Mahfud MD Nyatakan Siap Berdialog jadi Cawapres Jokowi di Pilpres 2019
Mahfud MD mengungkapkan bahwa siap berdialog jika ada proses politik yang meminta dirinya maju menjadi cawapres Presiden Jokowi.
TRIBUNJAMBI.COM - Sejumlah nama dari unsur non-partai mulai diusulkan sebagai calon wakil presiden ( cawapres) yang mendampingi Presiden Joko Widodo pada Pilpres 2019. Salah satunya adalah mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD.
Baca: BNNP Jambi Turunkan 20 Anggota ke Sungai Penuh, Beredar Kabar Dua Warga Diamankan Karena Narkoba
Baca: Disebut Sandiaga Uno Menangis Lalu Mengundurkan Diri, Dirut BUMD Tak Terima Pernyataan Wagub DKI
Mahfud MD mengungkapkan bahwa siap berdialog jika ada proses politik yang meminta dirinya maju menjadi cawapres Presiden Jokowi.
"Kalau nanti proses politik obyektif tanpa kecurangan dan niatnya baik, saya siap berdialog untuk kemungkinan itu. Kita tunggu saja perkembangannya," ujar Mahfud MD saat dihubungi, Kamis (15/3/2018).
Meski siap berdialog, Mahfud enggan disebut memiliki keinginan untuk maju sebagai cawapres. Sebab, hingga saat ini ia tidak berkampanye dan memasang baliho dengan menyebutnya sebagai cawapres.
Selain itu, Mahfud juga tidak mengunjungi sejumlah komunitas untuk meminta dukungan sebagai cawapres.
"Saya sudah menjawab tegas saya tidak ingin menjadi cawapres. Tapi bukan tidak mau. Beda, kan? Kalau ingin itu berkampanye, membuat baliho, dan macam-macam mengunjungi komunitas," kata Mahfud.
Baca: BNN Turunkan 20 Anggota, Bandar Narkoba di Sungai Penuh Dibekuk
Baca: Prakiraan Cuaca Hari Ini, Hujan Lokal Bakal Terjadi di 4 Wilayah Ini
"Saya tidak pernah melakukan itu dan tidak akan melakukan itu, tetapi bukan berarti tidak mau," ucapnya.
Selain itu, Mahfud juga menegaskan bahwa dirinya tidak menjalin komunikasi dengan Presiden Jokowi secara resmi.
Meski demikian, ia mengungkapkan sudah diajak berkomunikasi secara informal dengan sejumlah partai politik.
"Tidak ada. Saya tidak pernah melakukan komunikasi politik secara resmi dengan siapa pun, baru bergurau saja. Kalau dengan partai-partai sudah. Dua minggu terakhir sudah bergurau-gurau saja," kata Koordinator Presidium Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) itu.
Sebelumnya lewat akun twitternya, Mahfud mengklarifikasi pemberiataan sejumlah media massa, termasuk tribun medan dan kompas.com yang memberitakan kesiapannya jadi cawapres Jokowi di Pilpres 2019.
"Pagi ini terasa segar mendengar kicau burung di rumah Yogya. Di medsos ramai cuat-cuit tentang kesediaan saya menjadi cawapres seperti banyak diberitakan kemarin sore.
Sebenarnya jawaban saya tentang pencawapresan sama dengan jawaban-jawaban sebelumnya tapi entah mengapa yang sekarang jadi viral.
Kemarin siang saya ada pertemuan BPIP dengan Pimpinan MPR. Di depan pintu dicegat dengan pertanyaan, apakah sy bersedia menjadi cawapres seperti yang muncul di dalam radar analisis dan survai-survai.
Jawaban saya konsisten yakni "Saya tidak ingin tetapi bukan tidak bersedia jadi cawapres"
Saya tidak pernah menawarkan diri untuk menjadi cawapres, misalnya, tidak memasang baliho, tidak meminta dimasukkan ke dalam survai, bahkan tidak melobi kepada parpol.
Itu artinya saya tidak ingin. Tetapi tidak ingin bukan berarti tidak mau. Kalau mengatakan tidak mau itu sombong.
Ketika ditanya pers, bagaimana sikap saya dengan masuknya nama saya ke bursa cawapres untuk mendampingi Pak Jokowi maka saya jawab, "Alhadulillah dan terimakasih, nama sy masuk. Berarti demokrasi makin maju sebab di luar opini dan survai mainstream masih bisa muncul nama lain.
Maksud saya kita perlu bersyukur.
Meski banyak dikritik demokrasi pasca reformasi sudah ada kemajuan yakni bisa memunculkan capres-cawapres dari bawah.
Sebelm reformasi tak mungkin ada calon muncul dari bawah dan tak ada angka-angka survai karena calon dan pemenangnya sudah direkayasa.
Ketika ditanya pers, apa sdh ada komunikasi dgn parpol-parpol maka saya jawab, ya, sdh ada komunikasi informal.
Istilahnya saling bergurau melempar bola politik untuk coba2. Komunikasi formal tidak ada.
Apa saya bersedia jd cawapres?. Jawaban saya tetap, "saya tidak ingin tapi bukan tidak mau".
Atas jawaban "tidak ingin tapi tak mau" itu ada wartawan yang menyeletuk, "Kok jawabannya bersayap, artinya bersedia, kan?".
Mau menjawab bagaimana lagi? Itulah sikap saya. "Kalau bilang ingin saya bisa dinilai tak tahu diri tapi kalau bilang tidak mau bisa dinilai sombong dan tak nasionalis".
Malah Mahfud sodorkan nama Tuan Guru Bajang (TGH) Muhammad Zainul Majdi menjadi cawapres alternatif di luar mainstream.
''Saya setuju juga TGB menjadi salah seorang cawapres. Beliau teman saya yang saleh, fathonah. dan amanah. Ayo dorong TGB, biar banyak alternatif yang muncul dari luar mainstream, biar demokrasi kita lebih maju lagi,'' tulis Mahfud di akunnya.
Baca: George Peabody yang Muncul di Google Doodle, Pria Miskin yang Berubah Jadi Jutawan
Baca: Hasil Laga Arsenal vs AC Milan, The Gunners Melaju ke Perempat Final Liga Europa
Baca: Kondisi Terkini Sumur Rummat Tempat Nabi Muhammad dan Umat Muslim Madinah Mengambil Air Minum
Sebelumnya beberapa media termasuk Tribun Medan melansir kesediaan Mahfud menjadi cawapres Jokowi.
Mahfud bersyukur saat namanya dimunculkan oleh masyarakat sipil sebagai sosok yang pantas mendampingi Presiden Joko Widodo sebagai calon wakil presiden (cawapres).
"Tiba-tiba masuk, ya bagus juga perkembangan demokrasi, artinya suara lain dari mainstream itu bisa muncul, dari masyarakat seperti saya," kata Mahfud di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (14/3/2018).
Ia mengatakan bersedia menjadi cawapres Jokowi, tetapi tidak ingin terlalu aktif untuk menindaklanjutinya.
Mahfud mengatakan hanya menyerahkan sepenuhnya terhadap mekanisme yang ada di masing-masing parpol serta Jokowi sendiri.
Sebab, kata Mahfud, pada akhirnya yang memutuskan siapa cawapres bagi Jokowi ialah partai koalisi pemerintahan dan Jokowi.
Ia mempersilakan partai-partai mengolah namanya sebagai cawapres Jokowi.
"Saya juga bukan tidak mau karena kalau tak mau itu diartikan sombong. Pada akhirnya kita serahkan ke mekanisme, dan itu ada di tangan capres dan partai-partai nanti," kata Mahfud.
Ia mengungkapkan telah menjalin komunikasi secara informal dengan partai-partai yang berada di koalisi pemerintahan.
Namun, komunikasi tersebut, menurut Mahfud, tak dilakukan secara masif lantaran dirinya tak mau terlibat terlalu aktif dalam hal ini.
"Komunikasi informal ada, formalnya mereka nanti harus kongres atau apa, kan, gitu. Kalau informal itu artinya sambil bicara atau saling lempar bola, tetapi saya selalu katakan saya pada posisi pasif, tak aktif juga," kata mantan Ketua Tim Pemenangan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa saat Pilpres 2014 itu.
Padahal, Senin (5/3/2018) Mahfud, mencuit, dirinya tidak ingin menjadi Cawapres Jokowi.
Saat itu Mahfud mendapat banyak pertanyaan, baik dari media massa mainstream dan media online maupun dari sosial media yang masuk ke akun miliknya.
"Iya saya dapat banyak pertanyaan nih. Yang ditanyakan adalah bagaimana tanggapan saya terkait munculnya nama saya di dalam bursa calon wakil presiden (cawapres) untuk mendampingi Jokowi pada Pilpres 2019?" kata Mahfud kepada Tribunnews.com, Selasa (6/3/2018).
Nama Mahfud muncul di berbagai survei sebagai salah satu cawapres.
Baca: RSPN Ingin Mendeklarasikan Gatot Nurmantyo Sebagai Capres Usai Jenderal TNI Tersebut Pensiun
Baca: Video, Pria Ini Uji Samsung Galaxy S9 Digores, Dibengkokkan dan Dibakar Ini yang Terjadi
Baca: Apa Penyakit Ruben Onsu Hingga Semakin Kurus? Ini Kata Mbah Mijan
Bahkan sebuah majalah mingguan nasional edisi 4 – 11 Maret 2018 pekan ini menyebut Ketua Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara se-Indonesia itu sebagai salah satu yang masuk dalam pertimbangan Jokowi, antara lain, bersama Jusuf Kalla dan Moeldoko.
Ketika dimintai tanggapannya tentang hal itu, Mahfud MD mengatakan dirinya bukan tidak mau tetapi menyatakan tidak ingin menjadi cawapres.
“Banyak yang ingin menjadi cawapres, membuat baliho, membuat Tim Kampanye, dan memasang namanya di survei-survei. Saya tidak akan melakukan itu, saya tidak akan aktif, akan mengalir saja," kata Mahfud.
Ketika ditanya, mengapa tidak mau menjadi cawapres, sekali lagi Mahfud mengatakan dirinya bukan tidak mau, melainkan tidak ingin.
Dikatakannya, antara tidak ingin dan tidak mau itu berbeda.
"Tidak ingin artinya tidak berminat melakukan langkah-langkah aktif untuk dicalonkan melainkan akan datar-datar saja. Tetapi kalau tidak mau artinya menolak. Padahal dia tidak mengatakan tidak mau atau menolak. Mahfud menyatakan dirinya bukan tidak mau tetapi siap berdialog secara terbuka, alamiah, dan sesuai aspirasi rakyat untuk kebaikan bagi Indonesia," jelasnya.
Mahfud mengatakan jika dirinya menyebut ingin menjadi cawapres nanti bisa dinilai tidak tahu diri alias ge-er.
"Tetapi jika mengatakan tidak mau nanti dibilang sombong," ujarnya.
Mahfud menutup keterangannya dengan mengatakan, "Siapapun pasangan calon yang akan muncul nanti yang penting Pilpres lancar dan Indonesia menjadi lebih baik."
Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz menilai Mahfud MD cocok menjadi cawapres bagi Jokowi.
"Saya berpikir dan berani untuk mencoba untuk menawarkan nama yang ideal, Profesor Mahfud," kata Donal Fariz, Selasa (6/3/2018).
Donal menilai, Mahfud memenuhi tiga syarat capres dan cawapres yang ideal menurut ICW.
Kriteria tersebut adalah harus sosok bersih dan negarawan, memiliki visi penegakan hukum dan demokrasi yang kuat dan konsisten, serta berani melawan mafia hukum dan mafia bisnis.
Baca: Apa Penyakit Ruben Onsu Hingga Semakin Kurus? Ini Kata Mbah Mijan
Baca: Bikin Mewek! 5 Hari Setelah Menikah, Pria Ini Kehilangan Istrinya, Penyebabnya
Baca: Tak Banyak yang Tahu, Najwa Shihab Pernah Kehilangan Anak Kedua, Momen yang Mengubah Hidupnya
"Profesor Mahfud menurut saya salah satu di antara sedikit orang yang bisa memenuhi tiga kriteria itu," ujar Donal.
Mahfud MD: Saya Siap Berdialog soal Jadi Cawapres Jokowi