Jadi Letnan Rebutan Para Jenderal, Pierre Tendean Jadi Sosok 'Salah Tangkap' di Tragedi G30S PKI
Banyak yang percaya bahwa Pierre Tendean sejatinya punya masa depan cerah nan indah.
TRIBUNJAMBI.COM - Banyak yang percaya bahwa Pierre Tendean sejatinya punya masa depan cerah nan indah.
Dalam soal pelajaran, ia begitu menonjol. Ia juga punya tekad yang kuat; menjadi tentara adalah keinginannya sejak kecil.
Pengalaman medan tempurnya pun tak perlu diragukan lagi.
Ketika masih berpangkat Kopral Taruna, ia sudah ikut dalam operasi penumpasan pemberontakan PRRI di Sumatera.
Tapi, tragedi 1 Oktober 1965 dini hari telah menghancurkan segalanya.
Ia menjadi satu dari tujuh Pahlawan Revolusi yang menjadi korban Gerakan 30 September (G30S).
Pierre Andries Tendean adalah bungsu dari tiga bersaudara buah cinta A.L. Tendean dan Cornel M.E yang berdarah Prancis.
Baca: Empat Atlet Paralayang Indonesia Ditemukan Tewas di Reruntuhan Hotel, 3 Masih Dicari
Baca: Letjen Duane sampai Terbelalak Lihat Peluru Lewat, Aksi Denjaka Bikin Kaget Jenderal Amerika
Sejak lahir, laki-laki yang berulang tahun tiap 21 Februari ini merupakan anak kesayangan keluarga.
Bukan lantaran dia satu-satunya anak lelaki di situ, tapi lebih karena Pierre adalah sosok yang mudah bergaul dan cerdas.
Masa kecilnya dia lalui di lereng Gunung Merapi di Jawa Tengah. Ketika itu Belanda sedang menjalankan Agresi Militer II.
Sejak kecil dia terbiasa bergaul dengan anak-anak desa yang berlainan adat dengannya. Kebiasaan itu dia teruskan ketika meneruskan pendidikan Sekolah Dasar di Magelang dan sekolah menengah di Semarang.
Ketika sekolah di Semarang, nilai ujiannya sangat menonjol. Bahasa Jermannya mendapat nilai 9, juga untuk pelajaran olahraga.
Keinginannya menjadi prajurit sudah mengental saat itu, walau ayahnya mengharapkan Pierre meneruskan pendidikan ke Fakultas Kedokteran.
Baca: Menyalahgunakan Narkotika, Hafiz Cs Hanya Dituntut 10 Bulan Penjara
Baca: Info Terbaru Tsunami Palu, Adelia Pasha Laporkan Keadaan Terkini, Mulai Tidak Kondusif
Pierre akhirnya mengikuti tes dua-duanya, tapi lebih tertarik masuk ke Akademi Militer jurusan teknik.
Bulan November 1958 Pierre diterima dan masuk pendidikan Akademi Teknik Angkatan Darat (Aktekad) di Bandung.
