Kisah Benny Pimpin Gerilya Kopassus Bertempur Lawan Belanda di Ganasnya Belantara Irian Barat

Ia merupakan perwira yang berani memimpin pasukan RPKAD diterjunkan di Irian Barat

Editor: bandot
Pasukan Indonesia di Operasi Trikora 

TRIBUNJAMBI.COM - Operasi Trikora memperebutkan Irian Barat dari kekuasaan Belanda menghadirkan cerita heroik.

Para tentara Indonesia ini mesti berperang di dalam ganasnya hutan rimba Irian Barat.

Selain harus menghadapi lebatnya hutan pasukan juga mempunyai misi menyerang tentara Belanda.

Satu diantara kisah menarik yakni operasi gerilya di Irian Barat yang dipimpin oleh Mayor Benny Moerdani.

Sosok yang nantinya menjadi Panglima ABRI ini memiliki kemampuan mumpuni di medan perang.

Pernah mengenyam pendidikan militer di Amerika Serikat Benny tampil sebagai tentara komando yang mempunyai kemampuan lengkap.

Baca: Ketika Kopassus dan Marinir Siap Saling Serang, Beruntung Ada Benny yang Melerai

Ketika tahun 1960-an, saat itu Benny Moerdani masih berpangkat Kapten.

Ia merupakan satu-satunya perwira yang berani memimpin pasukan Resimen Komando Angkatan Darat (RPKAD) sekarang bernama Kopassus diterjunkan di Irian Barat.

Operasi itu adalah bagian dari pelaksanaan operasi penyusupan (Operasi Trikora).

Meski keberaniannya terkesan nekat Benny bukannya tanpa bekal dan kemampuan.

Pasalnya setiap pasukan yang diterjunkan ke Irian Barat cenderung gugur.

Penyebabnya karena umumnya mendarat di hutan lebat yang masih liar

Sebelumnya Benny pernah mendapatkan pendidikan sebagai pasukan komando (Infantry Officers Advancd Course) di Fort Benning, Georgia, AS.

Baca: Kisah Asmara Kopassus, Saking Sayang ke Istri, Jenderal Benny Tiap Hari Bawa Bekal ke Kantor

Tidak hanya belajar sebagai pasukan komando AD yang mumpuni, selama di AS, Benny juga mempelajari ilmu telik sandi (intelijen).

Kemampuan bertempur sebagai marinir, dan memperdalam pengetahuan tentang teknik menjinakkan bahan peledak di bawah air.

Semua kemampuan bertempur yang sebenarnya perlu dikuasai oleh personel TNI AL itu diperoleh Benny ketika belajar di US Navy Little Creek Base, Virginia selama 10 pekan.

Tidak hanya memperdalam kemampuan sebagai pasukan AD dan AL, Benny juga menyempatkan diri berlatih sebagai pasukan para (penerjun payung) di satuan yang sangat terkenal dalam Perang Dunia II: 101 Airborne Division.

Dengan bekal kemampuan militer yang cukup memadai itu maka Benny, yang kemudian pangkatnya dinaikkan menjadi mayor ketika memimpin satu kompi pasukan RPKAD di Irian Barat untuk bertempur melawan pasukan Belanda terbilang berhasil.

Baca: Ketika Kelompok Perompak Abu Sayyaf di Filipina, Harus Berurusan dengan Denjaka dan Kopassus

Benny dan pasukannya bahkan mendapat penghargaan tertinggi dari negara: Bintang Sakti.

Pasca melaksanakan misi tempur di Irian Barat, Benny sempat bertugas di Kostrad dan kemudian ditarik oleh tokoh intelijen RI, Ali Moertopo, yang selanjutnya turut berperanan besar dalam membesarkan nama Benny di dunia intelijen.

Puncak karier Benny dalam dunia intelijen adalah ketika menjadi ketua Badan Intelijen Strategis (Bais) yang sangat berpengaruh untuk menciptakan stabilitas keamanan di Indonesia.

Tapi ketika menjadi bos Bais, Benny yang gila kerja kerap membikin anak buahnya stres karena mereka harus mampu bekerja di luar batas kemampuan.

Baca: Kisah Praka Soeprapto, Prajurit Kopassus yang Lengannya Tertembak di Aceh

Misalnya pukul 23.00 WIB Benny justru baru memulai rapat yang biasanya berlangsung sampai dini hari.

Karena kebiasaan Benny yang suka membuat anak buahnya kelabakan itu, seorang perwira intelijen pernah bertanya kenapa rapatnya tidak besoknya saja.

Dengan wajah dingin dan roman mukanya yang angker, Benny hanya menjawab, "Kalau ada jam 25 pun akan saya pakai," demikian tutur Benny seperti dikutip dalam buku Benny Moerdani Yang Belum Terungkap.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved