Sejarah Indonesia
Saat Kopassus Jalani Misi Non-Militer ke Gunung Everest dan Kisahnya Sampai Mendunia
Ada cerita menarik saat anggota Komando Pasukan Khusus ( Kopassus) mendaki puncak atap dunia itu.
Bashkirov dan Misirin berjalan paling depan. Setelah itu Iwan dan saya, Asmujiono dan Dr Vinogradski terakhir di belakang.
Baca: Diperiksa 24 Jam, Orangtua yang Kuburkan Bayinya dengan Tak Layak di Batanghari, Dibebaskan
Baca: Dilaporkan Perilaku Sadis Tentara Sudan Selatan, Bakar Warga, Perkosa Wanita dan Pukuli Anak-anak
Punggungan gunung hari ini tampaknya lain dari biasanya, lebih terjal dan saljunya tebal sekali.
Iwan bisa maju dengan perlahan, namun pada satu tempat badannya oleng.
Untunglah, disaat yang kritis itu, ia berhasil diselamatkan dengan tali pengaman.
Ketika saya sedang memperlihatkan padanya bagaimana cara menggunakan linggis es (Ice Pickels) di punggung gunung secara benar.
Disini jelas terlihat bahwa saya sedang berhadapan dengan orang yang baru empat bulan lalu untuk pertama kali dalam hidupnya melihat salju.
Sebenarnya melalui rute punggung gunung ini, dengan hanya menggunakan tali pengaman sudah cukup. Hal ini sudah saya perhitungkan sebelumnya, jadi tidak perlu menggunakan linggis es.
Tapi, sekarang saya terpaksa harus mengajarkan menggunakan itu ke anak muda yang sabar dan bertekad bulat ini.
Saya bertanya kembali kepada diri saya sendiri.
Baca: Pernikahan Vicky Prasetyo dan Angel Lelga Settingan? Nikita Mirzani Keceplosan Ini
Baca: Sidang Zumi Zola: Cornelis Buston Ungkap Zoerman Manap dan Ketua Fraksi Minta Uang Ketok Palu
“Apa artinya semua ini, bagi orang Indonesia?”.
Bahkan, sebagai seorang atlet, saya tidak akan mempertaruhkan nyawa hanya sekedar untuk sampai ke puncak.
Tapi serdadu ini punya prinsip luar biasa. Mereka rela mempertaruhkan nyawa mereka untuk keberhasilan ekspedisi ini.
Setelah Iwan berjuang melalui punggungan gunung, dimana pada fase ini saya harus terus mengamati, kami mendaki terus perlahan dan saya sampai di kaki Hillary Step.
Saya sampai di ujung Hillary Step, selagi Iwan dan Asmujiono yang berjalan di belakang saya melewati punggung gunung.
Di situ, saya berdiskusi dengan Bashkirov, dimana kami harus memutuskan apakah hanya Misirin sendiri yang terus mendaki sampai di puncak, dan yang lainnya turun.