Sejarah dan Makna dari Pohon Natal Gunakan Cemara yang Dihias, Hidup Kekal dan Penuh Berkah
Memasuki bulan ke-12 di tahun ini, nggak hanya perayaan tahun baru aja yang dinanti-nantikan. Ada perayaan Natal yang jatuh pada tanggal 25 Desember.
Penulis: Leonardus Yoga Wijanarko | Editor: Leonardus Yoga Wijanarko
Cerita lain mengisahkan kejadian saat Martin Luther, tokoh Reformasi Gereja, sedang berjalan-jalan di hutan pada suatu malam.
Terkesan dengan keindahan gemerlap jutaan bintang di angkasa yang sinarnya menembus cabang-cabang pohon cemara di hutan, Martin Luther menebang sebuah pohon cemara kecil dan membawanya pulang pada keluarganya di rumah.

Untuk menciptakan gemerlap bintang seperti yang dilihatnya di hutan, Martin Luther memasang lilin-lilin pada tiap cabang pohon cemara tersebut.
Setelah masyarakat AS mengikuti jejak Inggris menggunakan pohon cemara pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, industri pun semakin berkembang dan merambah ke berbagai negara.
Termasuk industri berbagai hiasan pohon Natal seperti bola-bola yang digantung, pernak-pernik Santa Claus, tinsel (semacam tali berumbai yang dililitkan ke pohon), dan lainnya.
Baca: Masih Ingat dengan Pria Indonesia yang Nikahi Bule Asal Inggris, Ini Keadaan Keluarganya Sekarang
Baca: Sejarah Hari Ibu di Indonesia, Ini Kumpulan Ucapan Selamat Hari Ibu 2018
Baca: Orang Tua Halika Harus Dirujuk ke RS Padang, Bus Terguling di Jalan Lintas Bungo-Tebo
Karena penggunaan pohon cemara merupakan tradisi Eropa, ekspresi sukacita yang dilambangkan dengan berbagai dekorasi itu berbeda-beda di setiap negara.
Indonesia dan Filipina menjadi negara yang sangat terpengaruh tradisi Eropa itu sampai akhirnya para umat Kristen membeli pohon buatan tetapi yang penting berbentuk cemara.
Di Afrika Selatan keberadaan pohon Natal bukanlah sesuatu yang umum. Sementara masyarakat India, lebih memilih pohon mangga dan pohon pisang.
Selain itu dilansir dari Chatolic.com konon, kisah tentang pohon Natal diperkenalkan oleh St. Bonifasius, yang memiliki nama asli Winfrid. Di masa mudanya, Winfrid memiliki ketertarikan untuk bergabung dengan biara Benediktin, meskipun tak mendapat dukungan penuh dari orangtuanya.
Winfrid dikenal sebagai pribadi yang saleh dan suci. Dibalik ketaatannya, ia mempunyai mimpi untuk menjadi seorang misionaris ke Jerman.
Pada tahun 716, dirinya mendengar kabar bahwa Paus Gregorius II (715-731) akan mengirim beberapa misionaris ke Jerman. Ia akhirnya memutuskan ke Roma untuk bergabung sebagai misionaris.
Kedatangan Winfrid disambut baik oleh paus Gregorius II saat itu. Paus sangat senang dengan keputusan Winfrid untuk turut mewartakan kabar gembira kepada banyak orang. Winfrid kemudian ditugaskan paus Gregorius sebagai pengkotbah injil di wilayah Thuringia, Bavaria, Franconia, dan Hesse.
Dalam menjalankan misinya di Jerman, ia dikenal melalui pribadinya yang ramah namun sangat tegas. Segala usaha Ia lakukan hanya untuk mewartakan kabar gembira tentang Yesus Kristus kepada masyarakat setempat.
Baca: Jadwal Misa Natal dan Tahun Baru 2019 Paus Fransiskus di Vatikan, Mulai 24 Desember - 6 Januari 2019
Baca: Sejarah Hari Ibu di Indonesia, Ini Kumpulan Ucapan Selamat Hari Ibu 2018
Berkat kerja kerasnya, Winfrid dengan mudah diterima oleh masyarakat dan pemimpin suku di Hesse (Jerman Tengah). Kabar bahagia ini tersiar hingga Roma.
Tanpa ragu, paus Gregorius II kemudian mengangkat Winfrid sebagai Uskup Agung untuk seluruh daerah Jerman Timur. Sebagai pengakuan atas komisi misionaris istimewanya, paus pun kemudian mengubah nama Winfrid menjadi Bonifasius.