Ini Gejolak yang Terjadi saat Rate Naik
Analis IBPA Roby Rushandie mengatakan, penguatan pasar didorong oleh faktor domestik pada awal bulan.
TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA - Sepanjang Agustus 2016, pasar obligasi mengalami fluktuasi. Kendati demikian, kinerja total return obligasi yang ditunjukkan oleh Indonesia Composite Bond Index (ICBI) secara month on month (mom) masih tumbuh sekitar 0,03%.
Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) mencatat, ICBI yang merupakan indeks obligasi pemerintah dan korporasi pada 2 September berada di level 213,94. Secara year to date (ytd), ICBI sudah melesat 16,73%.
Sementara itu, total return obligasi pemerintah atau INDOBeX Goverment Total Return tercatat minus 0,04% secara MoM. Sedangkan INDOBeX Corporate Total Return mampu naik 0,61%.
Analis IBPA Roby Rushandie mengatakan, penguatan pasar didorong oleh faktor domestik pada awal bulan. Saat itu, level inflasi terjaga serta rilis data pertumbuhan ekonomi kuartal II lebih baik dari perkiraan.
Namun, laju penguatan pasar menjelang akhir bulan Agustus tertahan akibat antisipasi kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (AS) The Fed yang lebih cepat seiring data ekonomi Amerika Serikat (AS) membaik.
"Selain itu, pidato Gubernur The Fed, Janet Yellen di Jackson Hole juga bernada hawkish," ujar Roby, akhir pekan lalu.
Head of Fixed Income Division Indomitra Securities Maximilianus Nico Demus mengatakan, yield obligasi pada Agustus sempat naik akibat keluarnya dana asing. Selanjutnya, pada akhir bulan Agustus yield pasar obligasi kembali turun ditopang mulai masuknya investor lokal yang berasal dari industri keuangan non bank (IKNB).
"Sehingga sepanjang Agustus pasar cenderung stagnan," tutur Nico.
Kenaikan Fed rate
Roby memperkirakan, kenaikan fed rate tahun ini akan memicu gejolak pasar obligasi. Namun, gejolak hanya akan berlangsung sementara. Maklum, investor telah mengantisipasi kenaikan fed rate yang diperkirakan terjadi pada bulan September atau Desember 2016.
"Asal Fed rate naik sesuai dengan prediksi dan kenaikan yang bertahap, saya memprediksi tidak akan menimbulkan gejolak yang besar," papar Roby.
Dia menduga, obligasi domestik masih memiliki prospek positif ditopang kondisi makro dalam negeri yang membaik, seperti pertumbuhan ekonomi positif, inflasi rendah, ruang untuk pelonggaran kebijakan moneter, serta nilai tukar rupiah terhadap dollar AS stabil.
Kenaikan Fed rate akan memicu keluarnya dana asing dari pasar obligasi. Analisis Nico, apabila kenaikan fed rate hanya terjadi satu kali, maka yield surat utang negara (SUN) yang memiliki tenor 10 tahun di akhir tahun akan berkisar 6,91%-7%.
Namun, apabila kenaikan Fed rate terjadi sebanyak dua kali, maka akan berpengaruh besar bagi pasar obligasi dalam negeri. "Apabila Fed rate naik dua kali, kemungkinan yield akan berada di 7%-7,16% di akhir tahun. Tidak hanya obligasi, namun akan mempengaruhi juga nilai tukar kita," tutur Nico.
Dengan kondisi ini, investor bisa menerapkan strategi sesuai horizon investasi. Menurut Nico, investor dengan horizon investasi panjang dan meyakini bahwa Fed rate akan naik, bisa masuk setelah FOMC meeting September ini.