Krisis Air Bersih di Nipah Panjang

Krisis Air di Nipah Panjang, BLHD Peringatkan Warga Tak Gunakan Air Sungai Batanghari, Ini Bahayanya

Aliran Sungai Batanghari di Nipah Panjang adalah bagian hilir sampah ataupun bahan kimia dari daerah lain akhirnya mengalir ke sana

Penulis: tribunjambi | Editor: bandot
TRIBUNJAMBI
Krisis air bersih di Nipah Panjang, ribuan warga andalkan air hujan 

TRIBUNJAMBI.COM - Kepala Bidang Lingkungan, Badan Lingkungan Hidup Tanjab timur, Erwita mengaku bahwa air Sungai Batanghari di wilayah Nipah Panjang dan sekitarnya dipastikan tidak layak digunakan.

Tingginya pencemaran lingkungan akibat sampah masyarakat menjadi penyebab utama. "Air di sana tidak layak digunakan, baik untuk mandi ataupun minum, warnanya saja cokelat," kata dia.

Menurut dia, secara geografis aliran Sungai Batanghari di Nipah Panjang adalah bagian hilir. Walhasil, kata dia, sampah ataupun bahan kimia dari daerah lain akhirnya mengalir ke sana.

Sementara itu, Kabid UKM di Dinas Kesehatan Kabupaten Tanjab Timur, Jamanuddin menegaskan bahwa air hujan layak dikonsumsi oleh manusia asalkan tak ada yang menghalangi air tersebut jatuh dari atas awan.

"Kalau terkontaminasi seperti kena atap rumah itu sudah tidak steril lagi. Pasti tercampur debu dan kotoran, itu berbahaya," katanya.

Baca: Didorong Duet JK-AHY di Pilpres 2019, Begini Jawaban Jusuf Kalla, Kader Demokrat Bocorkan Reaksi SBY

Menurutnya, mengonsumsi air hujan dengan tidak steril bisa menyebabkan beberapa gangguan penyakit seperti diare, rematik dan tipes.

"Keluhan masyarakat kalau berobat itulah paling banyak, karena mengonsumsi air hujan," tuturnya.

Jamanuddin mengaku pihaknya terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat khususnya di pesisir pantai bagaimana tata cara memanfaatkan air hujan yang baik.

"Khusus air sungai jelas tidak baik digunakan, paling untuk mencuci baju, itupun bisa berdampak buruk dan bisa terkena penyakit kulit dan gatal-gatal," katanya.

"Yang jelas jika mau mengkonsumsi air hujan, masyarakat harus memasak hingga 100 derajat. Kalau tidak masih ada bakteri," tambahnya.

Untuk kasus penyakit paling tinggi di Tanjab Timur menurutnya stroke, darah tinggi, kencing manis, penyakit kulit dan ISPA.

Baca: Dikabarkan Terapung! Uang Rp 30 Miliar di KM Lestari Maju Ditemukan, Begini Kondisinya!

"Intinya masyarakat jangan sembarangan membuang sampah, dan jalanilah hidup bersih, itu akan meminimalisir penyakit yang datang" katanya.

Ribuan Warga Krisis Air Bersih

Rasa senang mendadak terlihat dari sejumlah masyarakat di Kecamatan Nipah Panjang, Kabupaten Tanjung Jabung Timur ketika hujan lebat mengguyur desa mereka, Minggu (1/7/2018).

Begitulah, kondisi di sana selama berpuluh-puluh tahun.

Persoalan ketersediaan air bersih tak kunjung tertangani tuntas.

Walhasil, hingga kini air hujan menjadi andalan untuk memenuhi kebutuhan air bersih mereka.

"Kalau air hujan untuk minum, kalau air laut atau air (sungai) Batanghari Cuma bisa untuk mencuci, karena warnanya cokelat," kata Pardianti warga RT 02 Kelurahan Nipah Panjang I.

Baca: Sonali Bendre Terserang Kanker Stadium Akhir, Curhatan Bintang Bollywood Ini Bikin Haru Penggemar

Butuh perjuangan ekstra dan uang tak sedikit bila mereka ingin mendapatkan air bersih.

Selain menunggu turunnya hujan, cara lain adalah membeli air galon, mencari hingga ke hulu sungai, atau membuat sumur bor yang dananya tidak sedikit.

Pardianti mengaku jika musim kemarau dirinya mau tak mau harus membeli air galon dengan harga Rp 10 ribu per galon.

"Kalau lagi dak ado yang jual, nitip samo orang belinyo pakai perahu," ungkapnya saat ditemui Tribunjambi.com.

"Kalau musim kemarau susah nyari air, mulai pening nyari air di mano. Biaklah kami listrik dibatasi daripado air bersih susah nyarinyo," ujarnya.

Sama halnya dikatakan Marta, warga setempat. Sejak pemekaran Tanjung Jabung, keluarganya tak pernah lagi mendapatkan air bersih.

"Dulu ado (PDAM), cuma sudah dak ngalir lagi. Pakai air hujan atau air sungai lah ni, baju putih pada coklat semua," katanya.

Untuk mengambil air hujan, Marta menampung air yang jatuh dari atap rumahnya.

Air itu dialiri melalui pipa dan ditampung dengan bak mandi.

"Tapi tunggu sekitar 15 menit, kalau langsung ditampung air hujanyo pasti kotor, karena atap berdebu dan banyak pasir," jelasnya.

Melihat situasi ini terus memprihatinkan, Marta berharap pemerintah memberikan solusi.

Minimal, kata dia, adalah bantuan air bersih khususnya saat musim kemarau.

"Kalau hujan senang nian kami rasonyo, air biso dapat minimal untuk duo tigo hari ke depan," tambah Marta.

Terpisah, Lurah Nipah Panjang I Wazri saat dikonfirmasi, Senin (2/7) mengakui bahwa saat ini masyarakatnya masih bergantung dengan air hujan dan air Sungai Batanghari karena belum ada ketersediaan air bersih.

"Air PDAM belum ngalir ke sini, kapasitas air katonyo belum mencukupi makonyo masih banyak yang belum dapat air bersih," katanya.

Menurutnya, di Kelurahan Nipah Panjang II sebagian sudah teraliri. Tapi, sambungnya, untuk yang di pinggiran laut banyak yang belum.

Wazri bilang setidaknya ada 1.100 Kepala Keluarga (KK) yang kini masih bergantung dengan air hujan untuk memenuhi kebutuhan harian.

"Kalau air sungai untuk mandi sama cuci baju saja, karena airnya tidak bagus untuk dikonsumsi," ungkapnya.

Beruntung, Warzi mengatakan bahwa saat ini kondisi air Sungai Batanghari tak bercampur dengan air laut.

"Biasanya bercampur air laut kalau sudah musim kemarau. Kalau sudah bercampur dak biso digunakan," tuturnya.

Warzi mengaku bahwa pihaknya sudah berulang kali mengajukan keluhan ini kepada Pemkab Tanjab Timur dan Pemprov Jambi, namun nyatanya belum membuahkan hasil.

"Ya meskipun masyarakat diuntungkan dengan adanya penjualan air galon, tapi kalau beli terus kasihan mereka. Kalau tidak mereka mandi air asin," ujarnya.

Menurutnya, perlu satu hingga dua tower dengan kapasitas besar dari PDAM untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di dua kelurahan di sana dengan total sekitar 3.000 KK.

"Kalau bisa buat sumur bor satu. Tapi dengan kedalaman sampai 300 meter baru bisa dapat air bersih. Kalau masih di bawah tu tetap saja airnya kotor," tuturnya.

Terkendala Anggaran

Kepala UPTD SPAM Kabupaten Tanjabtim, Ahmad Fauzan menjelaskan bahwa terbatasnya ketersediaan air dan minimnya anggaran menjadi penyebab mengapa masih ada beberapa desa di Tanjab Timur belum teraliri air bersih.

"Kita terus melakukan pembenahan, pelan-pelan kita optimalkan. Sekarang yang terpasang saja kita masih berusaha melakukan pengoptimalan, itu yang kami prioritaskan dulu," jelasnya.

Menurutnya, jika dipasang jaringan pipa di Nipah Panjang dikhawatirkan aliran airnya tidak akan optimal.

"Bisa kita pasang pipanya, tapi takutnya airnya tidak mengalir, itu kendala kita selama ini," jelasnya.

Ahmad Fauzi mengklaim, beberapa daerah yang sudah dialiri air bersih di antaranya Sabak Barat, Sabak Timur, Rantau Rasau, Sadu, Nipah Panjang II , Geragai, Mendahara ilir dan Ulu.

"Tapi itu tidak semua satu desa terakiri penuh, ada sebagian rumah di satu desa belum kita aliri, karena beberapa faktor," jelasnya.

Untuk diketahui Kecamatan Nipah Panjang termasuk dalam daerah kumuh di Provinsi Jambi.

Kecamatan ini terdiri dari dua kelurahan dan delapan desa.

Dari 11 kecamatan di Tanjab Timur, selain Nipah panjang yang termasuk daerah kumuh adalah Kecamatan Sabak Timur, Sadu, Kuala Jambi, serta Mendahara hilir.

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved