Kisah Baru Eks Lokalisasi 'Dolly', Batik Rp 10 Juta Sampai Sepinya Penumpang Becak

Wisma yang dulunya adalah tempat lokalisasi kini menjadi tempat kelompok usaha bersama (KUB) Mampu Jaya.

Editor: Suci Rahayu PK
TRIBUNJATIM.COM/NURUL AINI
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini kunjungi kelompok usaha pembuatan sepatu dan slipper hotel di eks Wisma barbara Dolly pada Senin (20/8/2018) 

TRIBUNJAMBI.COM, SURABAYA - Sejak 2014, lokalisasi Dolly di Surabaya telah ditutup.

Baru-baru ini Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini mengunjungi Wisma Barbara, di eks lokalisasi pelacuran Dolly.

Wisma yang dulunya adalah tempat lokalisasi kini menjadi tempat kelompok usaha bersama (KUB) Mampu Jaya.

Baca: Peluang Usaha Kerjasama Depo Indoeskrim di Jambi, Dipinjami Fasilitas, Minat? Hubungi Nomor Ini

Kepada pelaku usaha Risma ingin memastikan produktivitas terus meningkat.

KUB Mangku Jaya yang dikoordinasi oleh Atik memproduksi sepatu kulit, sepatu sekolah dan slipper hotel.

"Harus meningkat ya. Nanti kalau sudah maju, bagus sepatunya saya buatkan training (pelatihan membuat) tas. Tapi yang ini harus bagus dulu," kata Risma, Senin (20/8/2018).

Saat ini KUB Mangku Jaya memperkerjakan 30 orang, 18 orang khusus membuat sepatu, sisanya membuat slipper.

Susah dapatkan bahan

Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini mengunjungi Wisma Barbara, di eks lokalisasi Dolly.

Koordinator KUB Mangku Jaya, Atik mengaku produktifktas KUB Mangku Jaya telah lumayan meningkat bahkan ia malah mengeluhkan susahnya mendapat bahan.

"Kita yang susah itu beli bahannya," kata Atik saat bertemu Risma dan Edhi Yuwono direktur PT Wijaya Mapan Abadi sebagai distributor singer Indonesia.

Singer Indonesia menyumpangkan 15 unit mesin jahit merk singer pada KUB Mangku Jaya.

Sumbang 15 mesin jahit

Walikota Surabaya, Tri Rismaharini bersama Edhi Yuwono, direktur PT Wijaya Mapan Abadi, distributor resmi Singer di Indonesia mengunjungi KUB Mampu Jaya di eks lokalisasi Dolly.

KUB Mampu Jaya berdiri di bangunan yang dulunya adalah wisma barbara, wisma terbesar di kawasan lokalisasi Dolly.

"Dengan bantuan Pak Edhi, mereka (KUB Mampu Jaya) dapat tambahan 15 mesin jahit. Kalau biasanya pekerjanya bagi shif sekarang sudah ndak. Jangan sampai nolak pesanan," kata Risma, Senin (20/8/2018)

Sebab, kata Risma sebelumnya bu Atik, koordinator KUB Mampu Jaya mengeluh kekurangan mesin jahit sehingga karyawannya harus bergantian menggunakan mesin.

Padahal dalam sehari KUB Mampu jaya memproduksi 2000 pasang slipper pesanan hotel dari berbagai daerah.

Saat pesanan makin banyak, Atik takut tidak dapat memenuhi karena kekurangan mesin yang membuat kerjanya kurang maksimal.

Sebanyak 15 mesin jahit kecepatan tinggi merk Singer jenis 131C diberikan untuk menambah kapasitas produksi.

"Memang jenis mesin jahit ini cepat jadi cocok untuk menjahit slipper dalam skala besar," kata Edhi.

Tidak hanya mesin jahit bantuan lengkap dengan jarum dan alat-alat jahit lainnya.

"Kalau ada kerusakan, kami juga siap untuk reparasi," tambah Edhi.

Edhi berharap bantuannya dapat bermanfaat dan membuat produktifitas produk Dolly dikenal.

"Saya ingin Dolly tetap dikenal seperti dulu tapi dalam hal yang positif. Gang ini kan cukup terkenal, jangan sampai dilupakan," jelas Edhi.

Batik seharga Rp 10 juta

Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini pernah menghadiri musyawarah Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Pengurus Cabang Surabaya menggunakan setelan kebaya buatan eks lokalisasi Dolly.

"Saya bangga lo orang Surabaya apalagi orang Dolly sekarang bisa buat batik yang tidak kalah dengan orang Jogja dan orang Solo," ucap Risma disela-sela musyawarah PII di Gedung Siola Jalan Tunjungan, Surabaya. Rabu (22/2/2017).

Risma mengatakan kebaya tersebut sudah dipasarkan secara luas.

"Batik di Dolly itu tidak hanya dijual di Surabaya saja, tapi diekspor juga," ujar Risma.

Ternyata untuk mendapatkan batik tersebut Risma harus membeli dengan harga Rp 10 juta.

"Harga batik ini 10 juta, karena di tokonya tidak cepat laku, ya akhirnya saya beli," katanya diiringi tawa.

Menurutnya kebaya tersebut juga mempunyai keunggulan dibandingkan dengan kebaya yang lain,

"Keunggulan batik ini penggarapannya teliti. Jadi yang mahal itu detailnya. Pengerjaannya lama bisa sampai dua bulan," ucap Risma.

Risma mengatakan sering menggunakan batik Dolly ke acara-acara yang dihadirinya,

"Batik saya dari Dolly itu banyak, tidak hanya ini, jadi saya sering kemana-mana memakai batik buatan Dolly," ucapnya.

Batik yang dibeli Risma dari Dolly punya harga yang bermacam-macam,

"Memang ini yang paling mahal, kalau batik lain yang saya beli dari Dolly harganya sekitar Rp 350.000," kata Risma.

Ia juga mempunyai harapan besar untuk pengrajin batik di Dolly.

"Semoga pengrajin batik di Dolly terus meningkatkan kemampuannya, tidak cepat menyerah, dan tidak cepat puas," tutupnya.

Jadi lokasi pernikahan

Setiap pasangan biasanya menginginkan resepsi pernikahan yang besar dan mewah.

Mereka pasti berusaha sebisa mungkin membuat semuanya serba sempurna di acara sekali seumur hidup itu.

Namun, tak demikian halnya dengan pasangan Erwin Fajar Hasrianda (30) dan Fitriana Candra Dewi (27).

Erwin dan Ana sama sekali tak berkeinginan untuk menggelar pesta resepsi besar-besaran.

Keduanya malahan telah menyiapkan kegiatan sosial sebagai ganti resepsi pernikahan.

Ya, sepasang kekasih itu menggelar kegiatan sosial Edu-Wisata Kawasan Eks Dolly yang bertema "Dolly Dulu, Dolly Kini, dan Dolly ke Depannya" pada Sabtu (11/2/2017) lalu.

"Saya tertarik dengan pernikahan konsep sosial karena saya berpendapat, nikahan yang hanya hura-hura pesta pora nan glamor kurang meaningful," ujar Erwin pada TribunJatim.com, Rabu (8/2/2017) lalu.

"Karena itu saya ingin suatu pernikahan yang juga memiliki impact social ke masyarakat sekitar dan memiliki manfaat jangka panjang," lanjutnya.

Para tamu undangan yang hadir juga disuguhkan cerita-cerita dari masyarakat sekitar Dolly.

Mulai dari melihat Dolly dari kacamata masyarakat setempat, perjuangan mereka pada periode transisi setelah Dolly ditutup, dan banyak lainnya.

"Konsep utama saya adalah menjadikan pernikahan sebagai kendaraan untuk mengatasi problematika sosial setempat," kata Erwin.

"Karena saya menikah di Surabaya dan problematika sosial lokal di sini adalah Dolly, saya berharap bisa sedikit berperan positif di sana," sambungnya.

Tak hanya itu saja, sebelum kegiatan sosial di Dolly dimulai, Erwin dan Ana juga berencana berdoa dan berbagi bersama anak-anak panti asuhan.

Erwin dan Ana menggelar resepsi pernikahan dengan kegiatan bakti sosial di Dolly. (Istimewa)
Erwin dan Ana menggelar resepsi pernikahan dengan kegiatan bakti sosial di Dolly. (Istimewa) ()

Keluhan pengayuh becak

Ditutupnya lokalisasi Dolly, Surabaya, rupanya tidak membuat semua masyarakat puas.

Sebagian masyarakat, khususnya warga yang selama ini menghuni Dolly, justru merindukan masa-masa lokalisasi itu masih buka.

Saat itu, Dolly yang menjadi kawasan 'hitam' Surabaya, memang begitu ramai.

Sedangkan saat ini, bekas lokalisasi itu tampak sepi.

Berdasarkan pantauan Tribun Jatim, Selasa (31/12017) lalu, sejumlah wisma yang ada di bekas lokalisasi itu tampak beralih fungsi.

Sebagian di antaranya untuk pusat kerajian sepatu.

Ada juga wisma yang dijadikan tempat usaha lain.

Tidak tampak lagi para Pekerja Seks Komersial (PSK) berdandan menor di wisma-wisma itu, dengan para mucikari yang menyambut para pelanggan di depan.

Seorang tukang becak, Thoyib (65) mengatakan, dia lebih senang Dolly sebelum ditutup.

Hal itu berkaitan dengan penghasilannya sebagai tukang becak.

Thoyib mengaku, sebelum Dolly ditutup dalam sehari dia bisa mendapatkan uang lebih dari Rp 500 ribu.

"Karena sekali narik becak yang ditumpangi pelanggan wisma itu saya bisa dapat Rp 100 ribu sampai Rp 200 ribu," kata Thoyib kepada Tribun Jatim, Selasa (31/1/2017) lalu

Selain itu, dia juga sering dimintai tolong mengantarkan para PSK di Wisma Barbara untuk jalan-jalan.

"Biasanya kan ada yang lagi bulanan (datang bulan, Red), jadi dia libur melayani orang.

Makanya saya diminta antarkan jalan-jalan," ujar Thoyib.

Sedangkan, saat ini dalam sehari pendapatannya tidak mencapai Rp 50 ribu.

Kebijakan Pemkot Surabaya untuk membuat becak wisata di tempat itu, juga dianggap Thoyib kurang membantu.

"Walaupun sudah dibuatkan seperti itu, tetap saja tidak seramai saat Dolly masih dibuka," ujar Thoyib.

Oleh karena itu, Thoyib saat ini lebih banyak menganggur.

Sehari-hari dia hanya duduk di samping bekas Wisma Barbara, yang merupakan salah satu wisma terbesar di Dolly.

Saat ini, untuk bertahan hidup sehari-hari, Thoyib hanya mengandalkan bantuan anak-anaknya.

"Untung anak-anak saya sudah kerja, jadi kadang saya diberi uang oleh mereka,"ujar Thoyib.

Artikel ini telah tayang di Tribunjatim.com dengan judul Cerita Baru Dolly Usai Ditutup, Batik Seharga Rp 10 Juta sampai Keluhan Tukang Becak Sepi Penumpang

Sumber: Tribun Jatim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved