OTT di Lapas Sukamiskin

Lapas Sukamiskin dan Sejarah Saat Soekarno Dipenjara, Sebut Napi Lapas Sukamiskin Seperti "Ternak"

"Surat Bung Karno dari Pendjara Sukamiskin" ini ungkap bagaimana penjara Sukamiskin dulunya...

Editor: Nani Rachmaini
Soekarno 

Tetapi sekarang pelajaran ini, yaitu untuk mengetahui pergerakan pergaulan hidup, syarat-syarat pergerakan dan per­gaulan orang Timur, semuanya itu terpaksalah saya hentikan, tak dapat diluaskan lagi.

Bagaimana jadinya? Hanyalah ini Sukamiskin ialah tak lebih daripada suatu rumah kurungan dan saya ini tak lebih daripada seorang orang hukuman; seorang manusia yang mesti menyembah larangan dan suruhan, seorang manusia yang mesti melupakan kemanusiaannya.

Dahulu dalam rumah tahanan hidupku telah dibatasi, se­karang batasnya bertambah sempit lagi. Segalanya di sini dikerjakan dengan suruhan komando: makan, pulang balik ke tempat bekerja, makan, mandi, menghisap udara, keluar masuk bilik kecil, semuanya dikerjakan seperti serdadu berbaris; semuanya seolah-olah disamakan dengan suatu derajat, tempat kemauan merdeka mesti dihilangkan.

Orang hukum­an sebenarnya tiada lain daripada seekor binatang ternak ; orang hukuman menurut kata pengarang D’erman 'Nietzsche, ialah seorang manusia yang dijadikan manusia yang tiada mempunyai kemauan sendiri, seperti binatang ternak.

Sungguh sayang benar hati kita kepada Nietzsche! Kalau dicoba menghidupkan seorang “Uber-Mensch", dalam suatu rumah kurungan, yaitu orang yang lepas dari segala kebaikan dan keburukan, tentulah akan sia-sia belaka.

Alangkah heran hatinya, setelah dibacanya kembali kitabnya, yang bernama “Zarathustra"! Seperti saya ini tinggal dalam bi­lik kecil pada malam hari dipandangnya sebagai keburukan yang paling kecil; tinggal dalam kandang yang sempit, tempat manusia dapat insyaf akan dirinya, tempat manusia dapat mengemudikan sedikit-sedikit, walaupun dibatasi betul-betul.

Saya tentu akan dibenarkan, kalau saya lebih suka dibuang tiga tahun daripada dihukum 2½ tahun dalam rumah kurungan ……. Tetapi entah dimana ada tertulis kalimat ini: “Walau dimana sekalipun, patutlah kemajuan diusahakan!” Hatiku tinggal tetap: selalu insyaf akan diriku; tak pernah saja me­lupakan suara hatiku.

Dan selalu saja mengusahakan kemajuan-kemajuan itu, baik dahulu atau sekarang. Barang siapa yang tidak berusaha menuju derajat Uber-Mensch, itulah tandanya ia tak tahu akan suruhan kemaju­an.

Korban yang sebenar-benarnya dilakukan tentulah tidak akan terbuang-buang saja; bukanlah Sir Oliver Lodge telah mengajar “no sacrifice is wasted" atau dalam bahasa Jawa "Jer basuki mawa bea".

(Dari "Dibawah Bendera Revolusi" jilid I halaman 115).

TribunnewsBogor.com/Intisari.grid.id/Ade Sulaeman.(*)

Editor: Soewidia Henaldi

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved