PBB Serukan Bekas Pemberontak dan Militer di Sudan Buka Perbatasan Bagi Warga Pengungsi

Kubu yang bertikai akan memberikan jalan yang aman buat warga yang menyelamatkan diri dari pertempuran selama satu pekan belakangan di Juba.

Editor: Nani Rachmaini

TRIBUNJAMBI.COM, KAMPALA - Komisariat Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi (UNHCR), Selasa (12/7/2016), menyerukan semua pihak yang berseteru di Sudan Selatan menjamin keamanan.

Kubu yang bertikai akan memberikan jalan yang aman buat warga yang menyelamatkan diri dari pertempuran selama satu pekan belakangan di Juba.

Lembaga pengungsi PBB itu di dalam satu pernyataan menyerukan bekas pemberontak dan militer agar membuka perbatasan buat warga yang mencari perlindungan di negara tetangga.

Tentara bekas pemberontak masih loyal kepada mantan pemimpin mereka, yakni mantan Wakil  Presiden Riek Machar. Mereka terlibat baku tembak dengan loyalis Presiden Salva Kiir.

"UNHCR menyeru semua pihak bersenjata agar menjamin jalan aman buat orang yang menyelamatkan diri dari pertempuran yang meletus pada akhir pekan lalu di Juba,” kata pernyataan itu.

“Kami juga mendesak semua negara tetangga agar tetus membuka perbatasan buat orang yang mencari suaka," tambahnya.

UNHCR menyatakan, sebagian perbatasan telah terpengaruh seperti pos penyeberangan Sudan Selatan-Uganda, tempat keamanan diperketat di wilayah Sudan Selatan.

"Ini telah mengakibatkan penurunan besar jumlah orang yang baru tiba di Uganda selama akhir pekan," kata pernyataan tersebut.

Cuma 95 orang menyeberangi perbatasan pada Sabtu (9/7/2017), turun menjadi 36 orang pada Minggu (10/7/2016) dibandingkan dengan rata-rata setiap hari lebih dari 200 orang menyeberang pada Juli.

UNHCR menyatakan, pihaknya memperkirakan lebih banyak orang akan tiba segera setelah perbatasan dibuka kembali.

"Mereka yang berhasil menyeberang telah melaporkan serangan membabi-buta terhadap warga sipil. Bus dari Juba ke perbatasan Uganda dihentikan dan dirampok," kata pernyataan itu.

Di Gambella, Etiopia barat, UNHCR telah meningkatkan pengawasan perbatassan bersama komisi pengungsi Ethiopia.

Persiapan darurat sedang dilakukan di Kenya, Sudan, dan negara lain tetangga guna menghadapi kemungkinan terjadinya linjakan arus pengungsi.

Badan PBB tersebut menyatakan, tak ada arus besar pengungsi di perbatasan Sudan Selatan-Kenya, kendati pada akhir pekan lalu UNHCR menerima 36 orang dari Negara Bagian Equatoria Timur.

UNHCR, seperti juga Dewan Keamanan PBB, mengutuk kerusuhan di Juba tapi menyambut baik upaya kedua pihak untuk menerapkan gencatan senjata dan berharap itu akan berjalan.

"Kantor kami di Jubat melaporkan suasana tenang tapi tegang pada malam hari tanpa ada laporan mengenai tambahan orang yang kehilangan tempat tinggal," kata pernyataan tersebut.

Pertempuran itu membuat sebanyak 36.000 orang kehilangan tempat tinggal, kata Kantor PBB bagi Koordinasi Urusan Kemanusiaan.

Di dalam Sudan Selatan, sebanyak 7.000 orang yang menjadi pengungsi di dalam negeri mereka telah mencari perlindungan di pangkalan PBB di Juba.

"Memberi mereka makanan, tempat berteduh, air, fasilitas kesehatan serta kebersihan akan tetap menjadi tantangan besar selama situasi keamanan tetap buruk," kata UNHCR.

UNHCR juga khawatir mengenai kondisi sebanyak 9.000 pengungsi kota, yang telah memberitahu badan dunia tersebut tentang keprihatinan keamanan mereka serta kesulitan dalam memperoleh air dan makanan.

Badan pengungsi itu menyatakan lokasi lain penampungan pengungsi di seluruh Sudan Selatan dilaporkan tenang.

Kiir dan Machar,  Senin (11/7/2016) malam memerintahkan gencatan senjata setelah berhari-hari pertempuran sengit antara pasukan mereka di Juba.

ANTARA/XINHUA

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved