Kasus Suap Pengesahan APBD 2018 - Tersangka KPK 3 Kali Menelepon, Gerindra Bantah Terima Duit
Sejumlah cerita mencuat terkait penangkapan pejabat Pemprov Jambi dan anggota DPRD Provinsi Jambi oleh Komisi Pemberantasan
TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Sejumlah cerita mencuat terkait penangkapan pejabat Pemprov Jambi dan anggota DPRD Provinsi Jambi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Utamanya terakit aliran dana.
Seorang anggota dewan kepada Tribun menceritakan bahwa satu dari empat tersangka sempat menelepon dirinya. Kontak dilakukan jelang KPK mencokok yang bersangkutan.
"Ada dia telepon, namun tidak saya angkat," ujarnya yang meminta namanya tak ditulis.
Baca: Benarkah Zumi Zola Terlibat dalam Kasus Suap Pembahasan APBD Jambi 2018? Ini Kata Wakil Ketua KPK
Pengakuannya dia tidak melakukan kontak kembali dengan si penelepon, meski tiga kali dihubungi. "Saya tak tahu awalnya, tapi saya biarkan saja," katanya kemarin (2/12).
Belakangan ia baru mengetahui bahwa KPK menggelar OTT di Jambi. Ia baru sadar bahwa itu ada kaitannya dengan tawaran dana tersebut. "Alhamdulillah saya tidak terlibat dan tidak mengetahui itu," katanya.
Makanya saat ini menyimpan tangkapan layar (screen shot) panggilan telepon tersebut. "Ini bisa jadi bukti bahwa saya tidak ada tanggapan soal telepon tersebut," katanya.
Sebagaimana telah diberitakan, empat tersangka dalam kasus dugaan pemulusan RAPBD Pemprov Jambi tahun 2018 telah ditahan KPK. Masing-masing, Plt Sekda Erwan Malik, Asisten III saifuddin dan Plt Kadis PUPR Arfan. Ketiganya yang kini tak lagi menjabat, disangkakan sebagai penerima. Adapun dari pihak legislatif adalah politisi PAN, Supriyono sebagai penerima.
Sementara itu, di saat banyak anggota dewan memilih menghindar dari konfirmasi media, kemarin Partai Gerindra menggelar jumpa pers. Mereka menyatakan bahwa, walau disebut-sebut uang disiapkan untuk diberikan kepada fraksi-fraksi, tapi Gerindra tidak menerima uang ketok palu tersebut.
Jumpa pers dihadiri oleh Ketua DPD Gerindra Provinsi Jambi, Sutan Adil Hendra. Sutan Adil bahkan memanggil anggota Fraksi Gerindra di DPRD Provinsi Jambi secara tiba-tiba. Mereka yang turut hadir saat jumpa pers Wakil Ketua DPRD Provinsi Jambi Syahbandar, Ketua Fraksi Muhammad Diyah, anggota fraksi Bustami Yahya, Yanti Maria, Khairil dan Budi Yako serta pengurus Gerindra lainnya.
Baca: Pulang Bekerja di Kebun, IRT di Tebo Ini Disergap dan Diperkosa di Rerumputan oleh Tetangga Sendiri
Baca: Rusli Gantikan Posisi Zumi Laza - Ternyata Ini Alasan Laza Resign
Sutan Adil memastikan bahwa anggota fraksinya yang duduk di DPRD Provinsi Jambi tidak terlibat dalam kasus dugaan suap tersebut.
“Saya tidak menerima apapun baik janji atau hadiah dalam perkara ini,” kata Muhammad Diyah kemarin.
Soal isu Gerindra ikut menerima, ia mengatakan bahwa kabar itu bisa saja berkembang. Namun faktanya bisa dipastikan Fraksi Gerindra tidak menerima apapun dalam kasus ini. “Gerindra clear,” katanya mantap.
Menurut dia, setelah mengetahui adanya OTT, ia langsung menelepon seluruh anggota fraksinya untuk memastikan mereka tidak terkait uang ketok. “Alhamdulillah Allah menolong kami semua. Bersyukur tidak ada,” katanya.
Seperti diberitakan, dalam OTT Selasa lalu, KPK mengamankan 16 orang. 12 di antaranya diamankan di Jambi, 4 lainnya di Jakarta. Dari jumlah 12 orang, 4 dijadikan tersangka dan lainnya sudah dipulangkan oleh KPK.
Menurut wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, dalam OTT pihaknya mengamankan barang bukti sejumlah Rp 4,7 miliar.
Baca: Zumi Laza Mendadak Mundur dari Ketua PAN, Ini Tanggapan Zola
Baca: Presiden Jokowi yang Tak Hadiri Reuni 212, Fahri Hamzah Nyinyir Begini
Baca: Perselingkuhan Suami Terbongkar Karena Postingan Foto Pemandangan Ini. Nggak Hanya Sekali
KPK menyangkakan sejumlah pasal kepada empat tersangka. Untuk Supriyono disangkakan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang‑Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang‑Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke‑1 KUHPidana.
Sementara untuk tiga terduga pemberi disangka Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang‑Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang‑Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke‑1 KUHPidana.