Tiga Kemenangan Setelah Ramadan
Selama satu bulan ramadhan, kaum muslimin dan muslimat yang menjalankan ibadah ramadhan telah mampu mengendalikan dirinya
Ada tiga bentuk kemenangan Umat Islam setelah menjalani ibadah Ramadhan, Pertama, kemenangan mengendalikan hawa nafsu. Selama satu bulan ramadhan, kaum muslimin dan muslimat yang menjalankan ibadah ramadhan telah mampu mengendalikan dirinya dari berbagai perbuatan yang dimotori oleh nafsu, seperti serakah pada harta dan jabatan, makan minum yang berlebihan, kehidupan yang berpoya-poya, memelihara dengki, dendam, suka menghina orang, fitnah, suka berbohong, dan berbagai penyakit jiwa lainnya. Hal ini tertuang dalam firman Allah swt:
"Sungguh beruntung orang yang menyucikan jiwanya, dan sungguh merugi orang yang mengotori jiwanya".( Asy-Syam : 9-10). Jiwa yang menang adalah jiwa yang selalu berupaya membentengi diri dari berbagai bentuk penyimpangan, dari penodaan terhadap aturan yang telah ditetapkan oleh Allah Swt, karenanya kemenangan itu harus terus dipelihara selama sebelas bulan kemudian, sehingga di manapun berada selalu dalam pemeliharaan imannya.
Kedua, kemenangan mengendalikan emosi. Emosi adalah sifat dan kondisi perasaan yang terdapat dalam diri seseorang. Ia bisa berupa rasa ingin marah, rasa benci, rasa cemas, dll. Emosi yang menang adalah apabila Ia mampu dikendalikan, dan itu sudah kita tunjukkan dalam bentuk sabar. Pada saat puasa beberapa kali kita dihadapkan pada kondisi mau marah, apakah karna masalah yang ada dalam rumah tangga, tempat kerja atau saat kita disenggol ketika berada di pasar, tapi saat itu kita mampu mengendalikan emosi itu dengan bersabar.
Bahkan ketika Ia sedang dihina atau diajak berkelahi, maka Ia mengatakan “Saya sedang berpuasa”.. Maka bulan Ramadhan memberikan kesempatan yang besar bagi kaum Muslim dan muslimat untuk melatih kesabaran itu. Dengan demikian Ia bisa keluar dari bulan Ramadhan sebagai pribadi yang kuat dan pandai mengendalikan diri dan emosinya.
Ketiga, kemenangan menyeimbangkan kehidupan duniawi dan ukhrawi. Praktek keseimbangan yang sudah kita tunjukkan selama ramadhan adalah Keseimbangan antara urusan duniawi dan ukhrawi, misalnya kita selalu menyisihkan sebagian rezeki, makanan dan pakaian untuk disedekahkan kepada orang lain sebagai tabungan akhirat kita. Artinya Selama ramadhan kita sudah membiasakan diri bagaimana melakukan perimbangan antara urusan individual dan urusan sosial atau urusan duniawi dan ukhrawi.
Bila ini terus kita pelihara, maka inilah sesungguhnya makna doa yang selalu kita lantunkan sehabis shalat; Rabbana aatinaa fiddunia hasanah wafil aakhirati hasanah waqinaa azabannar.
Pahala dari ibadah pada bulan ramadhan yang sudah kita dapatkan Ibarat sebuah banguan, Ia bagaikan sebuah istana yang mengagumkan, maka janganlah diruntuhkan kembali. Inilah di antara makna kemenangan yang kita bisa raih dari puasa ramadhan, yang sejatinya dapat kita pertahankan sebelas bulan kemudian, sehingga kita benar-benar beridul Fitri, dalam arti kata Id, artinya kembali, sedangkan Fitri artinya suci. Jadi Idul Fitri artinya kita kembali kepada kesucian seperti bayi yang baru dilahirkan oleh ibunya, dalam rangka mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan kebahagiaan hidup di akhirat. Amin Ya Rabbal Alamin Wallahu A’lam.
Penulis Dr. Bahrul ’Ulum, MH, Dosen Fakultas Syariah UIN STS Jambi