Rupiah Tembus Rp15.200 Terhadap Dolar, Tapi IMF Malah Sebut Indonesia Negara Sukses Hadapi Tekanan
Selasa (9/10/2018) pukul 10.09 WIB, Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) berada di Rp 15.233 per dollar Amerika Serikat (AS).
TRIBUNJAMBI.COM - Kurs rupiah masih melanjutkan pelemahan dan menjadi konsumsi politik jelang Pilpres 2019.
Selasa (9/10/2018) pukul 10.09 WIB, Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) berada di Rp 15.233 per dollar Amerika Serikat (AS).
Angka Jisdor ini melemah 0,26% jika dibandingkan dengan kemarin. Dalam enam hari perdagangan berturut-turut, rupiah mengakumulasi pelemahan 2,20%.
Baca: Tak Berhenti Membuat Orang Tertawa, 5 Zodiak Ini Memiliki Selera Humor Tinggi
Baca: Update CPNS 2018 - Kemenpan RB Beri Imbauan Terkait Pengiriman Berkas di sscn.bkn.go.id
Di pasar spot pukul 10.10 WIB, rupiah pun melemah 0,11% ke Rp 15.235 per dollar AS dari harga penutupan kemarin pada Rp 15.218 per dollar AS.
Dalam tujuh hari perdagangan berturut-turut di pasar spot, rupiah mengakumulasi pelemahan 2,23%.
Nilai tukar rupiah melemah di tengah mulai menguatnya sebagian mata uang Asia. Penguatan mata uang terhadap the greenback tampak pada mata uang yuan China, peso Filipina, baht Thailand, dan yen Jepang. Sedangkan mata uang Asia lainnya masih melemah.
Namun, mengejutkan Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) menyatakan bahwa nilai tukar rupiah yang terdepresiasi terhadap dollar AS tidak perlu dikhawatirkan secara berlebihan.
Chief economist IMF Maurice Obstfeld mengatakan, tekanan terhadap nilai tukar rupiah, yakni berupa pengetatan kebijakan moneter di AS secara gradual dan pengetatan moneter di sejumlah negara memang berdampak ke emerging markets.
Baca: Minta Diundang ke Acara ILC, Fahri Hamzah Sebut Seperti Laga UFC, Link Live Streaming di Sini
Baca: 61 Ribu Baby Lobster Diselundupkan, Sukarni Peringatkan Baby Lobster Dilindungi
“Dollar AS menguat. Namun satu cara melihat ini adalah meski rupiah secara year to date melemah 10% terhadap dollar AS, tapi depresiasi terhadap negara-negara rekanan dagang Indonesia hanya sekitar 4% saja,” kata Maurice di Bali, Selasa (9/10/2018).
Dia menambahkan, perbandingan ini penting untuk dilihat dalam situasi pelemahan nilai tukar.
Obstfekd melanjutkan, Indonesia juga menjadi cerita sukses dalam menghadapi tekanan global yang mempengaruhi stabilitas ekonomi domestik.
“Meskipun kami menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi karena kebijakan pengetatan moneter, harga minyak, dan situasi perdagangan dunia yang tidak jelas, tapi kami lihat pertumbuhan masih cukup kuat dan ada kesempatan bagi pemerintah untuk mendorong ekonomi Indonesia lebih konsisten tumbuhnya,” ucap dia.
Dalam laporannya yang dirilis hari ini, Selasa (9/10), IMF menurunkan proyeksi atas pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 5,1% pada tahun ini.
Dalam laporan IMF sebelumnya pada April, IMF memproyeksi ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,3% tahun ini.
Pertumbuhan ekonomi sebesar 5,1% untuk Indonesia ini juga diperkirakan terjadi pada tahun depan. Dalam laporan IMF pada April, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2019 diperkirakan 5,5%.
Baca: Jambret Ponsel Cewek, Rian dan Ade Diseret di Pengadilan
Baca: Bungo Absen di Cabor Judo dan Sepatu Roda, Porprov Provinsi Jambi
Meski memangkas pertumbuhan ekonomi Indonesia, IMF menilai, Indonesia memiliki pertumbuhan ekonomi domestik yang baik meskipun tekanan global menerpa banyak negara.
Maurice mengatakan, ketidakpastian global itu di antaranya, meningkatnya suku bunga dan ketidakpastian politik yang luas yang telah memicu "gangguan" dalam kebijakan perdagangan.
"Indonesia adalah contoh sukses, meskipun kami sudah menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia,” ujar Maurice.
Ia mengatakan di tengah ketidakpastian global, Indonesia masih perlu untuk melanjutkan pembangunan infrastruktur.
“Indonesia butuh infrastruktur memang. Jadi, langkah pemerintah ini bagus, kami juga berpikir Indonesia bisa lebih diuntungkan dari investasi langsung asing (FDI) yang lebih banyak untuk bisa memenuhi demand terhadap infrastruktur,” katanya.
“Dalam hal ini, Indonesia sangat atraktif dengan regulasi dan restriksi yang semakin sedikit,” lanjutnya.
Jaga cadangan devisa
Namun pelemahan mata uang Garuda menguras cadangan devisa.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah Redjalam mengatakan, ada beberapa faktor yang menyebabkan pelemahan rupiah hari ini. Pertama, tidak ada berita baru yang cukup baik yang bisa membangun sentimen positif di pasar.
"Sumber-sumber tekanan terhadap rupiah masih sama, tekanan global, dan kondisi domestik khususnya current account deficit atau CAD (defisit transaksi berjalan) belum membaik," kata Piter kepada Kontan.co.id, Senin (8/10).
Selain itu kata dia, harga minyak mentah dunia juga diperkirakan terus meningkat. Hingga Senin (8/10/2018) pagi , harga minyak mentah West Texas Intermediete (WTI) untuk pengiriman November 2018 di New York Mercantile Exchange berada di US$ 73,81 per barel.
Sementara harga minyak brent untuk pengiriman Desember 2018 di ICE Futres sebesar US$ 83,37 per barel.
"Sementara cadev (cadangan devisa) yang menurun cukup besar menambah kekhawatiran pasar akan kemampuan pemerintah mengelola APBN dan stabilitas rupiah," tambah Piter.
Per akhir September lalu, posisi cadev kembali menurun ke level US$ 114,85 miliar.
Ia memperkirakan, tekanan terhadap rupiah masih akan panjang. Makanya, BI juga harus benar-benar berhitung dalam menggunakan cadev untuk stabilisasi kurs.
"Jangan sampai BI salah hitung dan kehabisan nafas sendiri," tambahnya.(*)
IKUTI KAMI DI INSTAGRAM: