Sejarah Indonesia

Komandan Kopassus yang Tetap Berpihak ke Soeharto Walau Dibujuk Bersekutu dengan G30S PKI

Pada malam 30 September 1965 para Jenderal TNI diculik dan dibawa ke Lubang Buaya satu diantara desa di Jakarta Barat.

Editor: Andreas Eko Prasetyo
Sarwo Edhie Wibowo pimpin RPKAD tumpas PKI 

Sampai di Solo mereka mendapati para buruh yang tergabung di Serikat Buruh Kereta Api (SBKA) di Stasiun Balapan melakukan mogok kerja.

Para buruh ini hanya duduk-duduk di pinggir rel.

Baca: Link Live Streaming dan Jadwal Korea Open Hari Ini, 3 Wakil Indonesia Main, Mulai Pukul 14.00

Baca: Terdakwa Pencabulan Terhadap Anak di Batanghari Sebut Menyesal dan Terima Berapapun Putusan Hakim

Akibatnya kereta api dari Yogyakarta, Semarang, Madiun dan tujuan lain tertahan di Solo.

Sarwo Edhie kemudian mengajak dialog para buruh yang sedang mogok kerja tersebut.

Sarwo yang berkaca mata hitam berteriak. "Siapa yang mau mogok, berkumpul di sebelah kiri saya."

Tak ada reaksi dari para buruh, kemudian Sarwo berteriak kembali "Siapa yang tidak mau mogok supaya berkumpul di sebelah kanan saya. Saya beri waktu lima menit!"

Para buruh tersebut ternyata memilih berdiri di sisi kanan Sarwo Edhie, "Lho ternyata tidak ada yang mau mogok. Kalau begitu jalankan kereta api," kata Sarwo.

Rebut RRI Hingga Lapangan Udara Halim Perdana Kusuma

Pada pagi hari tanggal 1 Oktober 1965, enam jenderal, termasuk Ahmad Yani diculik dari rumah mereka dan dibawa ke Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma.

Sementara proses penculikan sedang dieksekusi, sekelompok pasukan tak dikenal menduduki Monumen Nasional (Monas), Istana Kepresidenan, Radio Republik Indonesia (RRI), dan gedung telekomunikasi.

Hari dimulai seperti biasanya bagi Sarwo Edhie dan pasukan RPKAD yang sedang menghabiskan pagi mereka di markas RPKAD di Cijantung, Jakarta.

Baca: Ahmad Dhani Ungkap Penyebab Al Ghazali Pingsan, Ternyata Kena EMM, Penyakit Keturunan

Baca: Isi Pidato BTS di Depan Dewan Keamanan PBB, Penuh Inspirasi End Violence Lindungi Anak-anak

Kemudian Kolonel Herman Sarens Sudiro tiba.

Sudiro mengumumkan bahwa ia membawa pesan dari markas Kostrad dan menginformasikan kepada Sarwo Edhie tentang situasi di Jakarta.

Sarwo Edhie juga diberitahu oleh Sudiro bahwa Mayor Jenderal Soeharto yang menjabat sebagai Panglima Kostrad diasumsikan akan menjadi pimpinan Angkatan Darat.

Setelah memberikan banyak pemikirannya, Sarwo Edhie mengirim Sudiro kembali dengan pesan bahwa ia akan berpihak dengan Soeharto.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved