Penjelasan Lengkap Kabar Relawan Asing Diusir Dari Palu, BNPB Sebut Bantuan Harus Sesuai Aturan
22 relawan asing tak mengantongi syarat tidak adanya barang bantuan yang dibutuhkan oleh Pemerintah Indonesia yang mereka bawa
TRIBUNJAMBI.COM - Penjelasan Lengkap Kabar Relawan Asing Diusir Dari Palu, BNPB Minta Bantuan Harus Sesuai Aturan
Sebanyak 22 relawan asing dari sejumlah negara ditolak masuk ke kawasan Kota Palu.
Mereka terdiri dari 5 relawan asal Nepal, 8 orang Meksiko, 8 orang asal Tiongkok, dan 1 orang asal Australia.
Alasan penolakan relawan asing ini karena tidak memiliki mitra lokal berbentuk organisasi sebagai salah satu syarat izin relawan asing terjun langsung ke daerah bencana.
Selain itu, 22 relawan asing tersebut tak mengantongi syarat lainnya, seperti tidak adanya barang bantuan yang dibutuhkan oleh Pemerintah Indonesia yang mereka bawa.
Pemerintah Indonesia menerima bantuan asing terbatas pada empat items yang dibutuhkan, yaitu transportasi udara, genset, tenda, dan water treatment.
Selain itu, ke-22 relawan juga tidak pernah mengajukan permohonan tertulis ke Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) atau Kedutaan Besar (Kedubes) masing-masing mengenai izin pemberian bantuan.
Baca: Seluruh Wilayah Indonesia Berpotensi Gempa, Ini Daerah Paling Rawan Gempa Bumi Versi ESDM
Padahal, syarat tersebut wajib bagi relawan asing yang ingin terjun langsung ke daerah bencana.
"Kebijakan mengenai relawan asing diambil bukan dengan maksud untuk mencegah relawan asing memasuki Sulawesi Tengah, tapi untuk memastikan bahwa mereka mengutamakan koordinasi dengan tim atau badan di Indonesia yang memimpin proses penyelamatan dan upaya upaya pemulihan," kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho di kantor BNPB, Utan Kayu, Jakarta Timur, Kamis (11/10/2018).
Dari 22 relawan, 8 relawan asal Tiongkok hendak masuk ke Palu dengan mengklaim mendapat surat undangan langsung dari Bupati Sigi.
Namun, disinyalir surat tersebut palsu sehingga petugas tetap menolak mereka masuk ke Palu.
Dilaporkan, 3 dari 8 relawan asal Tiongkok tersebut sempat nekat memasuki Palu, meski saat ini ketiganya telah keluar dari wilayah tersebut.
Sementara, 14 relawan lainnya yang juga ditolak masuk ke daerah bencana, telah difasilitasi untuk kembali ke Balikpapan dengan menggunakan pesawat Hercules Malaysia.
Baca: Kriss Hatta Dijodohkan dengan Salmafina saat Jadi Bintang Tamu di Hotman Paris Show
"WNA tersebut telah diarahkan untuk menghubungi Tim Kemlu Posko Balikpapan guna mengajukan permohonan tertulis masuk Kota Palu setiba di Balikpapan," ujar Sutopo.
Meski demikian, petugas berterima kasih atas keinginan relawan asing untuk membantu penanggulangan bencana di Sulawesi Tengah.
Hanya saja, Sutopo menegaskan, pemberian bantuan tetap harus sesuai aturan. Hal ini berlaku di setiap negara.
"Kami terima kasih atas keinginan membantu masyarakat di Sulteng yang terkena bencana, tapi dalam bantuan tadi selalu ada aturan mainnya," kata Sutopo.
Gempa bermagnitudo 7,4 SR yang terjadi Jumat (28/9/2018) pukul 17.02 WIB di sejumlah wilayah di Sulawesi Tengah mengakibatkan 2.073 orang meninggal dunia dan 10.679 orang luka berat.
Tercatat pula, 680 orang hilang yang diperkirakan masih tertimbun di bawah reruntuhan bangunan akibat gempa dan tsunami.
Selain itu, dilaporkan juga 82.775 warga mengungsi di sejumlah titik. 67.310 rumah dan 662 sekolah tercatat rusak. Dan 22 fasilitas kesehatan serta 99 fasilitas peribadatan rusak berat.
Kecewa Tak Pernah Diperlakukan Seperti Ini
Sejumlah relawan asing yang menangani korban gempa di Palu mengaku diusir oleh pihak BNPB.
Mereka mengaku diusir dengan alasan tenaga mereka tidak dibutuhkan.
Baca: Detik-detik Tiga Prajurit Kopassus Taklukkan Puncak Everest, Asmujiono Teriak Allahu Akbar, Komando!
Kabar pengusiran itu pun menjadi sorotan dunia dan diberitakan media internasional.
Hal tersebut dialami aktivis LSM asal Afrika Selatan, Gift of the Givers.
Ahmed Bham ketua tim Gift of the Givers mengaku mendapat kabar bahwa Indonesia melarang anggota Urban Search and Rescue Team (USAR) mengangkut jenazah korban.
"Semua anggota tim USAR harus kembali ke negaranya masing-masing. Mereka tidak dibutuhkan di Indonesia," kisah Ahmed dalam wawancara video kepada AFP, Rabu (10/10/2018).
Ahmed mengaku mereka sering menangani bencana besar, namun baru sekali mereka mendapat perlakuan seperti ini.
"Saya tak mau basa-basi, tapi disana (Palu) seperti "kalian tak bisa bekerja disini, kalian tak bisa melakukan ini, kalian tak bisa melakukan itu (penanggulangan)" kami tak pernah dilakukan begini sebelumnya di bencana besar lainnya," ujarnya.
Padahal Ahmed menyatakan bahwa relawan yang dikirim ke Indonesia bukan tanpa kualifikasi.
"Kami memiliki tim SAR yang sangat berpengalaman dengan peralatan khusus. Saya ingin menggunakannya," ujar dia dengan nada kecewa.
USAR yang beranggotakan 27 orang tiba dari Johannesburg tiga hari silam.
Dia mengaku sudah menghabiskan banyak waktu untuk datang ke Palu.
Mereka yakin kemampuan yang dimiliki bisa membantu korban gempa dan tsunami, namun niat baik itu justru berbuah pahit.
Terkait bantuan relawan asing, Kepala Pusat Data, Informasi, dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana ( BNPB), Sutopo Purwo Nugroho berikan penjelasan.
Dilansir Tribun Video dari Kompas, Sutopo mengungkapkan memang ada larangan bagi relawan asing untuk ikut terjun secara langsung dalam penanggulangan bencana di Sulawesi Tengah.
Sutopo menuturkan alasan larangan tersebut karena relawan asing memiliki kultur kerja yang berbeda dari Indonesia.
"Relawan asing diatur, tidak bisa nyelonong seenaknya ke mana-mana. Karena beda kultur, bahasa, dan lainnya. Hal itu biasa terjadi, diatur di semua negara," kata Sutopo di kantor BNPB, Utan Kayu, Jakarta Timur, Rabu (10/10/2018).
Meski demikian, relawan maupun organisasi masyarakat luar negeri yang ingin memberikan bantuan untuk bencana Sulawesi Tengah tetap difasilitasi Kementerian Luar Negeri (Kemenlu).
Namun ada catatan khusus, yakni dalam pendistribusiannya, relawan asing harus menggandeng mitra lokal.
"Ormas asing yang sudah terlanjur membeli atau menyiapkan bahan dukungan dan material di Indonesia harus didaftar menjadi mitra kementerian/lembaga dan wajib menggunakan mitra lokal untuk melaksanakan distribusi," ujar Sutopo.
Sutopo juga menegaskan, meskipun Pemerintah Indonesia menerima bantuan internasional untuk penanggulangan gempa dan tsunami Sulteng, bantuan tersebut sifatnya hanya suplemen, bukan instrumen utama penanggulangan.
"Bantuan internasional hanya suplemen, bukan utama," ujar Sutopo.