Alat Bunuh Diri yang Tidak Merasakan Sakit Bagi Penggunanya, Namun Mengerikan Memikirkannya

Bukan hanya bom, ini adalah alat untuk bunuh diri bernama Sarco, ciptaan dari Dr Nitschke.

Editor: Andreas Eko Prasetyo
newsweek.com
Sarco 

Baca: 5 Bentuk Pantat Perempuan Ini Bisa Gambarkan Karakter, Punya Anda Jenis Yang Mana?

Para pengunjung dalam pameran hanya akan melihat dengan kacamata virtual reality di Sarco untuk melihat apakah itu bisa menjadi akhir kehidupan yang disukai bagi mereka, menurut juru bicara untuk acara tersebut.

Melalui kacamata VR pengunjung akan dapat memilih pemandangan Alpen atau laut sebagai hal terakhir yang mereka lihat, sebelum menekan tombol bunuh diri, yang akan mengubah semuanya menjadi hitam.

Nitschke mengatakan, "Sarco memungkinkan untuk mati dengan keanggunan dan gaya."

Perangkat, yang secara resmi diumumkan oleh Nitschke's Exit International Foundation pada bulan Februari, datang dalam dua bagian.

Baca: Seorang Kakek Menarik Uang Rp1,2 Miliar Malah Dilaporkan Polisi oleh Pihak Bank, Kenapa Ya?

Sarco
 
Sarco   (newsweek.com)

Pertama dasar mesin yang dapat digunakan kembali dan yang ke-2 adalah kapsul yang dapat dilepas dan digunakan sebagai peti mati.

Mesin itu ditentang oleh politisi Belanda dan pekerja sosial.

Seorang juru bicara untuk hotline pencegahan bunuh diri Belanda 113 mengatakan kepada European Central News, "Semua ini tampaknya benar-benar tidak diinginkan bagi kami."

MP Kees an der Staaij dari Partai Politik Reformis Kristen Belanda (SGP) Belanda mengatakan, "Ini mengerikan."

Baca: Nail Art Kini Digemari, Agar Tahan Lama Cara Perawatannya Cukup Mudah

"Bunuh diri bukanlah tawaran promosi dan membantu bunuh diri adalah tindak kriminal di Belanda."

MP Carla Dik-Faber dari Persatuan Kristen mengatakan, "Saya merasa aneh dan mengkhawatirkan bahwa perusahaan mempromosikan mesin yang mengarah pada kematian dalam pameran."

Yayasan Exit Internasional Dr Nitschke didirikan pada tahun 1997 dan menganggap hak untuk mengakhiri hidup seseorang sebagai hak sipil daripada masalah medis.

Baca: Popor Senjata Api di Jambi Diminati, Seniman di Jambi Ini Bisa Bikin 3 Per Hari

Ia mengklaim, "Mati tidak selalu merupakan proses medis. Dengan demikian, proses kematian tidak selalu harus melibatkan profesi medis."

"Keputusan ini sebaiknya diserahkan kepada individu yang bersangkutan." (Adrie P. Saputra)

SUMBER:Intisari Online

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved