Permalukan Soeharto, Nasib Tiga Mantan Jenderal TNI Ini Memprihatinkan di Akhir Hayatnya

Soeharto dianggap telah menggunakan institusi militernya untuk mengumpulkan uang dari perusahaan-perusahaan di Jawa Tengah

Editor: bandot
KOMPAS.com Presiden Soeharto pada saat mengumumkan pengunduran dirinya di Istana Merdeka, Jakarta, pada tanggal 21 Mei 1998. 

TRIBUNJAMBI.COM - Mantan Wakil Perdana Menteri Indonesia di era tahun 1960-an, Soebandrio, menerbitkan memoar berjudul Kesaksianku Tentang G30S pada tahun 2000 lalu.

Dalam buku tersebut, Subandrio melancarkan serangan balik ke Soeharto.

Ia menuding Soeharto justru telah melakukan kudeta merangkak terhadap kekuasaan Soekarno.

Menurut Soebandrio, Soeharto punya rekam jejak yang buruk jauh sebelum peristiwa G30S.

Yang pertama, semasa di divisi Diponegoro, Soeharto menjalin relasi dengan pengusaha tionghoa, Liem Sioe Liong dan Bob Hasan.

Soebandrio menyebut orang-orang ini menjalankan bisnis penyelundupan berbagai barang.

Baca: Pak Harto, Ibu Tien dan Kisah Dunia Gaib, Supranatural serta Spiritualisme Jawa

Kabar itu berhembus kemana-mana hingga ke telinga, Jenderal Ahmad Yani.

Kabarnya Ahmad Yani sangat marah.

Museum Sasmitaloka Pahlawan Revolusi Jenderal TNI A Yani (kiri)
Museum Sasmitaloka Pahlawan Revolusi Jenderal TNI A Yani (kiri) (kolase/wikipedia/TRIBUNNEWS.COM / Fransiskus Adhiyuda)

Sampai-sampai, dalam suatu kejadian, Yani menempeleng Soeharto.

Soeharto dianggap mempermalukan korps Angkatan Darat (AD).

Tak hanya itu, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal AH Nasution juga dikabarkan pernah memecat Soeharto sebagai Pangdam Diponegoro secara tidak hormat.

Soeharto dianggap telah menggunakan institusi militernya untuk mengumpulkan uang dari perusahaan-perusahaan di Jawa Tengah.

Baca: Blak-blakan. Ini Cerita Mantan Wapres RI Try Sutrisno Dibalik Pengunduran Diri Soeharto. Ternyata

“Sebagai Penguasa Perang, saya merasa ada wewenang mengambil keputusan darurat untuk kepentingan rakyat, ialah dengan barter gula dengan beras. Saya tugasi Bob Hasan melaksanakan barter ke Singapura, dengan catatan beras harus datang lebih dahulu ke Semarang,” demikian pengakuan Soeharto dalam Pikiran Ucapan dan Tindakan Saya (1989).

Sumber: Tribun Timur
Halaman 1/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved