Sejarah Indonesia
Duel Maut Kopassus Lawan Grilyawan Kalimantan yang Berujung Hilangnya Nyawa Sang Pemimpin
Keberanian prajurit Kopassus dalam mengamankan negara memang tak perlu diragukan lagi.
TRIBUNJAMBI.COM - Keberanian prajurit Kopassus dalam mengamankan negara memang tak perlu diragukan lagi.
Jiwa raga mereka persembahkan hanya untuk tanah air tercinta.
Seperti cerita berikut ketika seorang prajurit harus saling bunuh dengan geriliawan Kalimantan.
Dilansir TribunJambi.com dari Intisari dikutip dari buku berjudul Operasi Sandi Yudha, ditulis oleh Jenderal Purn AM Hendropriyono memuat kisah hebat prajurit TNI.
Buku itu berjudul Menumpas Gerakan Klandestin yang diterbitkan Penerbit Buku Kompas tahun 2013.
Buku ini mengisahkan operasi militer pasukan elite Puspassus (cikal bakal Kopassus sekarang) melawan gerombolan Pasukan Gerilya Rakyat Serawak (PGRS) dan Pasukan Rakyat Kalimantan Utara (Paraku) sekitar tahun 1968-1974.
Baca: Saat Komandan Prajurit Kopassus ini Pangku Prajuritnya yang Tertembus Peluru di Kepalanya
Baca: Deretan Wanita Cantik Indonesia ini Jadi Bintang Film Panas di Luar Negeri, Siapa Saja Mereka?
Banyak kisah menarik di dalamnya.
Salah satu hal yang menarik adalah upaya penangkapan petinggi PGRS/Paraku dengan jabatan Sekretaris Wilayah III Mempawah Siauw Ah San.
Tim Halilintar pimpinan Kapten Hendropriyono bisa mendapatkan info soal Ah San dari Tee Siat Moy, istrinya yang berkhianat.
Siat Moy mau membantu TNI dengan syarat Ah San tak dibunuh. Maka Hendro memimpin 11 prajurit Halilintar Prayudha Kopasandha (kini Kopassus) untuk meringkus Ah San hidup-hidup.
Mereka tidak membawa senjata api, hanya pisau komando sebagai senjata.
Hanya Hendro yang membawa pistol untuk berjaga-jaga.
Setiap personel dilengkapi dengan handy talky (HT).
Baca: Tiga Anggota DPRD Provinsi Jambi Ngaku Terima Uang Ketok Palu, Sidang Zumi Zola
Baca: Prabowo Sebut Sosok ini yang Dulu Gulingkan Ahok di Pilkada DKI, Apa Akan Bantu di Pilpres 2019?
3 Desember 1973 pukul 16.00, tim mulai merayap ke sasaran yang jauhnya sekitar 4,5 km melewati hutan rimba yang lebat.
Kecepatan merayap pun ditentukan. Kode hijau artinya merayap 10 meter per menit, kode kuning berarti lima meter per menit.
Sedangkan kode merah artinya berhenti merayap. Ditargetkan mereka bisa sampai di titik terakhir pukul 22.00.
Lalu melakukan operasi penyerbuan di gubuk Ah San pukul 04.00, keesokan harinya.
Baru setengah jam merayap, tim sudah dihadang ular kobra.

Ada juga yang ternyata melintasi sarang kobra. Untung saat latihan komando mereka sudah praktik menjinakkan ular kobra sehingga tak ada yang kena patuk.
Di tengah kegelapan malam, anak buah Hendro juga berhasil melumpuhkan beberapa penjaga secara senyap.
Pukul 22.25 WIB, tim sudah sampai di lokasi yang ditentukan. Masih cukup lama menunggu waktu operasi.
Namun rupanya kemudian lewat HT, Intelijen melaporkan Ah San tak ada di pondok tersebut. Seluruh tim sangat kecewa.
Baru pukul 14.00 Siat Moy dan perwira intelijen Kodim Mempawah memastikan Ah San ada di pondok.
Maka kembali kegembiraan melingkupi seluruh anggota tim.
Baca: Imel Bilang Masih Pakai Pedoman Alquran, Pembangunan Masjid dari Dana Bersama Kelompok
Baca: Ingin Buat Pasangan Bahagia di Ranjang, Buatlah Viagra Alami dengan 2 Buah-buahan ini
Dengan kecepatan kuning mereka terus merayap mendekati sasaran hingga akhirnya dari jarak 200 meter terlihatlah pondok kayu.
Itulah rumah persembunyian Ah San.
Tiba-tiba anjing-anjing penjaga pondok tersebut berloncatan ke arah tim Halilintar sambil mengonggong keras.
Hendro segera meneriakkan komando "Serbuuuuu," katanya sambil lari sekencang-kencangnya ke arah pondok.

"Abdullah alias Pelda Kongsenlani mendahului saya lima detik untuk tiba di sasaran. Dia mendobrak pintu dengan tendangan mae-geri dan langsung masuk. Saya mendobrak jendela dan meloncat masuk," beber Hendro.
Hendro berteriak pada Ah San. "Menyerahlah Siauw Ah San, kami bukan mau membunuhmu." Tapi Ah San enggan menyerah.
Dia menyabet perut Kongsenlani dengan bayonet hingga usus prajurit itu terburai.
Hendro menyuruh anak buahnya keluar pondok. Dia sendiri bertarung satu lawan satu dengan Ah San.
"Dengan sigap saya lemparkan pisau komando ke tubuh Ah San. Tapi tidak menancap telak, hanya mengena ringan di dada kanannya," Hendro menggambarkan peristiwa menegangkan itu.
Kini Hendro tanpa senjata harus menghadapi Ah San yang bersenjatakan bayonet.
Baca: Terungkap Kode yang Digunakan Untuk Mencairkan Uang Untuk Anggota DPRD Jambi di Sidang Zumi Zola
Baca: Strategi Apa yang Digunakan Menurunkan Ahok? Ketua Gerindra Jakarta, Yang Penting Ahok Sudah Kalah
Memang ada senjata yang ditaruh di belakang tubuh Hendro, tapi mengambil senjata dalam keadaan duel seperti ini butuh beberapa detik.
Hendro takut Ah San keburu menusuknya. Hendro lalu melompat dan menendang dada Ah San.
Berhasil, tetapi sebelum jatuh Ah San sempat menusuk paha kiri Hendro hingga sampai tulang.
Darah langsung mengucur, rasanya ngilu sekali.
Ah San kemudian berusaha menusuk dada kiri Hendro. Hendro berusaha menangkis dengan tangan.
Akibatnya lengannya terluka parah dan jari-jari kanannya nyaris putus.
Celakanya pistol di pinggang belakang Hendro melorot masuk ke dalam celananya.

Butuh perjuangan baginya untuk meraih pistol itu dengan jari-jari yang nyaris putus.
Akhirnya Hendro berhasil meraihnya. Perwira baret merah ini menembak dua kali. Tapi hanya sekali pistol meletus, satunya lagi macet.
Pistol segera jatuh karena Hendro tak mampu lagi memegangnya.
Peluru itu mengenai perut Ah San. Membuatnya limbung, Hendro yang juga kehabisan tenaga membantingnya dengan teknik o-goshi.
Kemudian Hendro menjatuhkan tubuhnya keras-keras di atas tubuh Ah San.
Duel maut itu selesai.
Ah San tewas, tetapi Hendro pun terluka parah. Beruntung anak buahnya segera datang menyelamatkan Hendro.
Rupanya saat diserang tadi Ah San sudah membakar gubuknya sendiri.
Tujuannya agar pasukan penyerang sama-sama mati terbakar.
Hendro sempat meminta maaf pada Siat Moy tak bisa menangkap Ah San hidup-hidup.
Sambil menangis Siat Moy mengaku bisa memaklumi hal ini.
"Saya lihat sendiri, Atew (panggilan untuk Hendro) telah berusaha dan memang Siauw Ah San yang keras kepala. Saya sangat sedih melihat Atew seperti ini," kata Siat Moy.
Hendro menderita sebelas luka di tubuhnya.
Kondisinya cukup parah, namun Hendro masih meminta anak buahnya untuk memakamkan Ah San secara layak.
Baca: Ini Jawaban Zumi Zola Terkait Video Jalan-jalan di Bandara Soekarno-Hatta
Baca: Anak Mulan Jameela Ternyata sudah Empat Orang, Hasil Pernikahan dengan Dua Orang
"Mau dimakamkan pakai ritual apa, dia tidak punya agama," kata Phang Lee Chong, mantan tokoh PGRS/Paraku yang kini berpihak pada TNI.
Hendro menukas, "Namanya Siauw Ah San alias Hasan, makamkan saja secara Islam."
Luka-luka Hendro dan Kongsenlani berhasil disembuhkan.
Hendro mendapat Satya Lencana Bhakti, tanda jasa khusus bagi tentara yang terluka dalam.
(Sripoku.com/Candra)
Artikel ini telah tayang di tribunmanado.co.id dengan judul Jari Tangan Sampai Putus, Cerita Prajurit Kopassus Duel Hidup Mati Lawan Grilyawan Kalimantan, http://manado.tribunnews.com/2018/09/16/jari-tangan-sampai-putus-cerita-prajurit-kopassus-duel-hidup-mati-lawan-grilyawan-kalimantan?page=all.
IKUTI KAMI DI INSTAGRAM: