Angin Segar Sesaat Bagi Harga Minyak

Harga minyak mentah bangkit dari kejatuhan yang tajam. Pasar minyak mendapat angin segar lantaran

Editor: Fifi Suryani
SHUTTERSTOCK
Ilustrasi 

TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA - Harga minyak mentah bangkit dari kejatuhan yang tajam. Pasar minyak mendapat angin segar lantaran Nigeria menyerukan pertemuan dengan anggota Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC) dalam waktu dekat untuk membahas upaya penyelamatan harga minyak.

Mengutip Bloomberg, Jumat (22/1) pukul 16.30 WIB, harga minyak jenis west texas intermediate (WTI) kontrak pengiriman Maret 2016 di New York Merchantile Exchange naik 4,70% ke level US$ 30,92 per barel.

Reli yang berlangsung dua hari telah mengerek harga minyak sebesar 9,06% dari posisi terendah 12 tahun. Asal tahu saja, Rabu (20/1), minyak sempat tumbang ke posisi US$ 28,35 per barel. Pada World Economic Forum (WEF) di Davos, Swiss, Nigeria dan Arab Saudi berdebat mengenai kebijakan harga minyak.

Menteri Perminyakan Nigeria Emmanuel Kachikwu melontarkan niat mengajak negara-negara Afrika dan beberapa anggota OPEC bertemu sebelum pertemuan resmi organisasi ini di 2 Juni 2016.

Pertemuan percepatan itu untuk menyelamatkan harga minyak dunia dari kejatuhan yang lebih tajam. “Jelas hal ini merupakan angin segar bagi harga minyak,” ujar analis Finex Berjangka Nanang Wahyudin, Jumat (22/1).

Tapi, Arab Saudi yang diwakili Ketua Saudi Arabian Oil Co Khalid Al- Falih membantah rencana tersebut. Ia bersikukuh tidak akan memangkas produksi apabila negara produsen non-OPEC tidak melakukan hal yang sama.

Pada saat yang sama, perwakilan Kementerian Minyak Rusia menyatakan siap mengadakan pembicaraan dengan OPEC. Tapi, pihaknya belum mempertimbangkan pemangkasan produksi.

Sejatinya, kata Nanang, rebound harga minyak ke kisaran US$ 30 per barel juga dipicu pelemahan dollar AS. Mata uang Paman Sam keok karena runtuhnya optimisme pelaku pasar terhadap rencana kenaikan suku bunga The Fed setelah data inflasi memburuk.

Pasar komoditas juga tersokong oleh indikasi European Central Bank (ECB) bakal menambah stimulus untuk mengejar target inflasi. Namun, Nanang menilai, semua sentimen tersebut hanya mampu mengangkat harga minyak sesaat.

“Sulit berharap keadaan oversupply berubah dalam waktu dekat. Selama perdebatan pemangkasan produksi masih alot, harga minyak hanya akan menguat terbatas, sebelum kembali ambruk," prediksinya.

Produksi membanjir

Analis SoeGee Futures Nizar Hilmy sepakat, faktor fundamental belum mendukung kenaikan harga dalam jangka panjang. Pasalnya, suplai minyak di pasar global masih membanjir. Menurut Nizar, saat ini, produsen minyak masih berlomba menjaga pangsa pasar masing-masing dengan mempertahankan volume produksi.

"Mereka seolah melupakan pasokan di pasar melimpah hingga hampir tidak terserap," tuturnya.

Cadangan minyak mingguan Amerika Serikat menunjukkan adanya peningkatan tajam per pekan lalu. Energy Information Administration, melaporkan, stok minyak di AS melonjak sebanyak 4 juta barel.

Padahal, pekan sebelumnya, kenaikan stok hanya 200.000 barel. Ini membuktikan baik AS, OPEC, hingga Azerbaijan masih kelebihan produksi. Paman Sam masih memproduksi sekitar 100 juta barel, di atas rata-rata produksi lima tahunan.

Sumber: Kontan
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved