Benny Gebrak Meja Agen Rahasia Belanda, Terbukti 33 Anggota RMS Bersenjata Serbu Wisma Duta
Sniper bisa beraksi dari jendela-jendela bangunan sepanjang jalan dan adanya perempatan lampu merah yang rawan ...
TRIBUNJAMBI.COM - Benny Moerdani merupakan tokoh intelijen yang pernah menjabat Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS). Anggota Resimen Para Komando Angkaan Darat (RPKAD, sekarang Kopassus) itu juga pernah menjadi Panglima TNI.
Aksi Benny membentak-bentak pasukan keamanan dan agen rahasia pemerintah Belanda, pernah terjadi.
Peristiwa itu terjadi pada akhir Agustus 1970-an, saat Presiden Soeharto berkunjung ke Belanda.
Saat itu Soeharto akan menuju Istana Huis Ten Bosch, Den Haag, tempat keluarga Kerajaan Belanda menetap.
Kunjungan Pak Harto itu sebenarnya merupakan 'lawatan yang kaku', karena pemerintah Kerajaan Belanda pada tahun 1970-an belum mengakui tanggal kemerdekaan RI yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945.
Pemerintah Belanda bahkan baru mengakui kemerdekaan RI pada 16 Agustus 2005, menjelang Indonesia merayakan peringatan kemerdekaan yang ke-60 tahun.
Kunjungan Pak Harto saat itu bahkan tidak disukai oleh Kerajaan Belanda, mengingat di era perang kemerdekaan, Pak Harto sebenarnya merupakan musuh militer Belanda.
Aparat keamanan Belanda yang secara psikologis terpengaruh sikap Kerajaan Belanda.
Mereka bahkan hanya menyiapkan sistem pengamanan yang tidak maksimal sehingga bisa membahayakan keselamatan Pak Harto.
Baca: Jenderal Amerika Kaget saat Masuk Markas Marinir CIlandak, Sambutan Ekstrem Peluru Tajam
Baca: Ketika Paskal Malaysia Kalah Pamor dengan Kopaska Indonesia, Ada yang Tak Lulus Sekolah
Baca: Badan Lettu Iwan Oleng Namun Nyangkut Tali Pengaman, 3 Prajurit Kopassus ke Puncak Everest
Menurut Benny, kunjungan Presiden Soeharto itu memang berisiko tinggi, karena di Belanda masih banyak anggota simpatisan Republik Maluku Selatan (RMS) yang bisa membahayakan keselamatan Pak Harto.
Untuk memastikan keamanan Pak Harto, Benny kemudian memeriksa rute yang akan dilalui menuju Istana Huis Ten Bosch.
Rute itu ternyata rawan oleh ancaman tembakan sniper.
Sniper bisa beraksi dari jendela-jendela bangunan sepanjang jalan dan adanya perempatan lampu merah yang rawan oleh aksi penyergapan bersenjata.

Hasil inspeksi itu kemudian dirapatkan Benny bersama para agen rahasia dan aparat keamanan Belanda.
Intinya, Benny meminta agar jendela-jendela di bangunan sepanjang jalan yang dilintasi Presiden Soeharto dijaga ketat. Demikian pula perempatan lampu merah yang akan dilintasi juga harus disterilkan.
Tapi, para agen rahasia dan aparat keamanan Belanda ternyata menolak permintaan Benny.
Akibatnya, karena merasa diremehkan, Benny mengamuk dan mendamprat para keamanan Belanda itu sambil menggebrak meja.
Baca: Hujan Tembakan saat Paskhas Turun dari Helikopter, Risiko Penyelamatan Pilot tempur Rp 1 Miliar
‘Kami hanya punya satu Soeharto! Apakah Anda bisa menjamin keselamatannya...!?’ bentak Benny dalam Bahasa Belanda, seperti dikutip dalam buku Benny Moerdani Yang Belum Terungkap.
Mahir bahasa asing
Sebagai agen rahasia (intelijen), Benny memang dikenal mahir berbahasa Jerman, Belanda, Inggris, China, dan Bahasa Korea.
Para agen Belanda hanya bisa ketakutan berhadapan dengan Benny.
Mereka mengetahui Benny merupakan veteran perang RI dalam Perang Kemerdekaan dan Operasi Trikora melawan pasukan Belanda itu.
Tapi, Benny tidak bisa berbuat banyak, karena sedang berada di negara lain. Apalagi, pemerintah Belanda sendiri ternyata tidak begitu menyukai Pak Harto.
Baca: Detik-detik Gurkha dan Interfet Akan Serbu 80 Anggota Paskhas TNI AL Namun Urung Karena Hal ini
Kekhawatiran Benny ternyata terbukti.
Suatu malam, pada 31 Agustus 1970, sebanyak 33 orang anggota RMS bersenjata menyerbu Wisma Duta, rumah Duta Besar RI untuk Kerajaan Belanda.
Mujurnya, Duta Besar RI, Taswin Natadiningrat yang pensiunan letnan jenderal lolos dari serbuan.
Atas aksi bersenjata anggota RMS yang ternyata tidak bisa dicegah aparat keamanan dan agen rahasia itu, pemerintah Kerajaan Belanda sangat malu.
Intelijen Belanda menjadi sadar bahwa apa yang disampaikan Benny Moerdani sambil marah-marah ternyata benar.
Rombongan Presiden Soeharto yang berkunjung ke Istana Huis Ten Bosch kemudian mendapat pengawalan sangat ketat.
Kunjungan Soeharto itu tidak meggunakan kendaraan darat lagi, melainkan helikopter. (intisari online)
Baca: Anggota Kopassus Nyamar Jadi Pedagang Durian di Daerah Lawan, Ditantang Kecoh Patroli TNI
Baca: Miliki Semboyan Tan Hana Wighna Tan Sirna Kopaska, Satuan Elit TNI AL yang Dijuluki Hantu Laut
Baca: Di Balik Menteri Sosial Agus Gumiwang, Ada Istri Cantik Loemongga dan Gelimang Bisnis