Apa Perbedaan Korupsi, Pencucian Uang dan Penggelapan? Simaklah Ini
TRIBUNJAMBI.COM -Belum banyak yang tahu, apa perbedaan korupsi, pencucian uang dan penggelapan? Di
Namun hukum positif yang berlaku di Indonesia tentang TPPU, tidak mengatur secara implicit mengenai apa yang dimaksud dengan TPPU, akan tetapi di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (“UU 8/2010”), dijabarkan dan diatur jenis-jenis dan bentuk TPPU, yaitu terdiri dari:
1. TPPU yang berkaitan dengan perbuatan dengan tujuan menyembunyikan asal usul harta kekayaan, diatur dalam ketentuan Pasal 3 UU 8/2010;
2. TPPU yang berkaitan dengan perbuatan menyembunyikan informasi tentang harta kekayaan, diatur dalam ketentuan Pasal 4 UU 8/2010;
3. TPPU yang berkaitan dengan perbuatan menerima dan/atau menguasai harta kekayaan, diatur dalam ketentuan Pasal 5 ayat (1) UU 8/2010.
Adapun yang dimaksud dengan harta kekayaan sebagaimana disebutkan di dalam ketentuan-ketentuan di atas adalah harta kekayaan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 2 ayat (1) UU No. 8/ 2010, yang selengkapnya berbunyi:
“Hasil tindak pidana adalah Harta Kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana:
korupsi;
penyuapan;
narkotik;
psikotropika;
penyelundupan tenaga kerja;
penyelundupan migran;
di bidang perbankan;
di bidang pasar modal;
di bidang perasuransian;
kepabeanan;
cukai;
perdagangan orang;
perdagangan senjata gelap;
terorisme;
penculikan;
pencurian;
penggelapan;
penipuan;
pemalsuan uang;
perjudian;
prostitusi;
di bidang perpajakan;
di bidang kehutanan;
di bidang lingkungan hidup;
di bidang kelautan dan perikanan; atau
tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih”
Dalam UU 8/2010, selain tindak-tindak pidana sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, juga diatur mengenai tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang, yaitu:
1. Pejabat/ pegawai PPATK dan atau penegak hukum dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU 8/2010, yang memperoleh dokumen atau keterangan, namun tidak merahasiakan dokumen atau keterangan yang diperoleh tersebut secara sah, diatur dalam ketentuan Pasal 11 UU 8/2010;
2. Direksi atau pengurus pihak pelapor yang memberitahukan kepada pengguna jasa tentang transaksi keuangan mencurigakan yang sedang disusun ataupun telah disampaikan kepada PPATK, diatur dalam ketentuan Pasal 12 ayat (1) UU 8/2010;
3. Pejabat/ pegawai PPATK dan atau penegak hukum dan atau lembaga pegawas dan pengatur yang memberitahukan laporan transaksi mencurigakan kepada pengguna jasa transaksi keuangan mencurigakan atau pihak lain, diatur dalam ketentuan Pasal 12 ayat (3) UU 8/2010;
4. melakukan campur tangan terhadap pelaksanaan tugas dan kewenangan PPATK, diatur dalam ketentuan Pasal 14 UU 8/2010;
5. Pejabat atau pegawai PPATK melanggar kewajiban, diatur dalam ketentuan Pasal 15 UU 8/2010;
Pasal 15
6. Pejabat/ pegawai PPATK yang Tidak Merahasiakan pihak pelapor dan pelapor, diatur dalam ketentuan Pasal 16 UU 8/2010;
Kemudian, yang terakhir, kami akan membahas mengenai penggelapan, sebagaimana diatur dalam Pasal 372 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (“KUHP”), yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut:
“Barang siapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi berada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun”
Berdasarkan ketentuan di atas, maka seseorang dapat dikatakan melakukan tindak pidana penggelapan apabila sesuatu barang atau uang yang ada di bawah kekuasaannya, diperoleh bukan karena kejahatan, namun menjadikan barang tersebut menjadi kepunyaannya atau seolah-olah kepunyaannya.
Menjawab pertanyaan anda yang terakhir, dimana anda menanyakan apakah seorang sekretaris yang menggunakan uang perusahaan swasta dinyatakan korupsi atau tidak. Jawabannya adalah tidak, karena sebagaimana yang telah kami jelaskan sebelumnya, tindak pidana korupsi melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara. Namun, bagi seorang sekretaris yang menggunakan uang perusahaan swasta, ketentuan yang yang lebih tepat untuk perbuatan tersebut adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 374 KUHP, yang mengatur tentang Penggelapan dalam Jabatan, yang selengkapnya berbunyi demikian:
“Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang menguasai barang itu karena jabatannya atau karena pekerjaannya atau karena mendapat upah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun”
Sangat jelas dinyatakan bahwa tindak pidana dalam Pasal 374 KUHP adalah tindak pidana penggelapan yang dilakukan oleh orang yang menguasai barang itu karena pekerjaannya atau mendapat upah untuk itu. Hal ini sesuai dengan pertanyaan Anda, terkait dengan uang perusahaan swasta yang berada dibawah kekuasaan sekretaris yang memang menerima upah untuk menjadi sekretaris dan bertanggung jawab terhadap uang yang ada di bawah kekuasaannya.
Demikian penjelasan kami, semoga memberikan manfaat dan pemahaman bagi Anda.
(LBH Mawar Saron)
Dasar Hukum:
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Perberantasan Tindak Pidana Korupsi;
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang; dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Referensi:
Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary, (London: West Publisher, 9th Edition, 2009);
Sutan Remy Sjahdeini, Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan Terorisme, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2007), hal. 5.
Author :Ade Sulaeman