jari kanannya nyaris putus.

Celakanya pistol di pinggang belakang Hendro melorot masuk ke dalam celananya.

Butuh perjuangan baginya untuk meraih pistol itu dengan jari-jari yang nyaris putus.

Akhirnya Hendro berhasil meraihnya. Perwira baret merah ini menembak dua kali. Tapi hanya sekali pistol meletus, satunya lagi macet.

Pistol segera jatuh karena Hendro tak mampu lagi memegangnya.

Peluru itu mengenai perut Ah San. Membuatnya limbung, Hendro yang juga kehabisan tenaga membantingnya dengan teknik o-goshi.

Kemudian Hendro menjatuhkan tubuhnya keras-keras di atas tubuh Ah San.

Duel maut itu selesai.

Artikel ini telah tayang di tribunjabar.id dengan judul Jejak Hendropriyono Melegenda, Ujung Tombak Pertempuran Kopassus hingga Mahaguru Para Intelijen

IKUTI KAMI DI INSTAGRAM:

NONTON VIDEO TERBARU KAMI DI YOUTUBE:

IKUTI FANSPAGE TRIBUN JAMBI DI FACEBOOK:

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved