Sebutan Makar Diberikan pada Gerakan 2019 Ganti Presiden, Mahfud MD Salahkan Orang Ini

Mantan Ketua Mahkamah Konsititusi (MK), Mahfud MD memberikan tanggapan terkait sebutan makar yang diberikan pada gerakan 2019 Ganti Presiden.

Editor: Leonardus Yoga Wijanarko
kompas.com
Mahfud MD 

Meskipun, maksud Rocky Gerung dan para penggerak 2019 adalah momentum pencoblosan atau pemilihan presiden.

Baca: Roy Suryo: Saya Dituduh Melakukan Hal yang Mustahil Secara Logika, Karena Saya Sudah ke Fitnah

"Makar, itu rencana jahat pergantian presiden secara inkonstitusional," kata Ali Ngabalin.

Lebih lanjut, ia pun mengatakan jika gerakan itu merupakan sebuah rencana jahat untuk menggulingkan Presiden Jokowi.

Menanggapi hal tersebut, Rocky Gerung langsung memberikan bantahan.

"Kita balik pada konsepnya, di mana setiap kekuasaan tidak mau diganti, makanya ada proteksi. Istilah makar dalam bahasa Belanda itu artinya menyerbu dan menyerang, sedangkan ini mana yang disebut menyerbu dan menyerang, yang ada justru mereka yang menghalangi diskusi," ujar Rocky Gerung.

Sementara itu, Ali Ngabalin kembali menuding tagar tersebut merupakan peradaban rendah.

"Itu tidak bermoral dalam demokrasi," ujar Ngabalin.

Diketahui, kebebebasan berpendapat dilindungi oleh Undang-Undang Dasar 1945.

Seperti yang dimuat pada Pasal 28E Ayat 2, 'Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pendapat pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.'

Kemudian pasal 28E Ayat3, 'Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.'

Menanggapi pasal-pasal tersebut, Ali Ngabalin tetap berpendirian jika gerakan tersebut menyalahi undang-undang.

Iapun menyebutkan Undang-Undang turunan dari pasal tersebut.

Baca: Begini Bentuk Obor Asian Para Games 2018, Ada Filosofi dan Jadwal Pengarakan

Yakni Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Kebebasan Menyatakan Pendapat di Ruang Publik.

"Baca pasal 6, hak-hak orang tidak mengganggu hak orang, menjaga, menghormati, menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, coba lihat," kata Ngabalin.

"Memang ada UU 1945 sebagai payung, tapi ada Undang-Undang turunannya," imbuhnya.

Sumber: TribunWow.com
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved