Setya Novanto Sering Mangkir Panggilan KPK, Golkar Tetap Yakin Novanto Kooperatif
Ketua DPP Partai Golkar Yahya Zaini yakin Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto kooperatif terkait proses hukum yang
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Ketua DPR RI Setya Novanto, Senin (6/11/2017), untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi proyek e-KTP.
Merespons panggilan ini, DPR mengirimkan surat kepada KPK yang menyatakan bahwa pemanggilan Novanto perlu izin dari Presiden.
KPK sebelumnya memanggil Novanto untuk diperiksa dalam kapasitas sebagai saksi bagi Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudiharjo, salah satu tersangka kasus e-KTP.
Nama Setya Novanto muncul dalam persidangan kasus e-KTP, untuk terdakwa Andi Agustinus alias Andi Narogong, Jumat (3/11/2017).
Adapun aturan mengenai pemanggilan anggota DPR tersebut pernah diuji ke Mahkamah Konstitusi.
Ketentuan itu tercantum pada pasal 245 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) yang mengatur, "Pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan".
Pada surat dari DPR RI ditegaskan juga berdasarkan Putusan MK Nomor 76/PUU-XII/2014 tanggal 22 September 2015 maka wajib hukumnya setiap penyidik yang akan memanggil anggota DPR RI harus mendapat persetujuan tertulis dari Presiden terlebih dahulu.
Namun, Pakar Tata Hukum Negara Refly Harun menilai Novanto telah melakukan blunder.
Sebab, dalam pada Pasal 245 ayat (3) huruf c disebutkan bahwa ketentuan pada ayat (1) tidak berlaku terhadap anggota DPR yang disangka melakukan tindak pidana khusus.