Kisah Pilu Nenek 73 Tahun yang Ditinggal Anaknya Bunuh Diri, Banting Tulang untuk Tetap Hidup
Oma Paulintje Kalinggang (73) hidup sebatang kara. Suaminya sudah lama meninggal.
TRIBUNJAMBI.COM - Jumat (16/11/2018) sekitar pukul 4 subuh. Suhu masih dingin. Apalagi di kelurahan Tumumpa Satu, Lingkungan 5, Kecamatan Tuminting, Manado yang berada di ketinggian.
Di saat semua orang masih lelap, meringkuk dalam selimut, Oma Paulintje Kalinggang (73), sudah memulai aktivitasnya sebagai pemulung.
Dengan gerak yang sudah lambat, dirinya menuruni kawasan perbukitan lewat tangga kecil yang melingkar lingkar.
Medan yang berbahaya itu, dengan lantai tangga yang kadang licin jika hujan serta jurang yang curam di kiri kanan,diterabas Oma dengan berani, sambil ia kadang-kadang mendendangkan lagu rohani.
Baca: Ratusan Pendekar Bertarung di Atas Laut Bangsring Banyuwangi
Oma hidup sebatang kara. Suaminya sudah lama meninggal.
Sang anak satu-satunya meninggal dengan cara tragis yakni gantung diri pada pertengahan tahun lalu.
Ia bertahan hidup dengan jadi pemulung.
Setiap hari Oma menempuh perjalanan sekitar 5 kilometer di seputaran Kecamatan Tuminting untuk mencari botol plastik.
Ditemui Tribun Manado sore di rumahnya, Oma nampak agak letih.
Ia mengaku mencari plastik sampai siang dengan rute yang lebih panjang.
"Biasanya sekira 5 kilo tapi ini sampai 7 kilo, maklum agak susah cari botol plastik," kata dia.
Di usianya yang sudah uzur itu, bicara Oma masih jelas, pendengaran masih baik dan ingatannya masih kuat.
Baca: Masih Ingat Gayus Tambunan, Kabarnya Sekarang Tak Nakal Lagi
Beber Oma, penghasilannya per hari hanya berkisar 10 ribu rupiah.
"Uang itu saya gunakan untuk makan dan derma di ibadah," kata dia.
Oma mengaku tak mudah baginya untuk memulung.
Ia harus berlomba dengan pemulung lainnya yang kian banyak serta berusia lebih muda.
"Mereka lebih gesit, tapi saya tak mau kalah, " kata dia.
Dikatakan Oma, ia mencari sampah botol plastik di kawasan perumahan serta pertokoan.
Pernah ia mencari sampah hingga ke sungai. "Waktu itu susah cari botol plastik," kata dia.
Setiap hari bergulat dengan sampah, Oma tak pernah merasa sakit.
Kuncinya menurut Oma adalah berdoa.
"Kalau sakit ringan sering, tapi kalau sakit berat tidak, saya pasrah saja pada Tuhan," kata dia.
Oma mengaku sering menghabiskan waktu sendiriannya dengan mengatur peralatan memulungnya seperti karung.
Baca: Film A Man Called Ahok Tembus 1 Juta Penonton, Ini Pesan Bijak Ahok untuk Penonton
Ia juga sering membaca Alkitab. Lain waktu ia berkunjung ke rumah warga untuk menonton televisi.
Di waktu-waktu tertentu, Oma kerap men di samping sebuah kubur di halaman rumahnya.
Kubur besar itu milik suami dan anaknya. Ia membangun kubur dua orang yang dicintainya itu dari hasil memulung.
"Saya rindu pada mereka," kata dia. Kematian sang anak satu - satunya begitu tragis.
Dia bunuh diri karena tidak kuat menanggung beban ekonomi. Sang anak sudah berumah tangga dan punya tiga anak.
Informasi yang dihimpun Tribun Manado, sang menantu sudah menikah lagi.
Tiga anak itu bersama ibunya. Oma mengaku tewasnya sang anak sangat memilukan hatinya.
"Waktu itu Oma sangat sedih, sepertinya tak ada alasan bagi Oma untuk hidup lagi," katanya.
Oma memilih untuk melanjutkan hidup karena ia yakin pada kemurahan Tuhan.
"Hidup harus tahu bersyukur, napas hidup saja sudah merupakan anugerah, saya akan tetap bertahan sampai Tuhan menanggil, " kata dia.