Congrats! "Startup" Wisata Indonesia Ini Raih Penghargaan PBB di Spanyol. Tak Cuma Unik Tapi Juga
Salah satu startup karya anak bangsa meraih penghargaan pariwisata tingkat dunia, dari United Nation World Tourism Organization
TRIBUNJAMBI.COM- Salah satu startup karya anak bangsa meraih penghargaan pariwisata tingkat dunia, dari United Nation World Tourism Organization (UNWTO/Organisasi Pariwisata Dunia PBB) di Madrid, Spanyol, Rabu (17/1/2018).
Ialah Triponyu, marketplace wisata yang menghubungkan wisatawan dengan masyarakat lokal penyedia jasa wisata menarik.
Ia mendapatkan juara dalam kategori UNWTO Award for Innovation in Non Govermental Organizations, sehingga mengharumkan nama bangsa di internasional.

Inovasi dalam hal pariwisata yang dilakukan startup ini memang unik.
Tidak hanya mengemasnya dalam teknologi.
Baca: Buat yang Penasaran, Ini Syarat Ikut Program Rumah DP 0 Rupiah. Paling Utama Gaji Kamu Mesti Rp
Baca: Sebut Penyerang Novel Adalah Mata Elang, Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dipanggil Polisi
Baca: Heboh! Gara-gara Fitur Baru Ini, Instagram Disebut Surga Penguntit Kamu Sudah Coba?
Namun juga sistemnya yang memberdayakan dan menyediakan lapangan kerja untuk masyarakat.
"Siapa pun masyarakat, apapun profesinya yang punya ide seru tentang kuliner, kearifan lokal, tempat seru, kerajinan yang bisa dikemas jadi wisata di daerahnya. Kita sambungkan dengan wisatawan," ujar Alfonsus Aditya, salah satu founder yang kini sebagai Chief Financial Officer Triponyu, saat dihubungi KompasTravel, Kamis (18/1/2018).
Laki-laki yang kerap disapa Adit itu mengatakan Triponyu didirikan bersama dua teman lain asal Kota Solo, yaitu Augustinus Adhitya sebagai Chief Executive Officer, dan Onny Sumantri sebagai Chief Operating Officer.
Meski baru berumur 1,5 tahun, startup ini telah menunjukkan capaian luar biasa. Selain mendapat penghargaan dari salah satu badan PBB, juga menyediakan lapangan pekerjaan bagi ratusan masyarakat di berbagai daerah.

Pariwisata Harus Menyejahterakan Semua Kalangan
"Awalnya karena kita lihat warga lokal itu hanya jadi penonton wisata saja. Padahal di sekitarnya pasti banyak kuliner, tempat, dan aktivitas menarik yang bisa dijadikan wisata diluar tempat wisata pada umumnya," katanya saat masih di Madrid, seusai menerima penghargaan UNWTO.
Ia tidak membatasi siapa pun masyarakat yang memiliki ide wisata, baik dari kalangan mana dan profesinya apa.
Namun, ia bekerja sama dengan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) di berbagai daerah untuk mengumpulkan masyarakat yang memiliki ide wisata menarik.
Masyarakat lokal tersebut nanti sekaligus akan jadi pemandu wisata, yang disebut local friend.
Satu trip yang dipandu local friend, maksimal bisa diikuti 10 orang wisatawan.
Destinasi dan paket-paket wisatanya pun dirancang langsung oleh masyarakat, dengan harga yang transparan.
"Semua kita transparan, harga harus dirinci untuk keperluan apa saja. Karena memang kesepakatannya 93 persen dari total biaya untuk masyarakat yang membuat trip. Tapi kita cek benar-benar (perinciannya)," ungkap Adit.
Untuk memastikan keamanan dan keseriusan masyarakat yang membuat trip wisata, mereka diharuskan mengisi form yang cukup detail, termasuk data diri dan karti identitas (KTP, SIM, atau paspor).
"Jadinya semua bisa ikut merasakan manfaat wisata, mulai perajin, sampai tukang parkir di desa, dapat juga. Jadi pariwisata harusnya bisa menyejahterakan semua kalangan," ujarnya.

Sejak dibuat pada Juli 2017 lalu, hingga kini Adit mengatakan telah ada 50 lebih trip yang bisa dipilih oleh wisatawan. Tentunya itu dibuat langsung oleh masyarakat, mulai dari wisata budaya, kearifan lokal, membuat kerajinan, hingga mencicipi hidangan masyarakat.
Bermula hanya wisata sekitar Solo dan Jawa Tengah, kini merambah Bali, beberapa kota di Jawa Timur, dan Jakarta. Kini yang sedang ia kembangkan ialah daerah Indonesia Timur, bekerja sama dengan Sumba Hospitality Foundation.
Penikmatnya pun beragam, mulai dari wisatawan dalam negeri hingga internasional. Hanya ia mengaku belum bisa memetakan dari mana saja wisatawan yang paling banyak.
"Sampai sekarang masih relatif sama, belum ada yang dominan. Kalau luar negeri, pernah dari Rusia, Spanyol, Perancis, baru Eropa sih," ungkapnya.
Ke depan menurutnya ia tidak bisa berpuas diri dengan capaian penghargaan UNWTO tersebut. Ia masih harus banyak membenahi sistemnya, tentu tanggung jawabnya kini semakin besar.
UNWTO dibentuk tahun 1957 dan penghargaan itu sudah diluncurkan sejak 2003. Badan di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ini yang menyelenggarakan penghargaan paling bergengsi di level dunia dengan sistem penjurian paling ketat.

Ada enam penghargaan tiap tahunnya yang dibagi menjadi dua, yakni dua penghargaan untuk individu dan empat penghargaan untuk kegiatan spesifik.
Dua penghargaan bidang individu itu adalah UNWTO Ulysses Prize for Excellent in The Creation and Dessimination of Knowledge dan UNWTO Life Time Achievement Award. Empat penghargaan kegiatan spesifiknya, yaitu UNWTO Award for Innovation in Public Policy and Goverment, UNWTO Award for Innovation in Enterprise, UNWTO Award for Innovation in Non Govermental Organizations, dan UN-WTO Award for Innovation in Research and Technology.