Pembajakan Pesawat DC-Woyla Bisa Saja Tak Terjadi, Andai Prajurit TNI ini Tidak Dibunuh
Kisah pembajakan pesawat DC-9 Woyla tercatat sebagai satu-satunya tragedi terorisme yang menimpa maskapai
TRIBUNJAMBI.COM - Kisah pembajakan pesawat DC-9 Woyla tercatat sebagai satu-satunya tragedi terorisme yang menimpa maskapai penerbangan Indonesia.
Pesawat milik Garuda Indonesia itu dibajak kelompok yang menamakan diri Komando Jihad.
Berhari-hari DC-9 Woyla dalam kendali para pembajak, dari 28 Maret hingga 31 Maret 1981.
Puncaknya terjadi di hari terakhir bulan Maret 1981.
Pasukan Komando Pasukan Khusus (Kopassus) yang dulu masih bernama Komando Para Pasukan Sandi Yudha (Koppasandha) berhasil melumpuhkan para pembajak dalam waktu hanya tiga menit dan menyelamatkan para penumpang pesawat.
Dalam operasi itu, pilot Herman Rante dan seorang calon perwira bernama Ahmad Karang gugur ditembak pembajak.
Sementara itu, sebanyak empat orang teroris ditebak mati oleh Kopassus dan satu orang teroris, Imran bin Muhammad Zein, ditangkap lalu dihukum mati. Selain itu,
Setelah kejadian itu, nama Kopassus pun melesat dan dianggap menjadi salah satu pasukan elite terbaik dunia. Namun ada kisah lain di balik insiden tersebut.

Melansir dari buku Benny Moredani Yang Belum Terungkap (Kepustakaan Populer Gramedia bekerja sama dengan Majalah Tempo), pembajakan pesawat DC-9 Woyla bisa saja diketahui dan digagalkan lebih awal.
Sayangnya hal itu tak terjadi karena seorang prajurit TNI bernama Pembantu Letnan Satu Najamuddin keburu tewas dibunuh.
Najamuddin adalah orang yang ditugaskan menyusup ke Komando Jihad .
Menurut Perwira Pembantu VII Sraf Intel Hankam Teddy Rusdy, beberapa hari sebelum pembajakan, Najamuddin sempat melaporkan bahwa ada rapat penting Komando Jihad.
Baca: 15 Sekolah di Tanjabtim Dapat Kucuran Rp 3,4 Miliar Dari APBN
Baca: Job Matching SMKN 1 Jambi, Sekda: Semoga Dapat Mengurangi Angka Pengangguran
Belum mengetahui isi rapat, Najamuddin justru dibunuh pada Sabtu dini hari, 28 Maret 1981.
"Pada pagi harinya, kami mendapat laporan Woyla dibajak. Rupanya, rapat malam itu soal pembajakan," kata Teddy dalam buku Benny Moredani Yang Belum Terungkap.
Kronologi Pembajakan
Dalam arsip Harian Kompas tanggal 29 Maret 1981, pesawat rute Jakarta-Medan DC-9 transit di Bandara Talangbetutu Palembang pada 28 Maret 1981.
Beberapa saat setelah lepas landas menuju Bandara Polonia Medan, pembajakan itupun terjadi.
Pesawat tersebut kemudian dibelokkan menuju bandara internasional Penang, Malaysia.
Pesawat dengan nomor penerbangan 206 itu dibajak di udara antara Palembang-Medan sekitar pukul 10.10 WIB.

Terdapat 48 penumpang di dalam pesawat. Rinciannya, 33 penumpang terbang dari Jakarta dan sisanya dari Palembang.
Pesawat akhirnya tiba di Penang, Malaysia sekitar pukul 11.20 WIB untuk mengisi bahan bakar.
Saat itu, pembajak menurunkan seorang penumpang bernama Hulda Panjaitan.
Pembajak juga tidak memberitahukan ke mana tujuan mereka berikutnya.
Berhubung pesawat dimanfaatkan untuk rute dalam negeri, maka tidak dilengkapi peta untuk rute penerbangan internasional.
Pesawat itu kemudian diterbangkan ke Bangkok, setelah pembajak dipenuhi permintaannya.
Puncak pembajakan pesawat DC-9 Woyla terjadi pada 31 Maret 1981, di Bandara Mueang, Bangkok, Thailand.
Operasi pembebasan pun dilakukan. Kala itu, pasukan yang diterjunkan adalah pasukan Grup 1 Kopapasandha.

Operasi tersebut di bawah komando Kepala Pusat Intelijen Strategis yang saat itu dijabat Letjen Benny Moerdani. Adapun Letkol Infanteri Sintong Panjaitan menjadi pemimpin operasi di lapangan.
Pada Selasa (31/3/1981) sekitar pukul 02.30 WIB, pasukan Kopassus mulai bergerak setelah mendapat persetujuan dari pemerintah Thailand.
Operasi pembebasan pun sukses. Kopassus hanya butuh waktu tiga menit untuk menumpas para pembajak dan membebaskan para sandera.
IKUTI KAMI DI INSTAGRAM: