1.300 Pilot Garuda Indonesia Ancam Mogok Kerja, Semua Itu Karena Mobil Jemputan & Jam Kerja?
Sebanyak 1.300 pilot dan lima ribu kru maskapai Garuda Indonesia mengancam akan melakukan aksi mogok dalam waktu dekat.
TRIBUNJAMBI.COM - Sebanyak 1.300 pilot dan lima ribu kru maskapai Garuda Indonesia mengancam akan melakukan aksi mogok dalam waktu dekat.
Jumlah tersebut telah dipastikan oleh Asosiasi Pilot Garuda (APG).
Diketahui, aksi mogok ini diprakarsai oleh Serikat Pekerja Garuda (Sekarga) dan APG.
Baca: Kesedihan Ibunda Razan Najjar: Kuharap Bisa Melihatnya Dalam Gaun Pengantin Putih, Bukan Kain Kafan
Presiden APG Captain Bintang Hardiono mengatakan, ada sejumlah masalah teknis di Garuda.
Termasuk masalah yang muncul lantaran sejumlah Dewan Direksi tak memiliki latar belakang dalam bidang penerbangan.
Bintang mengungkapkan, jika sebagian besar mereka berasal dari dunia perbankan.
Ia pun memberi contoh, seperti kebijakan meniadakan mobil jemputan untuk kru kabin yang akhirnya menuai kontra dari pihak karyawan dan pilot.
Baca: Edi Purwanto Sebut Kuota Bakal Caleg PDIP Jambi Telah Terpenuhi, Selanjutnya Ini Tahapannya
Dilaporkan, atas kebijakan tersebut, muncul beberapa kasus kecelakaan yang menimpa para kru maskapai.
"Pilot, kan, mikirnya safety, karena bisa pulang pukul 02.00 atau 04.00 pagi. Alasan perusahaan, di luar negeri bisa kok naik angkutan umum. Kok disamain sama luar negeri, kan di sana kereta bus tepat waktu, di sini gimana tepat waktu?" ucap Bintang.
Selain soal teknis, gaji dan pergeseran jam kerja juga menjadi persoalan.
Menurut Bintang, contohnya adalah pergeseran jam kerja ketika Ramadan tahun 2017.
Sementara itu, ada juga pemotongan hak, melalui dihilangkannya kenaikan gaji berkala per tahun.
Bintang mengatakan, jika pihak manajemen beralasan efisiensi.
Baca: Baju Putih Medis ini Jadi Saksi Bisu Detik-detik Kematian Razan Najjar, Sebelum dan Sesudah Ditembak
Hal itu semakin diperparah dengan pengurangan jam terbang para pilot, yang secara otomatis juga mengurangi penghasilan mereka.
Kebijakan lain yang menjadi polemik adalah penggantian sistem operasi maskapai menggunakan Sabre.
Menurut Bintang, selayaknya, harus ada masa transisi, tapi justru sebaliknya.
"Seharusnya ada masa transisi tiga bulan, sistem yang lama menempel sama sistem yang baru.
Tapi, perusahaan kekeuh minta enam hari saja, dampaknya ya pas erupsi Gunung Agung itu, kacau semua, seakan-akan tidak ada kru dan pesawat. Padahal ada, tapi sistemnya yang enggak beres," sambung Bintang.
Baca: Mulai Senin 3 Juni Parpol Diminta Memasukkan Daftar Nama ke Aplikasi Calon Legislatif KPU
Diketahui, Sabre merupakan sebuah teknologi yang mendukung operasi end to end dan operasi bisnis.
Sabre dianggap mampu meningkatkan pelacakan pada pesawat Garuda, termasuk kontrol pada gangunggan, penjegahan, hingga manajemen operasi kru.
Tanggapan YLKI
Ancaman yang cukup membuat sejumlah pihak cemas adalah termasuk mogok saat puncak arus mudik Lebaran Idul Fitri 2018 mendatang.
Berbagai pihak, seperti Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pun menyatakan penolakannya atas ancaman mogok ini.
Diketahui, hak konsumen dalam mendapatkan kenyamanan, keamanan, dan keselamatan saat memakai jasa penerbangan telah diatur dalam UU Perlindungan Konsumen.
Baca: Mulai Senin 3 Juni Parpol Diminta Memasukkan Daftar Nama ke Aplikasi Calon Legislatif KPU
Oleh karenanya, Ketua YLKI mengatakan pihaknya setuju menghargai rencana aksi itu, jika tidak menimbulkan akibat pada aspek pelayanan terhadap konsumen.
"Rencana mogok total SEKARGA dan APG, pada akhirnya adalah bentuk nyata pelanggaran hak - hak konsumen. Dan hal tersebut bisa menimbulkan sikap antipati konsumen kepada SEKARGA dan APG, bahkan kepada keseluruhan image GA sebagai perusahaan penerbangan," kata Tulus dikutip Warta Kota, Sabtu (2/6/2018).
Tulus pun meminta agar segera dilakukan negosiasi antara pihak pekerja dan manajemen terkait persoalan yang mereka hadapi.
"Oleh sebab itu kami meminta, bahwa agar SEKARGA dan APG untuk tidak mogok total kapan pun momennya, apalagi saat puncak arus mudik.
Bernegosiasilah secara intensif dengan pihak managemen GA dan pemerintah secara elegan, tanpa mengorbankan hak-hak konsumen," imbuhnya.
Kekhawatiran Ombudsman
Selain YLKI, Ombudsman RI pun mengungkapkan kekhawatiran mereka.
Terutama menyangkut kelancaran arus mudik lebaran.
Apabila pilot dan kru mogok, bisa dipastikan jika arus mudik akan menjadi kacau.
"Tentunya dapat membuat kekacauaan dalam arus mudik karena rencananya saat puncak arus mudik justru akan mogok," ujar Anggota Ombudsman Alvin Lie, Jakarta, Jumat (1/5/2018), dilansir Kompas.com.
Baca: Dua Hari Tak Ada Kabar, Akhirnya Nelayan Tanjabtim yang Hilang Saat Melaut Ditemukan Meninggal
Hal tersebut lantaran Garuda diketahui mempunyai konsumen yang besar dan jumlah armada yang banyak.
Apabila mogok, tentu akan berimbas kepada masyarakat secara luas.
Hilang Simpati
Ombudsman RI juga mengungkapkan jika benar-benar mogok, maka trust dan simpati masyarakat kepada perjuangan serikat karyawan dan pilot Garuda hilang.
Pihak ombudsman juga mengaku akan memantu terus perkembangan kasus Garuda Indonesia ini.
"Tentunya saya sebagai anggota Ombudsman ingin memastikan agar pelayanan publik tidak terganggu.
Baca: Kebut Proses Pelipatan Surat Suara, KPU Merangin Targetkan Selesai Juni
Saya akan memantau terus perkembangan ini dan saya juga akan berkomunikasi dengan beberapa pihak agar meninjau kembali dan mengurungkan rencana aksi tesebut. Bermusyawarahlah para pihak, semoga cepat ada solusi," imbuh Alvin.
(TribunWow.com/Lailatun Niqmah)
Artikel ini telah tayang di tribun-medan.com dengan judul 1.300 Pilot Garuda Indonesia Ancam Mogok: Alasan Penghapusan Mobil Jemputan dan Jam Kerja, http://medan.tribunnews.com/2018/06/02/1300-pilot-garuda-indonesia-ancam-mogok-alasan-penghapusan-mobil-jemputan-dan-jam-kerja?page=all.