Kisah Kopassus Kalahkan Pasukan Elit Korea Selatan di Medan Bersalju dan Sungai yang Membeku

Satu diantara kisahnya yakni saat Kopassus berlatih dengan pasukan Komando Korea Selatan yakni Pasukan Batalyon 707

Editor: bandot
net
Prajurit Kopassus 


TRIBUNJAMBI.COM - Pasukan elit TNI Kopassus di dalam setiap kehadirannya ternyata mengundang decak kagum pasukan negara-negara lain.

Tak hanya reputasi dan pengalaman bertempur di atas pasukan lainnya, Kopassus juga sudah teruji di dalam menangani teror.

Aksi penyanderaaan pesawat Garuda Woyla satu diantaranya.

Dalam tiga menit Kopassus mampu membebaskan sandera dan menghabisi para teroris yang melakukan penyanderaan.

Tak hanya itu dalam setiap latihan, Pasukan Kopassus juga menonjol diantara pasukan dari negara lain.

Satu diantara kisahnya yakni saat Kopassus berlatih dengan pasukan Komando Korea Selatan yakni Pasukan Batalyon 707.

Kisah ini dimuat dalam buku Kopassus untuk Indonesia yang ditulis Iwan Santosa dan EA Natanegara dan diterbitkan R&W.

Baca: Dilatih di Markas Kopassus, Ini Kisah Sniper Legendaris TNI Tatang Koswara Tembak 49 Kepala Fretilin

Kopassus mampu mengimbangi kemampuan pasukan Komando Korea Selatan yang berlatih di dalam sungai es yang membeku.

Meski tinggal di daerah tropis yang notabene bersuhu panas, namun para prajurit Kopassus sepertinya langsung bisa menyesuaikan diri dengan suhu udara dingin yang sangat menusuk.

Kedua pasukan dari Kopassus dan Korsel tersebut berlatih bersama di Training Site 47-Kwangju.

Area untuk latihan antiteror pemebasan sandera maupun pertempuran jarak dekat, yang dilengkapi pesawat Boeing 747, kereta api, bus, gedung perkantoran dan bank.

Meski ahli dalam perang hutan pasukan Kopassus juga harus mampu bertempur di daerah bersalju dan wilayah ekstrem lainnya.

Cuaca dingin yang dirasakan di daerah tersebut tak lagi jadi halangan para prajurit Kopassus.

Baca: Kisah Kopassus Temukan Peti Isi Uang Saat Bertempur di Kandang Pemberontak, Benny: Tinggalkan Saja!

Bahkan ketika ada latihan fisik berupa lomba lari menuju bukit dengan pasukan Korea, prajurit Kopassus bisa mencapai puncak lebih dulu.

'Neraka' Latihan Kopassus

Pasukan Elite TNI AD atau yang lebih dikenal dengan nama Komando pasukan Khusus (Kopassus), memang sudah terkenal kehebatannya.

Namun sebelum seorang prajurit mendapatkan baret merah dan brevet komando kebanggaan korps tersebut, para prajurit harus melewati pelatihan khusus yang nyaris melewati kemampuan batas manusia.

Tahapan pertama yang harus dilalui adalah Tahap Basis, yaitu pemusatan pelatihan di Pusat Pendidikan Pelatihan Khusus, Batujajar, Bandung.

Di sini para calon prajurit komando dilatih keterampilan dasar seperti menembak, teknik dan taktik tempur, operasi raid, perebutan cepat, serangan unit komando, navigasi darat dan berbagai keterampilan lain.

Selesai latihan basis, dilanjutkan dengan Tahap Hutan Gunung yang diadakan di Citatah, Bandung.

Di sini para calon prajurit komando berlatih untuk menjadi pendaki serbu, penjejakan, anti penjejakan, survival di tengah hutan. (YouTube)

Baca: Kopassus Jadi Satuan Elit Pertama di Asean yang Mampu Renggut Nyawa Pasukan Khusus Inggris SAS

Dalam Pelatihan Survival para calon Prajurit komando harus bisa hidup di hutan dengan makanan alami yang tersedia di hutan.

Dengan latihan ini Para Prajurit Komando harus bisa membedakan tumbuhan yang beracun dan dapat dimakan, dan juga mampu berburu binatang liar untuk mempertahankan hidup.

Tahap latihan hutan gunung diakhiri dengan long march dari Situ Lembang ke Cilacap dengan membawa amunisi, tambang peluncur, senjata dan perlengkapan perorangan.

Dalam bukunya yang berjudul Pramono Edhie Wibowo dan Cetak Biru Indonesia ke Depan yang diterbitkan QailQita Publishing tahun 2014, Mantan Kepala Staf TNI AD Jenderal (Purn) Pramono Edhie Wibowo membeberkan pengalamannya saat mengikuti latihan Kopassus.

Mengintip Neraka di Cilacap

Latihan terberat sudah menanti saat sampai di Cilacap. ini adalah latihan tahap ketiga yang disebut latihan Tahap Rawa Laut, calon prajurit komando berinfliltrasi melalui rawa laut.

Di sini materi Latihan meliputi navigasi Laut, Survival laut, Pelolosan, Renang ponco dan pendaratan menggunakan perahu karet.

Para calon prajurit komando harus mampu berenang melintasi selat dari Cilacap ke Nusakambangan.

“Latihan di Nusakambangan merupakan latihan tahap akhir, oleh karena itu ada yang menyebutnya sebagai hell week atau minggu neraka. Yang paling berat, materi latihan ‘pelolosan’ dan ‘kamp tawanan’,” kata Pramono.

Dalam latihan itu para calon prajurit komando dilepas pagi hari tanpa bekal, dan paling lambat pukul 10 malam sudah harus sampai di suatu titik tertentu.

Selama “pelolosan” si calon harus menghindari segala macam rintangan alam maupun tembakan dari musuh yang mengejar.

Dalam pelolosan itu, kalau siswa sampai tertangkap maka itu berarti neraka baginya karena dia akan diinterogasi layaknya dalam perang.

Para pelatih yang berperan sebagai musuh akan menyiksa prajurit malang itu untuk mendapatkan informasi.

Dalam kondisi seperti itu, si prajurit harus mampu mengatasi penderitaan, tidak boleh membocorkan informasi yang dimilikinya.

Untuk siswa yang tidak tertangkap bukan berarti mereka lolos dari neraka.

Pada akhirnya, mereka pun harus kembali ke kamp untuk menjalani siksaan.

Selama tiga hari siswa menjalani latihan di kamp tawanan. dalam kamp tawanan ini semua siswa akan menjalani siksaan fisik yang nyaris mendekati daya tahan manusia.

“Dalam Konvensi Jenewa, tawanan perang dilarang disiksa, namun para calon prajurit Komando itu dilatih untuk menghadapi hal terburuk di medan operasi. Sehingga bila suatu saat seorang prajurit komando di perlakukan tidak manusiawi oleh musuh yang melanggar konvensi Jenewa, mereka sudah siap menghadapinya,” tulis Pramono Edhie.

Beratnya persyaratan untuk menjadi prajurit kopassus dapat dilihat dari standar calon untuk bisa mengikuti pelatihan.

Nilai standar fisik untuk prajurit nonkomando adalah 61, namun harus mengikuti tes prajurit komando, nilainya minimal harus 70.

Begitu juga kemampuan menembak dan berenang nonstop sejauh 2000 meter.

“Hanya mereka yang memiliki mental baja yang mampu melalui pelatihan komando. Peserta yang gagal akan dikembalikan ke kesatuan Awal untuk kembali bertugas sebagai Prajurit biasa,” tutup mantan Danjen Kopassus ini. (Dari berbagai sumber)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved