Kisah Cerita Nyi Roro Kidul yang Dipercaya Rakyat Jelata Sosok yang Baik dan Berhati Mulia
Namun dari karya tanpa nama inilah, kisah ratu dedemit laut selatan muncul menjadi bagian dari cerita rakyat Indonesia, bukan Jawa saja.
Justru komik inilah yang menarik, mengingat penyajian katanya singkat dan padat, sementara gambarnya sanggup menghanyutkan daya fantasi pembaca untuk membayangkan kecantikan rupa Nyai Roro Kidul, serta kebrutalan jin, setan laknat penjaga laut selatan.
Layar perak film nasional pun tak pernah sepi dari cerita-cerita berbau mistis tentang Nyai Roro Kidul dengan serentet judul yang seram plus bumbu seks.
Yang jelas ratu sakti yang rupawan ini sudah menjadi salah satu isi khazanah kisah klasik di Indonesia.
Bahkan nampak semakin sakral, karena seringnya diperingati dalam bentuk upacara labuhan atau terpentaskan dalam teater tertutup berbentuk seni tari bedaya ketawang dan bedaya semang.
Wajar kalau kemudian mitos Nyai Roro Kidul melebihi kisah Babad Tanah ]awi dan kebesaran Kerajaan Mataram sendiri.
Lihat saja, setahun sekali Keraton Yogyakarta pasti melakukan upacara tradisi labuhan di Parangkusuma.
Labuhan adalah persembahan sesaji yang ditujukan kepada Kanjeng Ratu Kidul.
Tradisi ini dilakukan bukan sekadar gengsi keraton atau untuk kepentingan wisatawan melainkan demi keselamatan raja, keraton, dan seluruh rakyatnya.
Baca: 5 Bentuk Pantat Perempuan Ini Bisa Gambarkan Karakter, Punya Anda Jenis Yang Mana?
Baca: Suka Duka Ahmad Zulkifli, Seniman Kayu di Jambi Ini Dirugikan Instansi Jutaan Rupiah
Ambil contoh, Sri Paku Buwono XII dari Keraton Solo di penghujung tahun 1985 melakukan labuhan guna keselamatan rakyat dan keraton setelah mengalami musibah kebakaran.
Untuk menciptakan keserasian hubungan dengan Ratu Laut Selatan, Kasunanan Surakarta membangun panggung Sanggabuwana sebagai tempat pertemuan mereka berdua.
Sedangkan Kasultanan Yogyakarta memilik sumur gemuling, terowongan bawah tanah di Tamansari Keraton Yogyakarta yang konon tembus sampai laut selatan sebagai tempat hubungan mistis antara Sunan dengan Kanjeng Ratu Kidul.
Tapi hubungan cinta antara raja dan ratu ini oleh sejarawan Prof. Dr. Edi Sedyawati diartikan sebagai hubungan yang bersifat adikodrati bukan hubungan seksual duniawi.
"Karena itu," tulis Edi dalam Prisma no. 7, Juli 1991, "hubungan mereka tak pernah membuahkan anak."