'The Ghost of Everest' Jalan Bareng Anggota Kopassus, Taklukkan Puncak Everest
Misirin berjalan maju, perlahan tanpa pertolongan. Asmujiono bergerak mantap, tapi seperti orang yang sedang bermeditasi.
Punggungan gunung hari ini tampaknya lain dari biasanya, lebih terjal dan saljunya tebal sekali.
Iwan bisa maju dengan perlahan, namun pada satu tempat badannya oleng.
Untunglah, disaat yang kritis itu, ia berhasil diselamatkan dengan tali pengaman.
Ketika saya sedang memperlihatkan padanya bagaimana cara menggunakan linggis es (Ice Pickels) di punggung gunung secara benar. Disini jelas terlihat bahwa saya sedang berhadapan dengan orang yang baru empat bulan lalu untuk pertama kali dalam hidupnya melihat salju.
Sebenarnya melalui rute punggung gunung ini, dengan hanya menggunakan tali pengaman sudah cukup. Hal ini sudah saya perhitungkan sebelumnya, jadi tidak perlu menggunakan linggis es.
Tapi, sekarang saya terpaksa harus mengajarkan menggunakan itu ke anak muda yang sabar dan bertekad bulat ini.
Saya bertanya kembali kepada diri saya sendiri.
“Apa artinya semua ini, bagi orang Indonesia?”.
Baca: Bak Siluman, Satu Anggota Kopaska Ini Usir Kapal Perang Malaysia
Bahkan, sebagai seorang atlet, saya tidak akan mempertaruhkan nyawa hanya sekedar untuk sampai ke puncak.
Tapi serdadu ini punya prinsip luar biasa. Mereka rela mempertaruhkan nyawa mereka untuk keberhasilan ekspedisi ini.
Setelah Iwan berjuang melalui punggungan gunung, dimana pada fase ini saya harus terus mengamati, kami mendaki terus perlahan dan saya sampai di kaki Hillary Step.
Saya sampai di ujung Hillary Step, selagi Iwan dan Asmujiono yang berjalan di belakang saya melewati punggung gunung.
Di situ, saya berdiskusi dengan Bashkirov, dimana kami harus memutuskan apakah hanya Misirin sendiri yang terus mendaki sampai di puncak, dan yang lainnya turun.
Asmujiono sedang berusaha melewati Hillary Step, Vinogradski nampak di belakang.
Dia berusaha meyakinkan Iwan untuk turun, tapi dia tidak mau.