Usai Pesawat Dihantam Cuaca Eksrem, RPKAD Terpaksa 'Jinakkan' Teman Sendiri yang Membelot

Tidak ada pilihan lain bagi pasukan RPKAD kecuali harus bertempur secara profesional untuk menghadapi para rekannya yang ...

Editor: Duanto AS
Ilustrasi: Pasukan udara berkumpul di bandara. (gahetna) 

TRIBUNJAMBI.COM - Saat itu, Letnan I Udara Penerbang Nurasid Wahyu yang merupakan pilot Maskapai Penerbangan Garuda Indonesia, diperbantukan dalam peperangan (satuan Wing Garuda). Dia mendapat tugas mengangkut pasukan Resimen Para Komando Angkatan Darat ( RPKAD) dari Jakarta menuju Ambon.

Peristiwa yang terjadi pada akhir 1958 ini membuat air mata menetes.

Saat itu, semua pasukan RPKAD akan didaratkan ke Sulawesi menggunakan kapal perang untuk menumpas pemberontakan Permesta atau Perjuangan Rakyat Semesta.

Selain C-47 yang diterbangkan Letnan Nurasid, juga dikerahkan satu C-47 lainnya yang diterbangkan Kapten Udara Penerbang Dick Suharsono yang juga Komandan Skuadron III.

Kedua C-47 itu dikenal sebagai truk udara dan merupakan pesawat angkut militer favorit pasukan Sekutu pada PD II.

Pesawat terisi penuh pasukan RPKAD, lalu bertolak dari pangkalan udara Morotai.

Dilansir tribunjambi.com dari Intisari online, pada PD II, pangkalan udara Morotai merupakan pangkalan udara Jepang, yang selanjutnya direbut pasukan Sekutu.

Baca: Aksi Nekat Kopassus, Kopaska dan Marinir, Kejar Perompak sampai Batas Pantai, Lalu Habisi

Baca: Lakukan Pendaratan Pesawat Tanpa Cahaya, Kisah RPKAD Harus Terima Kenyataan Pahit

Baca: Sintong Panjaitan Salah Mendarat, Anggota RPKAD Dikepung Suku Asing Lembah X

Sebelum berangkat, semua awak C-47 mendapat pengarahan terlebih dahulu mengenai ancaman yang akan dihadapi para penerbang.

Jika dalam penerbangan ternyata menghadapi ancaman dari pesawat-pesawat tempur AUREV, kedua C-47 disarankan untuk menghindar.

Pasukan RPKAD-PGT yang diterjunkan di Irian Barat  (Angkasa)
Pasukan RPKAD-PGT yang diterjunkan di Irian Barat (Angkasa) ()

Dua pesawat C-47 itu merupakan pesawat transport dan tidak bersenjata.

Sedangkan, jika menghadapi cuaca buruk, para penerbang dipersilakan menilai keadaan. Dalam kondisi darurat, penerbang bisa mendaratkan pesawat di pangkalan udara terdekat.

Misi penerbangan kedua C-47 adalah membawa semua pasukan RPKAD dengan selamat, bukan malah sebaliknya.

Tiba malam hari

Demi menjaga kerahasiaan, kedua C- 47 AURI berangkat dari Pangkalan Udara Morotoi pada sore hari, sehingga akan tiba di Lapangan Udara Pattimura saat malam.

Kedatangan pasukan RPKAD di Ambon pada malam hari itu memang disengaja, mengingat simpatisan Permesta juga berada di Ambon.

Sebaliknya, pasukan RPKAD yang mendarat di Ambon, oleh pasukan lokal yang masih pro pemerintah RI, juga bisa dianggap pasukan Permesta. Jadi, pendaratan pasukan RPKAD bersenjata lengkap dan siap tempur itu tetap mengandung risiko diserang.

Penerbangan kedua pesawat C-47 dari sisi prosedur operasi pemindahan pasukan lewat udara juga berisiko tinggi, karena tidak dikawal pesawat-pesawar tempur AURI. Jika disergap pesawat tempur AUREV musuh, tidak bisa berbuat banyak.

Dalam PD II, pesawat-pesawat transportasi dalam penerbangannya selalu dikawal sejumlah fighter yang bertugas menghadapi pesawat-pesawar fighter musuh yang datang menyerang.

Baca: Kisah Kopassus Sang Pelindung Presiden Filipina yang Bergerak Atas Perintah Soeharto

Oleh karena itu, melalui penerbangan malam yang dilakukan secara rahasia, kemungkinan disergap pesawat AUREV juga kecil, sehingga keselamatan pasukan yang diangkut juga lebih terjamin.

Hujan di akhir tahun

Penerbangan di akhir tahun merupakan penerbangan di musim hujan dan dibutuhkan pilot pilot yang sudah berpengalaman.

Hujan lebat dan cuaca buruk serta angin topan kerap mengadang di sepanjang rute udara kawasan Indonesia Timur.

Para pilot pesawat transportasi umumnya diperintahkan menghindari cuaca buruk itu dan mendarat di lapangan udara alternatif.

Seperti sudah diduga, ketika penerbangan dua C- 47 dari Morotai mulai mendekati Ambon, cuaca gelap dan gemuruh halilintar langsung menyergap.

Cuaca buruk itu sebenarnya bisa dilintasi C-47 yang bermesin baling-baling, asal tidak terjebak oleh awan badai.

Di sisi lain, cuaca buruk itu juga menguntungkan karena mencegah penerbangan pesawat-pesawat tempur AUREV.

Dengan pertimbangan itu, kedua C-47 terus terbang melaju menembus awan tebal kumulonibus dan hujan lebat.

Tiba di atas udara Ambon cuaca justru makin buruk, hujan lebat dan gemuruh halilintar terus menerpa, pesawat pun terguncang guncang hebat.

Resiman Pasukan Komando Angkatan Darat (RPKAD). (Moh Habib Asyhad)
Resiman Pasukan Komando Angkatan Darat (RPKAD). (Moh Habib Asyhad) ()

Pasukan RPKAD yang berada di kabin penumpang tampak cemas dan sejumlah di antaranya mulai diserang mabuk udara.

Letnan Nurasid yang sudah kenyang pengalaman sebagai pilot Maskapai Penerbangan Garuda, tetap tenang dan terus memantau situasi melalui penunjuk instrumen di radio.

Dari informasi radio posisi kedua C-47 sudah tepat di atas lapangan udara Ambon.

Tapi karena cuaca yang demikian buruk dan gelap pekat, pilot tidak melihat tanda apa pun yang bisa dipakai sebagai panduan visual.

Yang terlihat hanyalan gemuruh hujan lebat dan kilatan halilintar yang menyambar nyambar serta teriakan para prajurit RPKAD yang sedang dilanda mabuk udara.

Setelah berkomunikasi dengan Kapten Dick, Letnan Nursaid berusaha melakukan pendaratan sedangkan, Kapten Dick memutuskan untuk holding.

Letnan Nursaid mencoba membuat suatu Non Directional Beacon (NDB ) procedur Let Down menuju landasan tapi karena hujan sangat lebat dan sama sekali tidak tampak tanda visual, upaya pendaratan dibatalkan.

Pesawat C-47 terbang menukik ke atas lagi disertai wajah wajah tegang anggota RPKAD.

Kedua C- 47 akhirnya hanya bisa berputar putar dan dengan perhitungan ketersediaan bahan bakar, Kapten Dick memberi perintah divert menuju lapangan udara Namlea yang berada di Pulau Buru.

Butuh waktu terbang setengah jam untuk menuju Namlea dan berkat bantuan sinar bulan yang remang remang, C- 47 yang diterbangkan Kapten Dick telah mendarat terlebih dahulu dan parkir di ujung landasan.

Kini giliran Letnan Nursaid untuk mendarat di lapangan udara yang tanpa dilengkapi fasilitas untuk penerbangan malam, memiliki landasan pendek, dan proses pendaratan darurat itu hanya menggunakan perangkat landing light yang berada di pesawat.

Dengan mengerahkan seluruh kemampuan dan ketrampilannya, Letnan Nursaid mulai membuat manuver ancang ancang untuk mendarat.

Kali ini Letnan Nursaid harus membuat perhitungan cermat karena selain landasan Namlea pendek juga tidak ada tempat parkir.

Pesawat C- 47 yang diterbangkan Kapten Dick dan berada di ujung landasan membuat panjang landasan Namlea makin berkurang.

Jantung berdebar, jalur landasan habis

Jantung Letnan Nursaid makin berdebar kencang mengingat keselamatan semua pasukan RPKAD dan C-47 yang bahan bakarnya makin menipis itu, benar benar berada di tangannya.

Sebelum memutuskan mendarat Letnan Nursaid melaksanakan terbang rendah di atas landasan untuk observasi.

Kendati dalam keadaan setengah gelap harus sudah ada pandangan dan perhitungan kapan dan di mana akan touch down secara akurat.

Akhirnya berkat perhitungan cermat dan kerja sama antara pilot serta kopilot saat melaksanakan pendaratan, dengan cara menginjak rem sekuat tenaga begitu roda pesawat menyentuh tanah, C-47 berhasil mendarat selamat hanya beberapa meter jaraknya dari C-47 yang dipiloti Kapten Dick.

Dikepung pasukan

Dalam kondisi setengah gelap dan di bawah temaram sinar bulan semua kru serta pasukan segera berkumpul di sekitar pesawat.

Komandan pasukan RPKAD tampak memberikan briefing sementara sebagian lainnya berkeliling lapangan udara untuk menilai situasi.

Baca: VIDEO: Menhan AS, James Mattis Melongo Lihat Kepala Ular Putus Digigit Kopassus Tepat di Depannya

Hasil dari observasi medan itu cukup mengejutkan karena di balik semak semak sudah banyak tentara lokal yang datang mengepung dan siap menyerang.

Atas laporan itu, komandan pasukan RPKAD segera bertindak cepat.

Ia segera meraih megaphone dan menyerukan agar pasukan yang sedang mengendap di balik semak belukar segera keluar.

Komandan RPKAD juga menegaskan bahwa pasukan yang baru mendarat adalah tentara RI.

Pasukan lokal yang semula bersembunyi pun keluar dengan menenteng senapan masing-masing dan selanjutnya saling bersalaman.

Ternyata pasukan lokal itu mengira jika pasukan yang baru saja mendarat menggunakan dua C-47 adalah pasukan Permesta yang ingin menduduki Pulau Buru.

Mujur pasukan lokal itu tidak langsung menembak begitu dua C-47 mendarat.

Pengiriman pasukan RPKAD ke Ambon akhirnya berjalan lancar dan dari Ambon pasukan RPKAD kemudian dikirim ke Sulawesi Utara untuk bertempur menggunakan kapal perang.

Melawan "teman sendiri"

Pasukan RPKAD sendiri setelah berhasil mendarat di pantai Wori, Sulawesi Utara, langsung menunjukkan ketangguhannya sebagai pasukan tempur yang efektif dan efesien.

Salah satu pertempuran sengit dan memakan korban jiwa adalah ketika mereka bertempur memperebutkan Lapangan Udara Sam Ratulangi, Manado.

Kendati musuh banyak memiliki senjata pertahanan kaliber 12,7 mm, karena kurang terlatih dan berpengalaman tempur, senjata-senjata mematikan bantuan asing itu malah banyak yang ditinggalkan.

Banyak pasukan Permesta yang berlindung di parit pertahanan dan selanjutnya ditawan oleh RPKAD.

Namun demikian dua personel RPKAD gugur dan sejumlah lainnya terluka.

Untuk pertama kalinya pula dalam pertempuran itu mereka menghadapi mantan pasukan KNIL yang dipersenjatai senapan mesin Browning 30 Cal bantuan dari AS.

Hanya saja dalam suatu pertempuran di kawasan Tomohon, Tondano, dan Minahasa pasukan RPKAD harus menghadapi kenyataan pahit karena mereka harus melawan sesama anggota RPKAD yang telah membelot ke Permesta.

Sekitar satu peleton pasukan RPKAD yang sedang cuti dan pulang ke Minahasa akhirnya memutuskan bergabung ke Permesta ketika gerakan Permesta dikumandangkan.

Tidak ada pilihan lain bagi pasukan RPKAD kecuali harus bertempur secara profesional untuk menghadapi para rekannya yang telah bergabung kepada para pemberontak.

Pasukan RPKAD dalam pertempuran melawan Permesta. (Moh Habib Asyhad)
Pasukan RPKAD dalam pertempuran melawan Permesta. (Moh Habib Asyhad) ()

Di bawah pimpinan Letnan Satu LB Moerdani pasukan RPKAD kembali menunjukkan jati dirinya sebagai pasukan pemukul sekaligus menjadi bagian pasukan elite yang sukses melumpuhkan Permesta.

Seperti putaran jarum jam, usai bertugas di Sulawesi pasukan RPKAD yang sudah berada di Morotai dijemput menggunakan C-47 dan Convair 240.

Untuk kesekian kalinya para kru pesawat kembali berjuang menempuh penerbangan lebih dari lima jam nonsetop melawan cuaca buruk. Akhirnya semua pasukan berhasil mendarat di Pangkalan Perak ALRI, Surabaya. Misi akhirnya terlaksana.

Baca: Dapat Kuliah Singkat dari Prajuritnya, Benny Moerdani Nekat Terjun, Sempat Ragu Tak Selamat

Baca: Benny Moerdani Banting Baret di Depan Try Sutrisno dan Edi Sudrajat, Seisi Ruangan Kaget

Baca: Lift Hotel Waldorf AS, Paspampres Vs Agen Rahasia Israel Adu Cepat, Tahu-tahu Pistol Nempel Perut

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved